George terlihat sudah sangat mengantuk, memang waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari tetapi dia masih tetap berusaha bertahan didepan laptopnya bahkan masih memesan secangkir kopi agar dia bisa menyelesaikan pekerjaannya malam itu juga.
Ketika mendengar suara ketukan yang terdengar samar dan ragu George langsung menyuruhnya masuk sambil tetap fokus menatap layar laptopnya. Ketika pintu terbuka, terlihat seorang wanita muda berpakaian pelayan hotel yang membawa nampan . Dengan wajah yang tertunduk, dia melangkah dengan pelan seakan takut kalau suara kakinya sampai mengganggu orang yang ada dalam ruangan itu.
Perlahan dia mendorong troli makanan menuju meja yang ada di samping tempat tidur dan menyajikan secangkir kopi dan croissant yang ditata di atas piring dengan rapih. Lalu pelayan itu mendekat kemeja George dan masih dengan pandangan tertunduk.
"Yang mulia, kopi yang anda pesan sudah siap". ucapnya pelan, suaranya terdengar sedikit bergetar.
George yang masih menatap layar kemudian mengalihkan pandangannya kearah pelayan itu untuk mengucapkan terima kasih. Tapi ketika melihat pelayan itu tertunduk seakan sangat takut menatapnya, George menghela napas. Dia lalu memperhatikan pelayan itu dari atas ke bawah, entah kenapa George merasa sangat familiar dengan wanita ini. Dia merasa seakan telah melihat seseorang yang selama ini hilang dari hidupnya. Tetapi itu pasti hanya perasaannya saja karena sudah terlalu merindukan Alesha.
Lama dia menatap pelayan itu sehingga pelayan itu semakin terlihat kikuk dan tegang. Menyadari itu George lalu menyuruhnya keluar, tetapi ketika pelayan itu berbalik tanpa sengaja langkah kakinya terhalang karpet tebal yang ada dilantai sehingga dia jatuh terduduk sambil memegangi kakinya yang sakit.
"Akhhh..!!" pekiknya lirih. Sontak George berdiri dan menghampiri pelayan itu. Dia lalu membantunya berdiri tapi pelayan itu menolak dan terus menundukkan kepalanya.
"Maafkan saya yang mulia, sa..saya tidak sengaja. Saya akan keluar" ucapnya sambil berusaha bangkit. Dia lalu segera meninggalkan ruangan itu dan menutup pintu dari luar. Pelayan itu masih berdiri disisi pintu kamar George sambil memegangi dadanya yang terasa mau meledak.
Dia kemudian membayangkan dua orang anak kecil sedang berlari berkejar-kejaran sambil tertawa. Mereka terlihat sangat bahagia. Lalu terlihat anak laki-laki itu menghampiri anak perempuan yang sedang berdiri sambil memandangi padang rumput yang terhampar indah didepannya.
"kamu lagi liat apa Lola?" tanya anak laki-laki itu sambil duduk didekatnya dan memainkan rumput.
Anak perempuan itu pun menoleh kearahnya dan tersenyum.
"Aku melihat rumput hijau itu, aku membayangkan kalau suatu hari nanti kau pergi meninggalkanku maka hanya rumput hijau ini yang akan menemaniku bermain." ucapnya dengan wajah sedih.
Anak laki-laki itu kemudian menggenggam tangan anak perempuan dan berkata "Aku ini sahabatmu dan aku berjanji meskipun suatu saat nanti kita berpisah aku tidak akan pernah melupakanmu karena aku sangat sayang sama kamu Lola."
Mendengar hal itu anak perempuan itupun langsung memeluk sahabatnya sambil berkata "Kamu harus pegang janjimu itu ya, pinky promise?" ucapnya sambil mengacungkan jari kelingkingnya kearah anak laki-laki itu dan dia pun membalas lalu mengaitkan jari kelingking mereka satu sama lain. Mereka pun tersenyum dan tertawa.
"Kamu ngapain bengong disitu? cepat lakukan tugas yang lain..!" Suara itu sontak membuat si pelayan terkejut, dia lalu membungkuk memberi hormat kepada orang yang menegurnya tadi lalu buru-buru berlalu meninggalkan tempat itu.
Sementara itu di dalam kamar George terlihat sudah segar kembali setelah meminum kopi yang dibawa pelayan tadi. Matanya yang tajam tidak berpaling dari layar laptop sampai akhirnya pekerjaannya selesai setelah itu dia pun meringkuk di atas kasur.
