Chapter 9. Hutan terlarang
Santa mengangkat kembali meja makan yang ditendang tentara itu.
'Huff..'
Ia menghela nafas panjang. Untung saja tidak terjadi kerusuhan yang hebat di penginapannya. Santa celingak celinguk mencari Vai.
"..nak Vai?" panggil Santa pelan.
"Aku di sini,Pak Santa." Vai turun dari tangga penginapan.
"..Kamu.." Santa terlihat kaget. "..sejak kapan kamu di atas sana? Bukankah tadi kamu bersembunyi di balik meja resepsionis?"
Jarak antara meja resepsionis dengan tangga cukup jauh. Seharusnya tidak mungkin bagi Vai untuk berpindah dari meja tersebut ke tangga tanpa disadari para tentara.
"..Aku mengambil kesempatan untuk menyelinap naik saat Pak Santa mengalihkan perhatian tentara tersebut." Jawab Vai.
"..Maafkan aku,Pak Santa…" Ujar Vai lirih.
Santa menghela nafas panjang dan tersenyum menatap Vai.
"..Sudahlah,nak Vai.." Ujar Santa. "..Yang penting kamu tidak apa-apa. "
Vai menunduk menyesal. Padahal ia sudah diperingati oleh Santa sejak awal.
"..Padahal dulu kota ini begitu aman dan damai.." Santa merebahkan tubuh kurusnya ke kursi di sebelahnya. "..seluruh penduduk kota bebas untuk keluar masuk rumah tanpa batasan waktu. Semenjak pemerintahan raja baru ditambah lagi dengan fenomena-fenomena aneh yang terjadi belakangan ini, peraturan di kota ini menjadi semakin ketat."
Vai duduk mendengarkan.
"..Fenomena aneh…maksud Pak Santa.."
"..Apa kamu belum mendengarnya?" Ujar Santa "..beberapa hari belakangan ini, telah terjadi kematian-kematian aneh pada manusia. Kematian mereka bisa dikatakan cukup mengenaskan. Dan lagi, mereka menunjukkan perilaku yang sama sebelum kematian."
"..Perilaku yang sama? Maksud Pak Santa perilaku seperti apa?"
"..Mereka mengeluhkan sakit di dada kanan mereka.." Jawab Santa. "..Tak lama setelah itu, sebagian dari mereka ada yang tiba-tiba berubah menjadi patung batu, ada juga yang terbakar secara misterius."
Sakit di dada kanan?
Vai kembali teringat akan ucapan Dokter Jack. Dokter Jack sempat menanyakan hal yang sama padanya.
// "Apa kamu pernah merasakan sakit di sekitar dada kananmu?" //
Ucapan Dokter Jack terngiang di kepalanya.
Tunggu dulu.. kejadian serupa juga sempat terjadi di atas kapal saat Dustin Morgan dan para kru perompaknya menyerang. Beberapa orang penumpang kapal mengeluhkan sakit di dada mereka dan kemudian mereka terbakar secara misterius.
Fenomena apa ini? Membayangkan kembali kejadian mengerikan itu membuat Vai bergidik.
"..Nak Vai?" panggil Santa membuyarkan lamunan Vai.
"..Ah..Iya.." Vai tersadarkan dari lamunan.
"..apa kamu baik-baik saja?"
Vai mengangguk pelan.
"..Iya.." Ujarnya. "..Baiklah kalau begitu,Pak Santa.. Mungkin sebaiknya aku beristirahat malam ini. Aku akan mencari kenalan kakek, Howard Knut besok."
Vai bangkit berdiri dan berjalan kembali ke arah tangga..
"Sekali lagi aku mohon maaf,Pak Santa.. dan terima kasih telah menolongku tadi."
Santa menjawab dengan senyum sambil menatap Vai.
--
Keesokan paginya, di depan penginapan.
"Kembalilah ke tempat ini setelah kamu menyelesaikan urusanmu.." pinta Santa. "..aku akan memberimu gratis menginap selama semalam."
"terima kasih,Pak Santa" Ujar Vai. "Baik sekali anda.. padahal aku baru saja membuat keributan semalam."
Santa tertawa.
"..Sama-sama,nak Vai. Hati-hati dalam perjalananmu." Ujar Santa. "tidak semua orang di kota ini akan berlaku baik pada orang asing.
--
Vai berjalan di kota Kalt sembari mencari informasi tentang hutan terlarang. Menurut informasi dari Santa, Howard Knut sedang berada di hutan terlarang. Hutan terlarang. Mendengar namanya saja sudah dapat disimpulkan bahwa tempat tersebut pasti merupakan tempat yang berbahaya.
Ia berjalan ke dermaga. Mungkin ia bisa mendapatkan informasi mengenai hutan terlarang di dermaga. Ia berhenti di depan pedagang senter yang ditemuinya kemarin.
"Aku ingin membeli senter itu.." Ujar Vai. Ia tetap membutuhkan senter tersebut di hutan nantinya. "..kalau tidak salah harganya kemarin 750 Polo ya?" Ujar Vai sembari mengeluarkan uang lembaran dari tas pinggangnya.
"..Aku akan menjualnya padamu seharga 400 Polo saja.." Ujar pedagang tersebut.
"Hah?"
"..Maafkan aku kemarin.. Aku tidak bermaksud membuatmu berurusan dengan tentara itu.." Ujar Pedagang senter tersebut.
Vai kembali teringat momen saat seorang tentara membentaknya saat ia menawar senter kemarin.
