Chereads / I Love You Prince / Chapter 42 - lepaskan dia 3

Chapter 42 - lepaskan dia 3

"Apa maksudmu? sepertinya kau begitu yakin. Asal kau tahu saja, aku tidak mencintaimu. Aku hanya mencintai George dan akan menikah dengannya. Sekarang biarkan aku pergi". ucap Alesha seraya berusaha membuka pintu kamar namun lagi-lagi pintu itu tidak bisa terbuka. Alesha menjadi frustrasi.

"Jimmy, lepaskan aku. Kau tidak bisa menahanku seperti ini, aku ingin pulang...!". Ucapnya tak berdaya. Air matanya mulai membasahi pipinya lagi.

Melihat keadaan Alesha yang menyedihkan itu, Jimmy menjadi tidak sanggup. Akhirnya dia beranjak keluar dari kamar dengan membawa serta ponsel milik Alesha yang menangis tersedu. Melihat Jimmy beranjak pergi, Alesha kemudian berlari menyusul Jimmy namun terlambat. Jimmy sudah menutup pintu kamar dan membiarkannya berteriak histeris. Alesha terus saja berteriak dan meraung meminta pintu di buka tapi usahanya sia-sia, sampai akhirnya dia terduduk karena lelah dan tertidur.

~~~~~

George masih berada dalam pesawat, dia hanya memandangi jendela dan terdiam. Pikirannya berkecamuk, dia sangat khawatir dengan Alesha. Bagaimana keadaannya, apakah dia baik-baik saja? apakah Jimmy memperlakukannya dengan baik. Atau dia... George menjadi gusar. Pesawat sudah mengudara selama 10 jam, masih ada 6 jam lagi agar bisa sampai bandara.

George sengaja tidak menggunakan jet pribadi karena dia tidak ingin menjadi sorotan. Pesawat komersil London yang dia tumpangi adalah pesanan khusus yang penerbangannya langsung menuju bandara Matahora Wakatobi sehingga waktu perjalanan bisa diminimalisir meskipun tidak secepat pesawat jet.

Pihak otoritas bandara pun sudah memberi ijin pendaratan meskipun mereka hanya tahu kalau pesawat Inggris yang akan tiba di daerahnya adalah rombongan turis yang ingin berwisata. Mereka sama sekali tidak mengira kalau yang akan datang adalah seorang pangeran inggris, hanya satu hal terasa ganjal bagi mereka adalah karena pihak tamu tidak ingin kedatangan mereka terekspos tapi hal itu mungkin karena tidak ingin di ganggu atau semacamnya.

Rombongan pengawal yang ikut serta sebanyak 150 orang, mereka adalah para pengawal profesional pilihan. George sengaja mempersiapkan semuanya hanya untuk berjaga-jaga. Kedatangan mereka juga bukan untuk mengepung dan memaksa Jimmy menyerahkan Alesha karena sangat tidak mungkin mereka melakukan penyerangan secara terbuka di negara orang, akan tetapi kalau hal yang tidak diinginkan terjadi mereka juga sudah siap. Hotel yang akan mereka tempati juga sudah siap, Kedatangan mereka hanya sebagai turis asing biasa, oleh karena itu penyamaran mereka terlihat sangat meyakinkan.

Wajah tampan George terlihat kusut, sangat nyata kalau dia dalam beberapa hari ini tidak cukup tidur. Dia perlahan memejamkan mata dan wajah Alesha yang tersenyum manis pun muncul di pelupuk matanya. Wajah manis yang sangat dia rindukan, entah bagaimana kondisinya sekarang.

George membuka mata setelah notifikasi pesawat terdengar di telinganya. Sekitar sejam lagi pesawat akan segera mendarat di daratan pulau wangi-wangi wakatobi. George melihat kearah jendela namun hanya ada awan putih di luar sana. Dia mendesah panjang. Dipikirannya sekarang ini adalah bagaimana supaya Alesha bisa pulang bersamanya dengan aman tanpa adanya bentrok dengan Jimmy.

~~~~~~

Sementara itu di sebuah ruangan yang mewah, terlihat seorang wanita tengah menikmati segelas minuman berwarna kuning bening. Dia terlihat sangat menikmati setiap teguk minuman yang ada ditangannya. Sesekali dia menghisap rokok yang berada diantara dua jemarinya dengan sangat nikmat. Senyum sinisnya seketika tersungging.

"Akhirnya kau memulai aksimu tanpaku Jimmy, rupanya kau sungguh tidak bisa bersabar" gumannya sambil menatap layar ponsel yang ada dihadapannya dengan seksama. Dia lalu menghabiskan minumannya dengan sekali teguk kemudian menelpon seseorang.

