"Ratu? Bagaimana bisa gadis manusia itu menjadi Ratu? Dan kau? Raja? Bagaimana mungkin? Apakah ini masuk akal?" gumam Galtain tak percaya.
Fiyyin mengalihkan pandangannya pada Arsyi, tersenyum sinis seraya berkata, "Apa yang kau katakan padanya? Apa kau mencoba mencampuri urusanku?!"
Arsyi kemudian bergegas duduk di lantai karena takut dengan amarah Fiyyin.
"Jadilah Raja bangsa Issy di negara ini, kami tidak bisa menunjuk salah satu di antara bangsa Issy saat ini karena mereka berusaha memperebutkan posisi ini. Anda lah satu-satunya yang sah menjadi Raja atas amanah Raja sebelumnya."
Galtain yang terlihat kesal langsung berjalan mendekati Fiyyin dan berbisik, "Apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana bisa kau?"
"Entahlah. Aku bahkan hanya pernah bertemu dengan Raja Issy sekali." Fiyyin membalas berbisik.
"Kapan?"
"Hmm.. Saat Vaqsyi meminta izin untuk membawaku tinggal bersamanya, saat itu dia mengatakan 'Kembalilah jika saatnya tiba, kau tidak akan bisa menolak takdir atas dirimu'"
"Jadi, Raja Issy sudah menandaimu? Tapi apa alasannya?"
"Yang Mulia, Raja sebelumnya mengatakan jika tempat yang saat ini milikinya bukan miliknya, semua harus di kembalikan ke tempat semestinya."
Galtain dan Fiyyin terkejut. Namun Fiyyin menolak pikiran penasarannya, "Lupakan. Aku tidak akan pernah menjadi Raja. Pergilah, selama pintu itu masih terbuka." kata Fiyyin pada Arsyi sambil berjalan menuju sofa dan merebahkan tubuhnya.
"Pergilah!" Fiyyin mengulang kata-katanya karena Arsyi masih di posisi yang sama.
Arsyi berdiri, kemudian menoleh. "Bagaimana jika manusia itu menjadi Ratu? Anda tidak berhak menghentikannya."
Fiyyin tersenyum, "Coba saja. Entah bagaimana dia akan menjadi Ratu."
Arsyi terdiam tanpa sadar ia bergumam pelan. "Pengorbanan diri."
"Apa?" Fiyyin tidak mendengar jelas ucapan Arsyi.
"Tidak. Kalau begitu aku akan pergi. Sebaiknya pikirkan kembali tentang tawaran itu. Takdir tidak akan berubah, sekeras apapun anda mencoba menolaknya, anda pasti akan kembali pada takdir itu. Dan juga, apakah anda benar-benar akan membiarkan Raja Ghaur merebut kekuasaan Issy di wilayah kita? Sudah pasti para petinggi akan murka jika salah satu kerajaan Issy di taklukkan oleh kerajaan Ghaur."
Fiyyin diam. Matanya merah dan bening seraya memikirkan ucapan Arsyi.
Arsyi kemudian berjalan keluar rumah.
"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya Galtain sembari berjalan menghampiri Fiyyin.
"Entahlah."
Selang beberapa saat, Nain tiba dan turun melambaikan tangan ke arah Zei.
Saat Nain berbalik setelah Zei pergi dengan mobil taxi, tiba-tiba langkahnya terhenti saat ia berpapasan dengan Arsyi yang sengaja memperlihatkan dirinya.
"Hei? Apa kau mengingatku?" tanya Nain tiba-tiba.
Arsyi tersenyum, "Kebetulan sekali."
Nain tersenyum dan menunduk sebentar, "Terima kasih atas bantuan waktu itu. Aku benar-benar tidak tahu akan seperti apa jika kau tidak menolongku dari pria di toilet waktu itu. Sekali lagi terima kasih."
Arsyi membalas menunduk, "Tidak apa-apa. Aku senang bisa membantu."
"Ah, apa kau punya waktu. Ayo mengobrol sebentar. Kebetulan sekali kita berada di depan jalan rumahku."
"Baiklah."
"Ayo masuk." Nain mempersilahkan dan berjalan bersama.
Arsyi menatap Nain dengan senyuman penuh arti, "(Kesempatan bagus. Setelah sekian lama mengawasimu dari kejauhan di rumah ini, Ratu.)"
Nain membukakan pintu kemudian tersenyum menatap Arsyi. "Duduklah. Aku akan mengambilkan minuman sebentar."
Arsyi mengangguk kemudian hendak duduk sofa yang ia tahu Fiyyin dan Galtain tengah menatapnya sinis.
"Bertemu lagi." Ucap Galtain. Sementara Fiyyin menatap sinis.
"(Anda tidak bisa mengusirku karena Ratu sendiri yang mengundangku.)" Arsyi tersenyum dengan kata-katanya yang menyindir melalui telepati.
"Aku akan duduk." Arsyi mulai mencoba untuk duduk.
"Cih!" Fiyyin segera mengeluarkan api biru dari tangan kanannya. "Coba saja jika kau ingin menjadi daging panggang."
Arsyi menepiskan Niatnya untuk duduk dan berdiri 1 meter dari sofa.
