Fiyyin berjalan menuju kelas dengan raut wajah yang masih tidak percaya. Setiap beberapa detik ia tertawa mengingat gadis yang ia selamatkan adalah keturunan Issy, pantas saja, manusia biasa tidak akan pernah bisa mati dalam mimpinya kecuali memang takdirnya.
"Konyol!"
Seketika pandangan Fiyyin tertuju pada Nain yang duduk di bangku menutup wajahnya.
"(Ratu, ya? Aku tidak akan membiarkannya. Sudah cukup dengan perjanjian konyol itu, aku tidak akan membuatmu terlibat lebih jauh lagi dan membahayakan bangsa Issy."
"Benar. Aku harus mencari tahu sendiri dan menyelesaikannya! Zei? Aku akan mencoba membujuknya nanti." Nain mengangkat kepalanya dengan bersemangat dan menatap lurus.
"Menyelesaikan apa?" Fiyyin tiba-tiba sudah ada saja di samping Nain dengan wajahnya yang datar.
"Kau tidak perlu tahu." Nain menoleh sinis kemudian hendak berjalan melewati Fiyyin, "Minggir! Jangan memunculkan wajahmu di hadapanku lagi. (Aku sudah sangat stres dengan pria misterius yang ternyata adalah jin. Melihat wajahmu membuatku teringat akan mimpi-mimpi bodoh itu!)"
"(Kau membenci mimpi itu ya?)" Gumam Fiyyin dalam hati kemudian menahan tangan Nain dan membuatnya berhenti.
"Apa yang kau lakukan?" Nain menatap sinis tangannya yang di genggam tiba-tiba oleh Fiyyin.
"(Aku sudah bilang. Jangan melibatkan dirimu lebih jauh lagi. Aku tidak akan membiarkanmu mencari tahu tentang mimpi itu dan mendapat informasi lebih banyak lagi. Tetaplah diam, sebelum masalahmu melangkah terlalu jauh dan membahayakan golonganku. Aku sendiri yang akan menyelesaikannya.)
Nain semakin kesal karena Fiyyin hanya diam menatapnya sejak tadi dan tak melepaskan tangannya. "Apa yang kau lakukan! Lepaskan!"
Nain mulai tidak enak dengan suasana di kelas dengan murid-murid yang melihatnya tidak senang.
"Kelas akan di mulai sebentar lagi. Duduklah!"
jawab Fiyyin yang hampir tak bernada. Detik berikutnya seorang guru berjalan memasuki ruang kelas, Nain dan Fiyyin menoleh ke arah guru sebentar, kemudian Nain menepiskan tangannya, "Apa perdulimu!" dengan wajah kesal, Nain duduk di kursinya
Pelajaran berlangsung seperti biasanya, Nain dan Fiyyin melirik bergantian selama pelajaran. Nain yang terlihat kesal ingin sekali rasanya memukul pria peniru itu. Hingga beberapa jam berlalu, waktu istirahat akhirnya tiba. Nain terlihat terburu-buru mengemasi bukunya di atas meja dan memasukkannya kedalam tas, kemudian berdiri dan berjalan cepat keluar kelas.
Fiyyin diam-diam berjalan mengikuti Nain, mereka mengarah ke perpustakaan. Saat sampai, Nain melewati buku-buku seraya tangannya memegang satu-persatu buku di depannya. Membaca setiap kalimat yang terdapat di samping buku.
"Kenapa banyak sekali buku sejarah di sini. Aku bingung harus mencari buku mengenai mimpi itu di mana. Apakah di buku-buku horror?" Nain menoleh ke rak sebelah
"Jangan sampai dia menemukannya." Fiyyin yang berada tak jauh dari tempat Nain berdiri bergegas menyembunyikan buku-buku yang Nain cari. Menutup-nutupinya dengan buku lain agar Nain tidak menemukannya.
Nain berpindah ke rak buku horor dan membaca setiap judul buku. Setelah 15 menit berlalu, tak satupun buku yang ia cari terlihat, "Ah! Aku tidak bisa menemukannya." Nain menghela napasnya panjang. Setelah lama berkeliling benar-benar membuatnya lelah. Sementara Fiyyin terlihat tersenyum melihat Nain dari sela-sela buku yang menutupi tubuhnya.
"Bo**h!" Fiyyin tak lepas dari senyum mengembangnya.
"Permisi? Di mana aku bisa mendapatkan buku-buku horor selain di sini?" Nain memanggil penjaga perpustakaan.