Sementara itu di pesawat

George sedang menatap kearah jendela dengan tatapan kosong, pikirannya masih melayang. Padahal sebentar lagi pesawat akan segera mendarat, terlihat hamparan pemandangan indah dibawah sana. Garis pantai dan berbagai macam bangunan sudah mulai tampak terlihat jelas. Akan tetapi George bahkan tidak sedikitpun menikmatinya padahal ini adalah kali pertama dia menginjakkan kaki di indonesia. Selama ini dia hanya mengetahui negara-negara Asia melalui buku-buku dan berita. Beberapa negara strategis di Asia khususnya di bagian tenggara memang merupakan incarannya berinvestasi khususnya di negara Thailand dan Brunei. Dia tidak pernah terpikir untuk ke indonesia, tapi siapa yang bisa menolak takdir? sekarang dia sudah berada tepat di atas tanah pulau Wakatobi nan indah demi masa depan cintanya.

George sudah bersiap turun dari pesawat, sekali lagi dia menatap kearah pintu pesawat yang sudah terbuka sebelum melangkah keluar. Dengan pakaian casual, topi plus kaca mata hitam ala turis asing, George tampak berbaur alami dengan para asisten dan pengawalnya. Mereka sengaja bersikap layaknya rombongan turis biasa agar tidak dicurigai terutama oleh orang-orang Jimmy. Mereka kemudian memasuki mobil yang telah tersedia didepan bandara yang siap mengantar mereka ke hotel tempat mereka beristirahat.

Alesha perlahan membuka mata, setelah beberapa saat matanya yang masih sembab menatap langit-langit kamar, dia akhirnya bangkit perlahan dari pembaringan sambil memegangi kepalanya yang sedikit pusing. Lama dia terdiam sebelum akhirnya tersadar apa yang baru saja terjadi, dia lalu perlahan mengingat kalau dirinya sekarang disekap oleh Jimmy. Alesha kembali tegang, 'aku harus keluar dari tempat ini' gumannya sambil mencoba mencari-cari sesuatu.

Dia lalu menghampiri jendela yang ternyata sudah terkunci rapat, tangannya berusaha membuka jendela itu tapi ternyata sangat sulit. Dia terlihat mulai frustrasi, air matanya sudah mulai membasahi pipi merahnya. Tapi sedikitpun tidak menyurutkan niatnya untuk keluar dari tempat itu. Lalu dia melihat sebuah celah jalan keluar.

Alesha dengan susah payah memanjat dan menggapai lubang plafon yang ada di kamar mandi. Tangannya kini sudah berada di bagian lubang dan dengan bantuan kursi yang disusunnya di atas bak mandi akhirnya dia bisa bergerak keatas dengan sedikit mudah. Dia sangat bersyukur kalau ternyata hobi memanjat pohon yang dimilikinya sejak kecil akan sangat berguna pada saat genting seperti ini.

Dengan bantuan cahaya senter kecil yang didapatnya dari laci lemari kamar, Alesha melihat sekeliling. Hatinya sedikit gentar ketika hanya lorong dan kegelapan yang ada dihadapannya saat ini, akan tetapi tekadnya untuk keluar dari tempat itulah yang membuatnya menarik napas dalam sebelum akhirnya mulai merangkak dengan hati-hati melewati lorong hitam yang ada di sekelilingnya.

Tidak mudah ternyata melewati tempat itu, ada banyak sarang laba-laba terutama tikus yang menghuni tempat itu. Dengan susah payah Alesha terus merangkak perlahan, tidak jarang dia terpekik ketika tiba-tiba ada tikus melintas dihadapannya tapi dengan cepat dia menutup mulutnya agar suaranya tidak menimbulkan kecurigaan. Setelah bersusah payah beberapa lama, akhirnya dia bisa bernapas lega setelah melihat setitik cahaya dari kejauhan.

Dengan hati-hati Alesha berusaha membuka penutup yang kelihatannya juga susah untuk ditembus, tapi diluar dugaan ternyata pintu itu bisa terbuka dengan mudah. Dia lalu segera keluar dan mendapati dirinya berada di sebuah ruangan terbuka. Semilir angin sejuk yang menyapa tubuhnya yang letih dan berkeringat seakan melipat gandakan semangatnya untuk segera mininggalkan tempat itu. Tapi tempat apa ini? setelah menelusurinya Alesha akhirnya tahu kalau dia sekarang berada di atas atap sebuah bangunan.

Jimmy mengetuk perlahan pintu kamar Alesha, setelah beberapa saat tanpa jawaban dia lalu membuka pintu dan masuk. Tapi ternyata Alesha tidak terlihat di pembaringan, semalam waktu dia hendak mengecek kondisi Alesha ternyata Jimmy mendapatinya sedang duduk tertidur di lantai dengan kondisi yang membuat hatinya semakin sedih. Dia lalu memindahkan Alesha ketempat tidur. Dan pagi ini dia hendak meminta maaf dan menghibur gadis itu, tapi setelah mencari-cari Alesha tetap saja tidak ada. 'Apakah dia kabur? tidak mungkin, tapi kemana dia?' pikirnya seraya mengecek di setiap sudut ruangan. Tiba-tiba dia melihat lubang hitam di bagian plafon yang terbuka, wajah Jimmy berubah merah padam. " Abrar...!!Mike...!!" teriaknya menahan amarah.