Chereads / Kerajaan Meitin: Kisah ksatria dan penyihir / Chapter 9 - Oase di tengah padang pasir

Chapter 9 - Oase di tengah padang pasir

(Keesokan harinya)

10.000 prarjurit dan ksatria berkumpul di depan gerbang kerajaan. Leo memperingati raja akan datangnya serbuan gelombang dua oleh penyihir.

Raja sangat terkejut dan segera mempersiapkan pasukan semaksimal mungkin, karena informasi yang mendadak, raja hanya mampu mengumpulkan pasukan yang saat ini sedang berdiri penuh cemas di depan gerbang kerajaan.

"Apa benar mereka akan menyerang pagi ini Leo?" (Raja)

"Begitulah informasi yang hamba dengar." (Leo)

"Apakah cukup hanya dengan 10.000 prajurit untuk melawan 10.000 penyihir? Kemarin saja rasanya kita akan kalah hanya dengan 5000 penyihir jika kau tidak menangkap komandan mereka." (Raja)

"Meskipun begitu, kita tidak boleh menyerah sebelum hasilnya terlihat jelas, yang mulia." (Leo)

Leo sebenarnya tahu bahwa yang menghadapinya hanya kekalahan dan kehancuran. Selama ini ksatria selalu menang dengan jumlah. Kualitas tempur penyihir jauh melampaui ksatria, satu penyihir dapat menahan 2 sampai 3 ksatria. Bukanlah berita baik jika mereka harus melawan penyihir dengan jumlah yang sama.

Leo begitu cemas, menunggu datangnya sebuah keajaiban yang dapat membawa kemenangan tanpa adanya korban jiwa. Ia ingin mengatakan kepada Lisa yang berada di kamarnya bahwa ibunya selamat. Tapi bagaimana jika ibu Lisa tidak muncul juga? Bagaiman jika 10.000 penyihir benar-benar menyerang kerajaan? Ia tidak dapat menanggung rasa bersalah karena tidak dapat memenuhi keinginan terakhir ibu Lisa, yaitu untuk menjaga Lisa.

"Zing!"

Terdengar suara seperti gasing diputar, sejurus kemudian sebuah lubang hitam muncul sekitar 500 meter di hadapan gerbang kerajaan. Lubang itu terus membesar dan membesar. Dari dalam lubang muncul para penyihir.

"Mereka datang." (Raja)

Raja dan para ksatria menahan kepanikan mereka, begitupun Leo. Namun apa yang dicemaskan oleh Leo bukanlah kedatangan para penyihir, melainkan ibu Lisa.

'Oh tidak, apakah bibi gagal dan sudah terbunuh? Tidak, tapi. . . Mereka datang dan tak ada tanda-tanda bibi akan muncul. Ini sudah berakhir.' (Pikir Leo)

"Jangan takut! Kita akan mempertahankan kerajaan ini hingga titik darah penghabisan. Jika kalian akan mati maka matilah sebagai ksatria membanggakan dengan mengangkat pedang kalian." (Raja)

"Uoooooohhhhh" (Prajurit dan ksatria)

Leo tidak ikut dalam sorakan semangat yang sedang menggema. Ia belum bisa menerima kenyataan bahwa ibu Lisa telah gagal. Leo kembali mengarahkan pandangannya kepada pasukan penyihir yang saat ini tidak bergerak. Ada yang aneh, dia melihat sesuatu yang dapat dikatakan sebuah keajaiban. Oase di tengah padang pasir. Sesuatu berwarna putih berkibat di tengah pasukan penyihir. Itu adalah bendera putih! Bendera tanda bahwa lawan telah menyerah.

"Tunggu yang mulia! Hamba melihat mereka mengibarkan bendera putih." (Leo)

"Apa?" (Raja)

Raja menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas.

"Kau benar. Apa mereka menyerah? Apa yang sebenarnya mereka pikirkan?" (Raja)

Raja bingung dengan apa yang sedang terjadi. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Bisa jadi bendera putih itu merupakan jebakan atau strategi baru dalam pertempuran. Namun seluruh perhatiannya sekarang tiba-tiba tertuju pada seorang penyihir yang sedang berjalan mendekatinya kemudian berlutut di hadapan sang raja. Seorang delegasi.

"Angkat kepalamu dan katakan tujuanmu!" (Raja)

Tanpa gerakan yang tidak perlu, penyihir tersebut mengangkat kepalanya dan membuka tudung penyihirnya. Wajah sang penyihir bagaikan embun yang menyejukkan hati Leo. Wajah yang ia kira tidak dapat ia lihat lagi. Leo merasakan kelegaan yang luar biasa memenuhi dadanya. Ia tersenyum pada penyihir tersebut.

"Sykurlah kau selamat, bi." (Leo)