Keesokan harinya George sudah bersiap, jet pribadi miliknya pun sudah terparkir manis di bandara dan siap untuk mengantarnya kembali ke London. George masih berada di hotel terlihat sudah tidak sabar ingin bertemu pujaan hatinya, dia tampak sangat tampan dengan setelan kasual hodie dan jeans, ditambah dengan gayanya yang cool membuat mata semua wanita tidak pernah lepas kearah George, mereka benar-benar terpesona oleh pangeran tampan itu.
George melangkah dengan tergesa menuju lobi dan keluar, tapi pada saat dia melewati pintu dia menabrak sesuatu atau lebih tepatnya seseorang. Dia baru sadar ketika melihat seorang wanita terjatuh dan semua barang berserakan di lantai.
"Maaf, aku sangat terburu-buru ja..." ucapannya terhenti ketika dia melihat wajah wanita yang jatuh tadi. Hati George seketika berdesir dan terasa hangat, dia menatap wanita itu sangat lama. Ada perasaan lega dan bahagia merasuki relung jiwanya ketika melihat wanita yang ada di depannya itu. Sementara si wanita hanya menatap George dengan mata yang berkaca-kaca.
"Lo..Lola? gumannya sambil memegang bahu si wanita. George menatapnya tanpa kedip seakan memastikan kalau apa yang dilihatnya itu benar-benar nyata. Wanita itu hanya tertunduk, dia tidak berani menatap wajah George.
"Lola... kamu Lola kan? tanya George penuh harap, mata tajamnya terlihat berkaca-kaca seakan ingin menumpahkan semua kesedihan yang telah terpendam cukup lama. Tapi wanita itu menggeleng keras dan dengan cepat berdiri lalu bergegas pergi meninggalkan George yang masih terlihat bingung dengan apa yang baru saja terjadi.
Lama dia terdiam sampai akhirnya asistennya yang sejak tadi melihat kejadian itu terpaksa harus mengingatkan George tentang keberangkatannya.
Di dalam pesawat George hanya termenung, pikirannya menerawang. Dia terus saja mengingat wanita yang ditabraknya tadi. Dia sangat yakin itu adalah Lola yang sama, sahabatnya yang ditinggalkannya 12 tahun lalu. Ada kerinduan dan kesedihan yang tiba-tiba saja merasuki hatinya. George ingin sekali melihat sahabatnya itu, menanyakan tentang kabarnya dan kemana saja dia selama ini. Tapi wanita tadi sama sekali tidak memberinya kesempatan, apa benar dia bukan Lola? atau dia sengaja menghindariku? tapi kenapa? tanyanya dalam hati.
Suara notifikasi pesawat segera mendarat membangunkan George, tidak terasa dia sudah sampai di London. Dia kemudian meraba tasnya dan mengeluarkan ponselnya, lalu mengaktifkannya karena sejak kemarin ponselnya sengaja dimatikan dengan alasan ingin fokus menyelesaikan pekerjaan agar bisa kembali lebih awal. George juga tidak khawatir tentang keselamatan Alesha karena dia yakin kekasihnya itu baik-baik saja dengan pengawal pilihan yang menurutnya bisa diandalkan.
Setelah ponselnya aktif, keningnya berkerut karena tidak disangka akan banyak panggilan tidak terjawab dan pesan dari Olivia, ada beberapa juga dari Alesha. Dia pun membuka pesan dari Alesha dan mulai membacanya, George tersenyum. Dia lalu menghubunginya tapi ternyata ponsel Alesha sedang tidak aktif, mungkin sedang di charge. Pikirnya.
Kemudian dia mulai membuka pesan dari Olivia dan betapa terkejutnya George setelah membacanya, raut wajahnya menjadi sangat tegang. Dia lalu menghubungi Olivia tapi tidak diangkat. "Shit..!" dia mengumpat frustrasi. Dia menjadi semakin tidak tenang. Dia sama sekali tidak menyangka hal ini akan terjadi. George lalu menghubungi seseorang dengan perasaan gusar.
"Temukan Alesha segera..!!" ucapnya lalu menutup panggilannya. George lalu bangkit dan keluar dari pesawat, di luar para pengawal sudah menunggu dengan menunduk hormat. George ingin sekali menghajar semua pengawalnya saat itu juga karena sangat emosi, padahal mereka tidak ada hubungannya dengan pengamanan Alesha. George memang khusus membayar pengawal profesional yang berasal dari luar kerajaan tetapi itulah kesalahan terbesarnya. Sekarang dia merasa seperti orang bodoh yang sangat ceroboh. George ingin meluapkan amarahnya tetapi dia sadar kalau dia sedang berada di tempat umum jadi dia mengurungkan niatnya.
Tidak berapa lama ponselnya berbunyi dan melihat nomor tidak dikenal, hatinya seketika berdenyut karena yakin panggilan itu pasti berasal dari si keparat itu.