Chapter 3. Semakin Jelas
**
Bertemu dengan sosok raksasa berwarna hitam, bersenjatakan tombak hitam besar yang siap membunuh kapan saja, pastinya menjadi sebuah pengalaman yang sangat mengerikan. Apalagi keadaan seperti ini terjadi di tempat yang antah berantah, suasananya pasti lebih mencekam.
"JANGAN MENCAMPURI URUSANKU, DASAR PAHLAWAN TOLOL!!" teriak makhluk tersebut sangar.
"AAAHHH…!!!" Vai berteriak kesakitan. Meskipun Vai tahu ini hanya ada mimpi, sakit dan luka yang ia rasakan dalam mimpi tersebut terasa begitu nyata.
Sudah berkali-kali Vai terbangun karena dibunuh oleh makhluk hitam besar dari dalam mimpinya tersebut.
**
'Chirpp…chirpppp...' Fajar menyingsing.
Wajah Vai tampak seperti mayat hidup. Wajar saja, ia tidak dapat tidur dengan nyenyak semalaman gara-gara mimpi buruk semalam. Samar-samar, sebutan 'Pahlawan' dari makhluk dalam mimpinya tersebut masih terngiang-ngiang dalam benaknya.
Pahlawan?
Tugas seorang Pahlawan kan membantu banyak orang.
Jangankan menjadi pahlawan. Untuk terlibat dalam masalah kecil orang lain saja Vai tidak mau bahkan akan menghindar sejauh-jauhnya.
Vai bangkit dari kasurnya dan segera bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Ia berniat memeriksakan dirinya ke dokter di rumah sakit. Rasa pusing dan sakit di kepalanya semakin membuatnya tidak nyaman.
"Sepertinya aku tidak perlu lagi menceritakan tentang mimpiku ini pada Kakek" gumam Vai.
--
Rumah sakit yang dituju Vai tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya. Sepanjang perjalanan, ia terus menerus memikirkan tentang kata-kata dari makhluk dalam mimpinya tersebut. Makhluk tersebut terus menerus menyebut dirinya 'Pahlawan'. Yaah, walaupun ada embel-embel 'tolol' nya sih.
"Ketenanganku sudah berakhir" Gerutu Vai.
'BRAK!!!'
Seorang anak kecil yang sedang berlari tanpa sengaja menabrak Vai hingga terjatuh.
"..adik kecil, kamu tidak apa-apa?" Tanya Vai basa basi. Padahal Vai tahu bukan ia yang salah. Apalagi ia masih pusing dengan masalahnya.
"Aduhhh.. kalau jalan jangan bengong dong kak.." jawab anak kecil tersebut dengan kesal. "Kalau kakak lagi pusing dengan masalah kakak jangan sambil bengong di jalan dong! Pergi ke sana saja! Di sana ada dukun yang hebat." Ujarnya lagi sambil menunjuk ke arah sebuah gubuk kecil.
Vai menoleh ke arah yang ditunjuk anak kecil tersebut. Dari gubuk tersebut terlihat sebuah plang bertuliskan dr. Jack, Sp.KJ.
"Sp.KJ?" gumam Vai. "Sp.KJ kan Dokter Kejiwaan.. tunggu dulu.. Aku kan tidak gila!!"
Vai kembali berpaling ke arah anak kecil tersebut. Ia berniat memarahi anak kecil tersebut karena mengatainya GILA secara tidak langsung.
"..Kamu.." bentak Vai. Namun anak kecil tersebut sudah menghilang. Mungkin anak itu berlari begitu cepat hingga Vai tidak sadar kalau anak tersebut sudah menghilang.
Vai menghela nafas.
Darimana anak kecil itu tahu kalau aku sedang ada masalah? Pikir Vai. Gubuk kecil tua seperti itu dijadikan tempat praktek dokter? Aneh juga.
Mungkin tidak ada salahnya aku mencoba konsultasi di gubuk tersebut. Pikirnya lagi. Vai pun melangkahkan kakinya ke gubuk tersebut.
--
Vai masuk ke dalam gubuk tersebut. Ia tersentak melihat interior gubuk tersebut. Penataan interior gubuk ini terlihat sangat bagus bahkan bisa dikatakan mewah. Jangan menilai isi buku dari covernya saja. Mungkin ini kata pepatah yang cocok untuk penggambaran tempat psikiater ini. Sebuah tempat yang sangat nyaman untuk melakukan sesi konsultasi.
"Antrian no.1" sahut penjaga di meja pendaftaran. Vai merupakan satu-satunya pasien yang mengantri di sana. Ia pun diarahkan ke pintu yang berada di belakang tempat pendaftaran. Terdapat pintu kayu berwarna putih dengan sebuah plat nama bertuliskan dr. Jack, Sp.KJ.
"Pagi, nak Vai Sarma!" sapa dokter Jack sembari menuntunnya duduk di kursi yang berbentuk seperti kursi santai, kursi tersebut memang biasa digunakan oleh seorang psikiater saat memeriksa pasiennya.