"..Baiklah,Pak!" Vai tersenyum simpul. "..terima kasih atas kebaikanmu.." Vai menyodorkan lembaran uang senilai 400 Polo pada pedagang tersebut. Terang saja harga khusus yang diberikan pada Vai membuat Vai merasa cukup lega. Uang saku yang dibawanya ke kota ini tidaklah banyak.
"..Ngomong-ngomong, apa yang membawamu ke kota ini?" tanya pedagang tersebut sambil menyerahkan sebuah senter pada Vai.
"..Aku harus menemui seseorang di hutan terlarang.." Jawab Vai. "..apa bapak tahu kemana arah menuju hutan terlarang?"
"..Hutan terlarang? Hanya anggota kerajaan yang boleh memasuki hutan tersebut.." Ujar Pedagang senter tersebut.
"..Tapi saya harus pergi menemui Howard Knut di hutan tersebut.."
"..Howard Knut? Penasehat kerajaan?" Pedagang tersebut memegang dagunya. "..kalau kamu bersikeras untuk pergi ke tempat itu, pergilah ke arah barat kota ini. Hutan tersebut berada tidak jauh dari gerbang kota.." Ia menunjuk ke arah barat kota.
"..terima kasih,Pak.."
--
Tidak seperti dugaan Vai, terdapat pintu masuk berbentuk gerbang yang cukup besar pada hutan ini. Hutan ini dikelilingi oleh pagar kawat yang sangat tinggi. Pepohonan yang tinggi dan besar membuat hutan tersebut terlihat sangat gelap. Sepertinya cahaya matahari tidak dapat menembus hutan ini. Hutan ini terlihat bagaikan hutan yang angker. Aura dingin terpancarkan dari dalam hutan ini. Beberapa orang tentara berpakaian camo berjaga di depan pintu gerbang. Masing-masing dari mereka bersenjatakan senjata api semi otomatis dalam genggamannya. Vai berjalan menuju ke pintu masuk gerbang.
Hei, tempat ini tidak ditutupi salju. Namun angin dingin di tempat ini masih menusuk tulang.
"BERHENTI!" Ujar tentara tersebut menghentikan langkah Vai. "..Dilarang memasuki hutan ini tanpa ijin!"
"..Maaf,Pak.. Tapi saya harus ber.."
"PULANG SANA!! Dasar bocah!!" Bentak tentara tersebut. ".. hutan ini bukan tempat main anak-anak!"
"..Tapi.."
"SUDAH!! PERGI SAJA KAU!! DASAR BOCAH!!"
Tidak ingin memperkeruh suasana, Vai memilih diam dan meninggalkan tempat tersebut.
--
Vai mengintip dari balik pohon di depan gerbang hutan.
"..Aku harus masuk ke dalam.." gumamnya. Ia memperhatikan sekelilingnya berharap dapat menemukan suatu benda yang dapat mengalihkan perhatian para tentara penjaga gerbang.
Vai menemukan sebuah batu kecil. Ia berniat melempar batu kecil tersebut ke arah penjaga untuk mengalihkan perhatian mereka. Kalau perlu, ia akan memancing amarah para penjaga dan memanfaatkan kelengahan mereka untuk menyusup ke dalam hutan.
'TUK!'
Sebuah batu mengenai kepala tentara penjaga.
Tentara tersebut menoleh ke arah datangnya batu tersebut. Ia terlihat cuek dan kembali melihat berjaga.
Vai masih bersembunyi di balik pohon.
"..sial..kenapa mereka tidak teralihkan?" gerutu Vai. "Apa batunya kurang besar?"
'TUK!'
Ukuran batu seukuran kepalan tangan kembali mengenai kepala tentara penjaga tadi.
Lagi-lagi tentara tersebut tetap cuek dan kembali berjaga.
"..Kenapa penjaga itu tidak teralihkan sama sekali???" Vai terlihat bingung. Ia memperhatikan sekelilingnya lagi. Sebuah batu sebesar buah kelapa tergelatak di hadapannya. Apa aku gunakan ini saja ya? Pikir Vai.
'BRUG!!'
Sayang sekali, batu tersebut hampir mengenai penjaga tersebut. Batu tersebut terjatuh tepat di depan kakinya. Mata penjaga tersebut sedikit terbelalak. Mungkin ia akan terluka cukup parah apabila batu tersebut mengenai kepalanya.
Penjaga tersebut tetap cuek dan kembali berjaga membelakangi pintu gerbang.
"KENAPA PENJAGA TERSEBUT TIDAK TERPANCING SAMA SEKALI?" Vai mulai kesal. Ia kembali memperhatikan sekelilingnya. Sebuah batu karang yang berukuran cukup besar terlihat di hadapannya. "..Baiklah! Aku akan menggunakan itu saja!!!"
Vai mengangkat batu tersebut sekuat tenaganya hingga kakinya bergetar sangking beratnya. Ia bersiap melemparkan batu tersebut ke arah para penjaga.
"DASAR!!! KAMU MAU MEMBUNUH KAMI YAAA???!!!" Para Tentara marah dan menembakkan senjata semi otomatis mereka ke arah kaki Vai.
'drat-tat-tat-tat!!'
Tembakan tersebut memang sengaja ditembakkan meleset dengan tujuan mengusir Vai yang sedari tadi mengganggu mereka.
"AAAHHH!!! MAAFKAN AKU!!" Vai menjatuhkan batu karang tersebut dan berlari kabur meninggalkan tempat tersebut.
Ia harus mencari cara lain agar bisa masuk ke dalam hutan terlarang tersebut. ia harus bertemu dengan Howard Knut apapun yang terjadi.
To be continued..