Chereads / The Secret Of My Dream - tahap revisi / Chapter 33 - Kau Adalah Penyelamatku

Chapter 33 - Kau Adalah Penyelamatku

"Kau mau membawaku kemana, ayah?" tanya Galtain penasaran seraya memperhatikan sekitarnya yang terlihat sepi.

"Sebentar lagi. Kau harus menemui seseorang."

Galtain masih tak mengerti dengan maksud ucapan Hartis dan terus berjalan dari belakang mengikuti ayahnya.

"Sudah sampai. Tunggulah sampai dia keluar." Hartis menghentikan langkahnya tepat di gang kosong.

Galtain mulai memperhatikan sekitar. Tiba-tiba suasana terasa gelap dan muncul aura yang sudah jarang di rasakan oleh para petinggi seperti Galtain. Galtain tergelak saat melihat bayangan besar keluar dari sudut gang, benar-benar sosok yang menyeramkan.

"Itu.. Apa?" Galtain penasaran dengan yang ia lihat. "Aura yang sangat kuat, dan... jahat." gumam Galtain lagi.

"Benar. Dia sangat kuat dan jahat. Makhluk itu mengambil jiwa manusia sebagai energinya." Kata Hartis menjelaskan.

"Apa aku harus membunuhnya? Sepertinya aku akan mati sebelum berhasil membunuhnya."

Hartis tersenyum. "Karena itu, kurasa Fiyyin pun tidak akan berhasil membunuhnya melihat energinya sangat kuat."

Galtain mengangguk paham. "Benar. Tapi, jika aku ataupun Fiyyin sudah mendapatkan energi dari manusia, makhluk menyeramkan ini bisa mati." Galtain berpikir sejenak dan menaruh tanganmu di dagu, "Hmmm... Apakah aku harus melakukannya? Dengan cara mengambil jiwanya atau menciumnya?"

"Fokuskan dirimu!" Hartis berdiri di sebelah Galtain, "Kau hanya perlu melakukan satu hal."

Galtain menoleh, "Apa maksudmu?"

"Gadis manusia itu. Kau harus membawanya pada makhluk ini."

Galtain terkejut mendengar apa yang di ucapkan Hartis. "A-apa yang kau bicarakan? Apa ayah sudah gila?! Kenapa ingin mencelakainya?"

"Ayah?" Galtain semakin terkejut saat melihat mata iblis Hartis menyala, berubah menjadi warna merah terang.

"Lakukanlah! Ini perintah."

"Hah!" Galtain menghela napasnya, tak percaya dengan sikap Hartis yang berubah. "Kenapa? Kenapa kau ingin aku melakukannya? Kau tahu sendiri, Fiyyin berusaha melindungi gadis itu."

"Jagan banyak bertanya. Lakukanlah apa yang kuperintahkan!" Hartis menegaskan nada bicaranya.

"Kenapa?! Kenapa?! Kenapa?! Aku harus tahu alasannya!" Galtain ikut terbawa emosi dan menangis.

Hartis hanya diam, kemudian berbalik badan. "Lakukanlah jika kau masih ingin kembali ke rumah."

"Tidak! Aku tidak akan melakukannya! Apa ayah sudah gila?! Menyuruhku menyerahkan gadis itu lalu Fiyyin akan melawan monster ini? Sama saja aku membunuhnya, ayah tahu sendiri Fiyyin pasti akan menyelamatkan gadis itu dan mempertaruhkan nyawanya."

"Aku juga tidak ingin mencelakai Fiyyin. Karena itu, bawa dia pergi sebelum terbunuh dan biarkan manusia itu,"

"Tapi kenapa? Kenapa ayah ingin mencelakai gadis itu? Kita tidak ada hubungan dengannya."

"Ini perintah Vaqsyi. Kau harus menuruti perkataannya."

Galtain tergelak. Kakinya mundur selangkah seraya menghela napas, "Hah! Vaqsyi?"

"Kau harus membantu Vaqsyi menyelesaikan rencananya, bukan Fiyyin. Vaqsyi sudah memberikan segalanya yang ku minta, karena itu kau harus membalas budinya."

Galtain tertawa tak percaya. Hartis melanjutkan ucapannya, "Lakukanlah! Secara bersih. Dengan begitu, hubunganmu dan Fiyyin akan baik-baik saja. Jangan sampai ketahuan jika kau mencoba mengkhianatinya. Mengerti?"

