(Malam hari setelah pertempuran)
Setelah berhasil memukul mundur penyihir. Kerajaan mengadakan pesta besar-besaran di dalam aula Istana. Mereka bernyanyi, tertawa, dan menari. Aula dipenuhi oleh makanan dan minuman yang lezat serta musik indah yang mendukung suasana pesta tersebut. Namun Leo tidak mengikuti pesta perayaan. Saat ini Leo sedang berjalan melewati taman istana. Ia hendak pergi menuju sel tahanan dimana para penyihir yang berhasil ditawan berada.
"Kresek!"
"Siapa disana?" (Leo)
Leo merasakan kehadiran seseorang. Ia menarik pedangnya dan berada dalam posisi siap tempur. Pandangannya menerawang seluruh area taman namun tidak ada siapapun disana.
"Tenanglah Leo"
Tiba-tiba ia mendengar suara seorang wanita memanggil namanya. Leo merasa pernah mendengar suara tersebut. Ia mencoba mengingatnya tapi tak berhasil.
"Siapa kau? Tunjukkan dirimu!" (Leo)
Dari keheningan dihadapan Leo. Muncul seorang penyihir berjalan santai mendekat kearahnya. Leo pernah mendengar bahwa penyihir mampu menghilangkan diri mereka. Tapi energi yang digunakan untuk sihir tersebut sangat besar sehingga tidak cocok digunakan dalam pertempuran.
"Apa yang kau inginkan? Kau tahukan kalau kau sekarang berada di istana. Itu sama saja dengan masuk kandang singa." (Leo)
"Ya aku tahu, aku tidak ingin bertarung. Aku hanya ingin berbicara denganmu Leo." (Penyihir)
Leo sedikit ragu. Membiarkan penyihir tersebut berbicara atau melumpuhkannya saat itu juga. Namun keraguannya hilang ketika sang penyihir membuka tudungnya. Ia adalah seorang wanita dengan usia sekitar 35 tahun. Terdapat sedikit kerutan di sekitar mata dan bibirnya. Namun hal tersebut tidak mengurangi keramahan senyumnya. Hal yang paling unik bagi Leo adalah mata hijau sang wanita.
"Lama tak berjumpa Leo" (Penyihir)
"Kau. . . Ibunya Lisa'kan, Bibi pemarah yang menakutkan itu" (Leo)
"Astaga, sudah 8 tahun kau tidak bertemu denganku dan kata-kata pertamamu terhadapku adalah 'bibi pemarah'. Mana sopan santunmu nak?" (Ibu Lisa)
Leo tidak lagi berada dalam posisi tempurnya. Ia berjalan mendekati Ibu Lisa.
"Clang!"
Leo menjatuhkan pedangnya dan memeluk Ibu Lisa. Ia mulai menestekan air mata. Kerinduan yang selama ini ia pendam terhadap kampung halamannya seakan terobati dengan munculnya seseorang yang ia kenal dari desa tersebut.
"Hiks. . . Bibi. . . Aku. . . Sangat merindukanmu. . . Aku merindukan Ibu. . .dan ayah. . . Aku merindukan penduduk desa yang lain juga. . . Aku ingin pulang. . . Tapi. . ." (Leo)
Ibu Lisa hanya diam menanggapi curhatan Leo yang terbata-bata karena isak tangisnya. Ia memeluk tubuh Leo dan membelai kepalanya, ia membelai Leo seakan Leo adalah anaknya yang sudah sangat lama tidak ia jumpai.
"Aku tahu nak. Aku tahu kau telah berjuang. Aku tahu pasti berat meninggalkan kampung halamanmu di usia yang begitu muda. Tapi siapa sangka kau akan menjadi sehebat ini. Kau bahkan menjadi terkenal dengan julukan 'Sang singa kerajaan Meitin'. Dan siapa sangka singa tersebut ternyata secengeng ini." (Ibu Lisa)
Setelah puas menangis, Leo melepaskan pelukannya.
