Chapter 8. Batas waktu
Pria berpakaian tentara itu mendorong wanita tersebut hingga terjatuh.
"Kumohon..tinggalkan aku sendiri.." Ruas wajahnya tampak sangat ketakutan. "..To..TOLONG!!"
Entah apa yang akan dilakukan tentara tersebut padanya. Apapun yang akan dilakukannya, pasti merupakan sesuatu yang tidak terpuji.
"..Hahaha!" tentara tersebut tertawa. "..Percuma saja kamu berteriak..tidak akan ada orang yang melewati lorong ini." Tentara tersebut berjalan perlahan mendekati wanita tersebut.
Berurusan dengan seorang tentara pastinya akan sangat merepotkan. Vai harus mencari cara untuk menolong wanita itu segera. Dan lagi, ia tidak boleh ketahuan. Akan panjang urusannya bila ia ketahuan menyakiti seorang petugas pemerintah.
Vai memperhatikan sekeliling. Ia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan wanita tersebut.
Mungkin dengan membuat tentara tersebut pingsan? Tidak..tidak.. tidak segampang itu membuat seorang tentara pingsan. Tindakan itu akan terlalu beresiko. Pikir Vai. Suasana di sekitar yang seolah menjadi sangat lambat di mata Vai menjadi poin yang menguntungkan bagi Vai. Secara tidak langsung, ia seolah menjadi dapat berpikir beberapa kali lebih cepat dari orang lain.
Pasti ada suatu benda apa yang bisa kugunakan untuk menyelamatkan wanita itu. Pikir Vai. Vai kembali memperhatikan sekeliling berharap menemukan benda yang dapat berguna.
Tentara itu menarik kerah baju wanita yang terjatuh tersebut. Berkebalikan dengan senyum licik tentara itu, wanita tersebut kini terlihat berusaha menahan tangis dan takut secara bersamaan. Tubuhnya diangkat dengan gampang oleh tentara tersebut. Tubuhnya terlihat sangat kecil jika dibandingkan dengan tentara itu. Bagaimanapun juga, wanita tersebut tidak akan menang melawan tentara tersebut.
"Lepaskan wanita itu!" Perintah Vai dingin.
"A..APA?" Tentara tersebut kaget.
Sebuah belati yang sebelumnya tergantung di paha kiri tentara tersebut kini sudah berada di tangan Vai. Ujung mata belati tersebut menempel di leher tentara itu. Ternyata Vai telah merebut belati milik tentara itu dan menempelkan ujung mata belati dari balik punggung tentara tersebut ke arah lehernya.
"..kurasa dengan belati yang tajam seperti ini, tidak sulit untuk memisahkan kepalamu dari tubuhmu!" Ancam Vai.
Tentara tersebut mulai terlihat panik dan ketakutan. Berbeda dengan sikapnya pada wanita tersebut. Tubuh besarnya kini terlihat tidak berdaya saat ditodong dengan belati tajam di lehernya. Ia mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Kerah baju wanita tersebut terlepas dari genggamannya dan wanita itu kembali terduduk di atas tanah.
"..Ma..maaf!" Ujar tentara tersebut panik ."..Se..sepertinya ada kesalahpahaman di sini"
"..Bukankah seharusnya seorang petugas pemerintah sepertimu bertugas untuk menjaga dan melindungi warga kota?" Ujar Vai dari belakang tentara tersebut. Ujung mata belati masih menempel di leher tentara tersebut.
"..I..Ini salah paham.." Tentara tersebut semakin panik."..Sa..saya hanya bermaksud melindunginya." Tentara itu mencari alasan.
"..benarkah?" Ujar Vai. "..kenapa sepertinya berbeda dengan apa yang kulihat?"
"..ukh.." Tentara itu terdiam dan tidak dapat berkata apa-apa. Ia masih mengangkat kedua tangannya ke atas.
"HEI!!! SIAPA DISANA?" Beberapa orang tentara memasuki lorong tersebut. Sepertinya tentara lain yang sedang berpatroli mendengar keributan di lorong ini.
Tentara yang berpatroli tersebut melihat tentara yang ditodong Vai tadi masih mengangkat tangannya. Di hadapannya terlihat seorang wanita memandang mereka dengan tatapan bingung. Vai telah meninggalkan tempat itu dengan cepat tanpa disadari mereka.
Vai tidak ingin terlibat dengan masalah lagi. Setidaknya ia telah menyelamatkan wanita itu. Cara tercepat untuk menghindar dari masalah adalah dengan kabur sesegera mungkin, Pikirnya.
'Hosh..Hosh..'
Vai terengah-engah sambil berhenti memegang lututnya. Sepertinya ia mengerahkan stamina terlalu banyak saat kabur dari tentara-tentara tadi.
Ia telah berlari cukup jauh dari tempat kejadian. Seharusnya wanita tersebut sudah aman. Pikirnya. Vai memperhatikan belati di tangan kanannya. Ia membayangkan kembali momen saat ia merebut belati tersebut dari paha tentara tadi. Tanpa sadar, ia tersenyum.