*TheSecretOfMyDream*

Wajah Fiyyin seketika merona merah seiring tatapannya yang dalam. Perlahan namun ragu, Fiyyin semakin mendekatkan wajahnya sembari menatap bibir tipis wanita di hadapannya ini. Nain tergelak, entah apa yang ada di pikirinnya, ia memejamkan mata. Wajah mereka semakin mendekat, dan seketika Fiyyin tersadar. Ia segera menjauhkan wajahnya.

Nain ikut menyadarinya. Membuka mata seraya berkedip menatap Fiyyin malu.

"(Apa yang telah kulakukan? Kenapa aku menutup mata?)"

"Aku, aku tidak bermaksud-" kata Nain gugup.

Fiyyin melepas pelukannya segera dan memperhatikan sekitar dengan canggung. "Sudahlah." Fiyyin kemudian kembali fokus, "Mulai sekarang kau harus memyelesaikan perjanjian itu. Aku tidak-"

"Tentu saja aku akan mengurusnya. Selama kau ada di sisiku, aku yakin bisa menyelesaikannya." Nain tersenyum.

"Hah!" Fiyyin menghembuskan napasnya. "(Haruskah kuberitahu tidak akan melindunginya lagi?)" Fiyyin ragu dengan tatapan Nain yang mengharapkannya. "(Sebaiknya nanti saja. Nanti malam, tepat saat aku akan pergi ke kerajaan Issy.)"

"Sebaiknya kita pulang." Fiyyin berjalan lebih dulu meninggalkankan Nain.

Nain tersenyum. "Baiklah." Nain kemudian menyusul dan berjalan di samping Fiyyin.

"Apa kau sudah tidak takut?"

"Iya. Bagaimana mungkin aku takut pada orang yang menyelamatkanku."

"Orang?"

"Apapun itu, aku tidak perduli. Yang pasti, kau adalah penyelamatku."

Fiyyin tersenyum senang. "Benar."

"Kalian mau kemana?" Galtain berjalan dari arah depan.

"Pulang." jawab Fiyyin singkat.

"Wahh. Apa kalian berencana pulang tanpaku?"

Nain merasa tidak enak, "Tidak, tidak seperti itu-"

"Benar." jawab Fiyyin menyela ucapan Nain.

"Benar-benar menyakitkan, kau tahu?" kata Galtain kesal.

"Di mana ayahmu?" tanya Fiyyin tak perduli dengan bualan Galtain.

"Oh! Dia sudah kembali ke asalnya. Benar-benar menyebalkan, aku hampir mati melihat makhluk pemakan jiwa manusia."

"Pemakan jiwa manusia? Ada seperti itu?" tanya Nain penasaran.

"Tentu saja ada. Itu adalah energi kami untuk menjadi lebih kuat dengan cara cepat."

"Ba-bagaimana caranya?" Nain sedikit takut namun begitu penasaran.

"Membawa manusia itu dan mengambil jiwanya, tapi hanya jin jahat yang melakukan itu. Berbeda dengan kami para petinggi yang mulia, kami menggunakan cara halus seperti-" belum sempat Galtain menyelesaikan ucapannya, Fiyyin tiba-tiba menyambar.

"Kami tidak akan bisa melakukannya, hanya jin jahat yang melakukannya."

"Benar. Hal itu terlarang, kerana itu bangsa kami juga tidak berniat melakukannya." sambung Galtain.

"Tapi, apa kau meu melihat jin jahat itu?" tawar Galtain tiba-tiba. Fiyyin menatap terkejut.

"Sepertinya kau sangat penasaran, bagaimana kalau kita lihat langsung?"

"Lihat langsung?" Nain cukup takut dan membuatnya ragu untuk menerima tawaran Galtain.

"Tenang saja. Kami lebih kuat dari pada makhluk itu. Aku pastikan kau aman." Galtain kali ini lebih meyakinkan dan tersenyum penuh arti.

"Baiklah."

Galtain kemudian mengunci telepatinya dan bergumam dalam hati, "(Aku hanya perlu membawanya pada makhluk itu dan meyakinkan Fiyyin untuk meninggalkannya.)"