Leo mematung ketika melihat sosok yang ada dihadapannya. Benar. Dia adalah gadis kecil yang sering bermain dengannya 8 tahun yang lalu di Desa Hakka. Dia adalah gadis cengeng yang selalu mengikutinya walaupun terluka berkali-kali. Dia adalah Lisa. Teman masa kecil Leo yang sangat ia rindukan.
Sosok dihadapannya sekarang adalah Lisa yang telah berkembang. Lisa menjadi seorang gadis cantik. Namun di mata gadis tersebut, Leo tidak merasakan adanya kasih sayang dan kerinduan, justru ia mendapat tatapan permusuhan dan kebencian.
"Lisa. . . Ini aku. Leo! Temanmu dari Desa Hakka! Kau pasti masih ingat'kan?" (Leo)
"Aku tak ingat pernah berteman dengan ksatria kerajaan yang keji." (Lisa)
"Apa?" (Leo)
Lisa tiba-tiba menyerang Leo dengan tinju sarung tangan tanahnya. Leo tak sempat menghindar karena fokusnya goyah akan kehadiran Lisa.
"Bak!"
"Argh!" (Leo)
Pukulan telak mengenai perut Leo. Meskipun perlengkapan yang ia gunakan telah dilindungi anti sihir. Namun rasa sakit akibat benturan yang keras tetap dapat ia rasakan. Leo tersungkur sebari memegang perutnya.
Lisa tidak memberikan kesempatan bagi Leo untuk pulih dan melanjutkan serangannya. Kali ini Lisa mengincar kepala Leo. Lisa melepaskan tinjunya. Leo menyadari serangan Lisa dan memundurkan tubuhnya untuk mengelak serangan.
"Apa?" (Lisa)
Lisa yang tidak menyangka pukulannya meleset akhirnya kehilangan keseimbangan. Leo melihat kesempatan itu dan memanfaatkannya untuk melumpuhkan Lisa. Ia mengambil tangan Lisa kemudian membantingnya. Lisa terjatuh tak berkutik diatas tanah dan tangannya terkunci. Leo memborgol tangan Lisa dengan borgol deaktifasi sihir.
Selama ini kerajaan selalu berinovasi untuk melawan penyihir yang memberontak. Mereka akhirnya menemukan sebuah alat yang dapat menonaktifkan sihir pemakainya. Alat tersebut adalah borgol sihir yang saat ini melingkar di tangan Lisa.
"Sialan!" (Lisa)
"Tenanglah untuk saat ini Lisa!" (Leo)
Setelah beberapa jam, akhirnya pertempuran selesai. Ksatria kerajaan berhasil memukul mundur pasukan penyihir. Seluruh ksatria meneriakkan sorak kemenangan dengan gembira. Seluruhnya, kecuali Leo. Ia hanya memandang para penyihir yang berhasil ditawan dengan tatapan cemas. Lebih tepatnya, ia memandang Lisa.
***