"Bibi. . . Kenapa bibi berpakaian seperti penyihir, dan juga mengapa Lisa tidak mengingatku. Apakah ada suatu hal yang terjadi?" (Leo)
"Banyak hal yang terjadi setelah kau pergi nak. Ayo, kita cari tempat yang aman untuk berbicara." (Ibu Lisa)
Akhirnya mereka pergi menuju kamar Leo. Disanalah Ibu Lisa menceritakan segala hal yang terjadi.
"Aku mendengar suara keras dari kamar Lisa pada malam itu. Aku berlari dan menemukan penyihir sedang berdiri menatap Lisa yang tidak sadarkan diri. Aku mencoba melawan namun tubuhku tak dapat ku gerakkan dan kesadaranku memudar.
Ketika aku bangun, hari sudah pagi. Kukira hal tersebut hanyalah mimpi. Karena pagi itu aku melihat Lisa sedang duduk di meja makan, mengeluh karena sarapan belum disiapkan. Awalnya aku senang. Kupikir Lisa telah menerima kepergianmu. Namun ketika kutanya, jawaban yang kuterima adalah, 'siapa Leo?'.
Saat itu aku menyadari ada hal yang tidak beres. Ketika aku pergi keluar, aku menemukan banyak penyihir yang sedang berjalan-jalan. Para penduduk desa pun memperlakukan mereka dengan ramah.
Aku bertanya pada ibumu tentang para penyihir, dia pun menjawab dengan hal yang tidak aku duga, 'Hah? Bukankah mereka sudah lama berada di sini? Mereka juga terkadang membantu mengairi sawah kita dengan sihir air.' Dan saat kutanya tentang dirimu, mereka terlihat senang 'Oh. Leo, dia sudah besar dan saat ini sedang bekerja di ibukota. Aku sangat bangga menjadi ibunya.'
Aku sangat yakin bahwa para penyihir melakukan sesuatu kepada anakku dan penduduk desa. Aku pun berpura-pura menjadi pendukung penyihir selama 8 tahun. Akhirnya aku mengerti mengapa aku tidak terkena efek sihir mereka. Aku tidak memiliki cukup kebencian terhadap ksatria dan kerajaan. Yang kupikirkan saat itu hanyalah Lisa." (Ibu Lisa)
Pada malam hari setelah para remaja dibawa pergi. Kelompok penyihir menyerang desa. Mereka merusak ingatan dan menumbuhkan kebencian dihati para penduduk untuk melawan kerajaan. Mudah bagi mereka untuk melakukan hal tersebut karena pada hari itu seluruh remaja lelaki mereka telah dipaksa menjadi prajurit.
Leo tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Semuanya menjadi jelas. Kemungkinan kerajaan sudah mengetahui bagaimana para penyihir menambahkan jumlah anggota mereka. Itulah sebabnya Leo tidak pernah diizinkan pulang. Dan memang surat yang diterima dari kedua orang tua Leo tidak pernah menyebutkan kata ksatria di dalamnya. Dan mungkin surat balasan Leo tidak pernah sampai kepada mereka.
"Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang? Mungkin saja. . . Aku telah membunuh penduduk desa Hakka tanpa kusadari. Bibi. . . Katakan apa yang harus aku lakukan sekarang!" (Leo)
Leo gemetar dengan kemungkinan yang mengerikan. Ibu Lisa menggenggam tangan Leo dan menatap kearahnya.
"Tenanglah nak. Entah mengapa hanya aku dan Lisa yang memiliki kapasitas energi yang besar, hanya kami yang menjadi bagian dari pasukan penyerang. Penduduk desa yang lain saat ini sedang beraktifitas seperti biasa di desa namun ingatan mereka masih kacau. Apa yang ingin kukatakan adalah aku telah meneliti para penyihir selama bertahun-tahun dan akhirnya aku menemukan cara untuk mengalahkan mereka dan mengembalikan ingatan penduduk desa." (Ibu Lisa)
Leo mengusap air mata yang tersisa di pipinya. Kemudian menarik nafas panjang untuk menenangkan dirinya.
"Kalau begitu biarkan aku mendengarnya." (Leo)
***