"Ah! Hanya ini yang tersisa. Dan ini adalah koleksi horor yang cukup lengkap. Apakah kamu tidak menemukan buku yang kamu cari?" tanya penjaga dengan ramah.
Nain mengangguk. "Aku sudah mencarinya, tapi aku tidak bisa menemukan tentang buku yang berhubungan dengan jin?"
Penjaga tersenyum tak percaya, "Tidak mungkin. Pasti ada di suatu tempat. Aku sangat mengingatnya, kita memilik cukup buku mengenai yang kamu cari. Memang anak muda zaman sekarang langsung bertanya tanpa mencarinya dengan teliti." penjaga langsung melewati Nain dan mencari buku yang di cari.
Nain menautkan alisnya dan mengernyitkan dahinya, "Apa dia menyindirku? Aku?!"
Nain kemudian ikut berjalan di samping penjaga perpus itu dan menarik sudut bibirnya, "Menemukan sesuatu? Ini sudah 5 menit, seharusnya penjaga perpustakaan menghafal letak buku-bu-."
Belum sempat Nain menyelesaikan ucapannya, penjaga perpustakaan itu langsung menghentikannya dengan menyodorkan sebuah buku. "Ini."
"Eh?" Nain terkejut. Sejak kapan buku itu ada di sana? Apa matanya benar-benar bermasalah?
"Pantas saja kau tidak bisa menemukannya. Seseorang menutupinya dengan buku lain. Ini, ambillah. Cepatlah jika ingin membacanya. Waktu istrahat hanya tersisa lima menit lagi."
"Hah! 5 menit?" Nain lekas mencari meja kosong dan duduk di sana. Belum sempat Nain membuka buku itu, tiba-tiba sebuah suara menghentikannya, "Sudah makan?"
Nain menoleh pada suara di sampingnya, "Kau? Sudah kubilang jangan menunjukkan wajahmu di depanku?"
"Aku di sampingmu?" Fiyyin tersenyum.
Nain menghela napas, "Apa dia bod*h?"
"(Bo-bod*h? Kau tidak tahu bercanda, ya?)" Fiyyin mengumpat dalam hati dengan wajah kesal menatap Nain.
Nain tidak menghiraukan pria di sampingnya ini. Hendak membuka buku di tangannya, namun dengan tiba-tiba sebuah tangan menutupnya. "Makanlah denganku."
Nain menatap sinis, "Jangan menggangguku. Sejak kapan kita sedekat ini sampai kau berani mengajakku makan bersama?"
"Sepertinya kau menolak. Baiklah, sampai jumpa." Fiyyin tersenyum seraya berdiri dari duduk lesehannya. "(Kurasa cukup?)"
"Menyebalkan!" Nain kembali fokus pada bukunya setelah melihat Fiyyin pergi dari sampingnya. Detik berikutnya, suara bell masuk terdengar. Nain menghela napasnya kasar dan menatap Fiyyin yang masih berjalan belum jauh.
"Lima menitku!!"
**TheSecretOfMyDream**
"Butuh berapa lama menyiapkan pasukan perang?" Vaqsyi bertanya pada Randi di sebelahnya.
"Kurang lebih 10 hari yang mulia. Terlebih, beberapa pasukan perang kita sedang berada di luar kota untuk mencari informasi mengenai urusan kerajaan Ghaur dan beberapa lainnya pergi ke daerah-daerah."
"Percepatlah! Aku benar-benar sudah tidak sabar."
"Baik, Yang mulia." Randi menanggapi perintah Vaqsyi.
Vaqsyi menghela napas berat. Randi yang melihat Rajanya tampak risau langsung menanyakannya, "Apa yang terjadi, Yang Mulia? Sejak kepulangan anda dari alam fana, anda terlihat cemas bahkan tidak seperti biasanya memerintah untuk mengumpulkan semua pasukan perang."
"Gadis itu.. Akan di angkat menjadi Ratu oleh golongan Issy."
"Ratu? Bagaimana mungkin? Dia adalah campuran dari jin Issy dan manusia. Bagaimana mungkin bisa di tunjuk sebagai Ratu?" Randi menatap tak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Dan Fiyyin akan di angkat menjadi Raja." gumam Vaqsyi lagi.
"Ba-bagaimana mungkin? Tuan Fiyyin telah berkhianat dahulu ketika orang tuanya meninggal. Bagaimana mungkin bisa menjadi Raja?"
"Apa Raja Issy mencoba membalaskan dendam pada kerajaan kita? Karena dahulu kita pernah mencoba menghancurkan kerajaan mereka? Atau mereka tahu mengenai perjanjian itu?"