Apa yang harus kulakukan pada belati ini? Ternyata belati ini cukup berat juga. Mungkin sebaiknya aku simpan saja belati ini. Tidak mungkin aku mengembalikannya pada tentara tadi. Pikir Vai. Ia pun menyimpan belati tersebut ke dalam tas pinggangnya. Mungkin benda itu akan berguna nantinya.
--
-
"Oh Tidak!" Ujar Vai sambil berlari. "…aku lupa waktu.."
Vai terus berlari sekuat tenaganya menuju ke penginapan Klaus. Sudah hampir pukul sepuluh malam. Vai kembali teringat pesan dari Santa. Siapapun yang berada di luar rumah di atas pukul sepuluh malam akan dianggap sebagai kriminal.
"..Kenapa aku begitu ceroboh?? Hosh..hosh.." Vai terus memacu larinya.
'NGOEEENGGGG!!!'
Bunyi alarm yang sangat keras terdengar di seluruh penjuru kota. Alarm tersebut menandakan batas waktu bagi warga kota untuk berada di luar rumah telah habis. Dalam waktu singkat, tidak ada lagi warga kota yang terlihat di jalanan. Kota Kalt kini terlihat bagaikan kota mati. Hanya penerangan lampu jalan dan lampu-lampu rumah yang terlihat di kota ini.
Vai semakin panik. Ia menambah kecepatan larinya menuju penginapan.
'..Hosh..Hosh..Hosh..'
Sekilas, terlihat sesosok pria berjubah hitam sedang berdiri di antara gedung yang dilewatinya. Terlihat juga sebuah senjata berbentuk sabit yang sangat besar dalam genggamannya. Wajah pria tersebut tertutup bayangan gedung.
Siapa pria itu? Kenapa ia masih berada di luar rumah?
AH! Sekarang bukan waktunya untuk memikirkan orang lain. Ia harus segera kembali ke penginapan. Vai tidak memperdulikan pria tersebut dan terus memacu larinya.
'CRINGG!'
Terdengar suara lonceng pintu masuk penginapan. Vai telah berhasil masuk ke penginapan. Waktu telah menunjukkan pukul sepuluh lewat empat menit. Santa yang melihat Vai masuk pun panik. Ia langsung menyuruh Vai untuk bersembunyi di balik meja resepsionis. Beberapa saat kemudian, Beberapa orang tentara kerajaan masuk ke dalam penginapan Klaus.
'CRINGG!' Suara lonceng pintu masuk penginapan kembali berbunyi.
"DIMANA ANAK ITU!" Teriak tentara tersebut pada Santa.
"Apa maksud anda,Pak?" Tanya Santa seolah tidak mengerti.
"..Saya melihat seorang anak masuk ke penginapan ini di atas pukul sepuluh malam!" Ujar tentara tersebut marah. "..Saya tidak akan membiarkan tindakan kriminal terjadi di kota ini!"
"..Maaf,Pak!" Santa berusaha menenangkan. "..saya tidak melihat siapapun masuk ke penginapan saya di atas pukul sepuluh malam."
Tentara tersebut menatap Santa tajam. Ia pun memperhatikan sekelilingnya. Pandangan tentara tersebut teralihkan pada meja resepsionis di belakang Santa. Ia berjalan mendekati meja resepsionis tersebut.
'Deg!'
Vai sedang bersembunyi di balik meja resepsionis. Tentara tersebut berjalan perlahan ke balik meja resepsionis.
Aku harus kabur dari sini! Pikir Vai. Ia pun kembali memejamkan mata dan mengatur nafasnya.
'Fiuh!'
Vai kembali membuka matanya perlahan. Seketika suasana di sekeliling Vai kembali bergerak dengan sangat lambat.
"Tidak ada siapapun di sana,Pak!" Ujar Santa.
Tentara tersebut berbalik menatap Santa.
"..Benarkah demikian?" Ujarnya sinis. "..Apa anda lupa kalau di kota ini juga terdapat sanksi bagi warga yang menyembunyikan seorang kriminal!" Tentara itu dengan sigap dan cepat menunduk melihat ke balik meja resepsionis. "HAH!!" Teriaknya.
Sayang sekali, tidak seperti dugaannya. Tidak ada siapapun di balik meja resepsionis. Ia kembali berdiri dan memperhatikan sekelilingnya. Tentara itu mulai terlihat kesal. Ia sama sekali tidak dapat menemukan bukti bahwa salah satu tamu dari Santa telah melanggar batas waktu malam kota ini.
"..Be..benar kan?" Ujar Santa. "..Tidak mungkin saya berani melanggar peraturan kota ini!"
Santa hampir tidak dapat menyembunyikan rasa kagetnya. Ia tidak menyangka Vai telah hilang dari balik meja tersebut.
'BRAKKK'
Tentara tersebut menendang meja makan di hadapannya.
"..KALAU SAMPAI SAYA MENEMUKANNYA, TAMAT RIWAYATMU!" Ancam tentara tersebut pada Santa.
Ia pun keluar dari penginapan tersebut dengan kesal.
To be continued..