"Pagi dok" Balas Vai sambil duduk di kursi tersebut.
Dokter Jack tidak terlihat seperti orang yang mencurigakan. Seharusnya tidak ada salahnya menceritakan semua masalahnya pada Dokter ini, Pikirnya. Terlebih lagi, Dokter Jack seorang Psikiater. Mungkin dengan menceritakan semua kejadian yang terjadi belakangan ini pada Dokter Jack dapat meredakan pusing dan sakit kepala yang dialaminya.
Vai pun menceritakan tentang mimpi buruk tentang makhluk hitam besar yang terus menerus membunuhnya dalam mimpi selama tiga hari belakangan ini.
"Apa kamu pernah merasakan sesak di sekitar dada kananmu?" Tanya Dokter Jack.
"..Ti..Tidak pernah dok. Apa ada masalah dengan tubuh saya?" Tanya Vai yang heran dengan pertanyaan Dokter Jack. Apa hubungannya sesak dada kanan dengan mimpi buruk yang kualami? Pikirnya.
Dokter Jack bangkit berdiri dan berjalan menuju ke lemari di belakang meja kerjanya. Ia mengambil sebuah kotak artistik dan bercorak indah.
Dokter Jack berjalan mendekati Vai sembari memegang kotak artistik tersebut.
"Saya ingin menyerahkan kotak ini padamu nak Vai..dengan kotak ini, kamu harus menjaga keharmonizzz….. AAAKKHHHH!!!..." Tiba-tiba Dokter Jack berteriak dengan sangat keras, seolah-olah ada aliran listrik yang mengaliri badannya. Kotak artistik tersebut terjatuh ke lantai. Tubuh Dokter Jack mulai bersinar mengeluarkan cahaya yang sangat terang. Vai terlihat syok dengan pemandangan yang terjadi di depan matanya dan tidak mampu berkata-kata.
"….L..ima….baa..tu…empat….pu..luh..dua…" Dokter Jack sepertinya berusaha mengatakan sesuatu yang penting namun cahaya dari tubuh Dokter Jack bersinar semakin terang.
'FLASH!!!!!' Bagaikan ledakan cahaya, tubuh Dokter Jack hilang bersamaan dengan meredupnya cahaya tersebut.
Vai menghalangi silau cahaya tersebut dengan telapak tangan di depan matanya. Ia masih syok melihat kejadian yang dialami Dokter Jack. Vai hanya bisa terdiam dan tidak tahu harus berbuat apa.
'Nyut!'
"Ukh!!" Vai kembali merasakan sakit yang teramat sangat di kepalanya. Kali ini rasa sakit yang ia rasakan lebih hebat dari sebelumnya. Apakah rasa sakit di kepalanya ada hubungannya dengan kejadian-kejadian aneh yang terjadi?
Rasa sakit tersebut perlahan mereda. Vai pun memungut kotak artistik tersebut dari lantai dan bergegas keluar dari tempat itu.
'Hosh..Hosh..Hosh..' nafas Vai terengah-engah setelah berlari keluar dari gubuk tersebut.
Alangkah terkejutnya Vai ketika ia menoleh kembali ke arah gubuk tempat praktik Dokter Jack. Tidak ada tanda-tanda gubuk tadi berada di sana. Tempat tersebut kini hanyalah sebuah lahan kosong. Apakah tadi mimpi? Tetapi kotak yang aku pegang ini nyata, pikirnya.
"Aku harus tahu ada apa ini!" Ujar Vai. "..Pasti ada sebuah rahasia yang tidak kuketahui.."
Vai memperhatikan kotak artistik di tangannya.
"Hanya ada satu orang yang dapat membantuku saat ini." Ujar Vai lagi "..Kakek pasti tahu sesuatu tentang rahasia ini! Aku akan menanyakannya pada Kakek walaupun harus dengan paksaan sekalipun!" Vai bertekad kuat.
--
Sesampai di rumah, Vai langsung mencari kakeknya, Wan dan menceritakan tentang kejadian yang baru saja dialaminya di tempat praktek Dokter Jack.
Wan tampak heran dengan cerita dari Vai. Selama 30 tahun ia tinggal di kota itu, tidak pernah sekalipun ia melihat gubuk yang diceritakan Vai. Terlebih lagi seorang psikiater bernama Jack.
"Aku tahu kakek mengetahui sesuatu.." ujar Vai. "..Tolong ceritakan rahasia diketahui oleh kakek di balik kejadian ini! Aku sudah tidak tahan dengan masalah dan kejadian-kejadian aneh yang terus menerus terjadi di hadapanku.. termasuk… termasuk mimpi bertemu makhluk yang menyeramkan itu…" Vai memohon pada kakeknya.
Setelah berpikir cukup lama, Wan pun akhirnya memutuskan untuk menceritakan tentang rahasia keluarga Sarma pada Vai.
"Baiklah.. kurasa sudah waktunya." Ujar Wan.
To be continued…