Nain dengan minuman di tangannya berjalan heran menatap Arsyi, "Duduklah. Aku membawa beberapa minuman dan cemilan."
Arsyi tertawa tidak enak sambil melirik Fiyyin. "Kalau begitu, ayo duduk bersama."
"Baiklah." Nain dan Arsyi duduk bersebelahan di kursi panjang yang muat untuk 3 orang itu, dengan meja panjang di depan dan tv yang terletak di buffet. Sementara Fiyyin bergeser kesal ke pojok kursi sebelah Nain dan Galtain duduk di tangan kursi.
"Aishh!" Fiyyin berdecak seraya bergeser melihat ke dua orang ini hampir mendudukinya.
"Rumahku tidak terlalu besar. Bahkan untuk menambah sofa aku masih berpikir dua kali untuk membelinya."
Arsyi tersenyum canggung. Kumudian Nain kembali melanjutkan ucapannya, "Ah, ngomong-ngomong aku belum mengetahui namamu? Aku Nain Fyrita."
Arsyi tersenyum kemudian menyodorkan tangannya, "Arsyi Azura. Putri atau anak dari Raja Issy sebelumnya."
Nain terdiam karena bingung dengan ucapan Arsyi.
Fiyyin berbalik cepat menatap Arsyi dari belakang punggung Nain. "Hei! Kau gila?! Apa maksudmu?"
Arsyi tak mengindahkan Fiyyin dan melanjutkan ucapannya, "Kau tidak tahu? Di atas langit. Di sanalah kerjaan Issy berada."
"S**l! Hentikan!"
Nain menghembuskan napasnya tak percaya, "Mungkinkah?" Nain masih ragu dengan pikirannya. "Kau... bangsa jin?"
"Binggo!" Arsyi langsung menjentikkan jarinya.
"Hah!" Nain menghembuskan napasnya lagi. "Karena itukah? Kau bisa menghilang saat orang-orang berdatangan ke toilet saat itu?"
"Benar. Hhh.. Kalian mungkin menyebutnya teleportasi." Arsyi melirik Fiyyin sebentar yang tengah melototinya sinis, "Sepertinya sampai di sini dulu perkenalan kita." Arsyi berdiri dan menunduk sebentar, "Kalau begitu, aku akan pergi. Sampai bertemu lagi."
Nain masih mengatur napasnya, "Semua benar-benar melelahkan. Aku harus terbiasa dengan ini mulai sekarang."
Nain kemudian menghempaskan punggungnya ke senderan sofa dan kepalanya menengadah ke langit-langit, "Mungkinkah ada harapan?" Nain seketika mengingat Fiyyin, "Aku harap, dia bisa membantu?"
Nain mendesah kemudian memejamkan mata dengan kepalanya yang menoleh ke kanan, "Aku benar-benar lelah."
Fiyyin yang duduk di sebelah Nain menatapnya sejenak, sementara Galtain yang melihatnya tiba-tiba membuka suara.
"Apa yang kau lihat?"
"Wajahnya." jawab Fiyyin sederhana.
Kemudian menarik napas, "Hhhh.. Menurutmu, apa lebih baik aku memberitahunya?"
Galtain menoyol kepala Fiyyin, "Kau mau meberithunya tentang dia seorang Ratu? Apa kau g*la?!"
"Hei! Bukan itu maksudku." Fiyyin membalas memukul kepala Galtain dari duduknya. "Kau pikir aku bod*h? Jika dia menjadi Ratu, seluruh bangsa Issy akan memberontak dan mencelakinya karena tidak terima." Fiyyin kemudian tersenyum remeh, "Hhh, manusia menjadi Ratu bangsa jin. Itu adalah hal gila. Dia bahkan tidak memiliki sayap untuk terbang ke atas langit apalagi menduduki singgasana. Konyol!"
"Hei! Sebenarnya apa tujuanmu. Kau melindungi gadis ini dari Vaqsyi tapi kau juga menjelek-jelekkannya."
"Hhh, menurutmu kenapa aku melindunginya. Aku hanya ingin mencegah Vaqsyi melakukan hal buruk. Tapi tidak, sekarang aku tidak perduli Vaqsyi akan melakukan apa bahkan jika dia mati, aku benar-benar tidak perduli." Fiyyin menatap Nain sesaat, "Karena melindungi manusia ini, kini bangsa Issy dalam bahaya. Vaqsyi tidak hanya mengincarnya tapi kerajaan bangsaku. Menurutmu apa aku hanya akan diam?"
"Lalu? Kau akan menerima tawaran menjadi Raja?"
Fiyyin menghembuskan napasnya, "Hhhhh, entahlah. Jika aku menjadi Raja, menurutmu akan seperti apa nanti? Pemberontakan, pengkhianatan bahkan pertumpahan darah. Apakah aku bisa mengatasinya?"
"Hanya itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan golonganmu dari perebutan kekuasaan Vaqsyi."
"Kau sudah mengetahuinya?"
"Ya. Putri Arsyi sudah mengatakan semuanya. Kembalilah ke kerajaan Issy, sekarang kau tidak memiliki alasan lagi untuk melindunginya karena Vaqsyi benar-benar sudah berubah."
Fiyyin menatap Nain sejenak, "Benar. Aku sudah tidak memiliki alasan lagi untuk melindunginya. Aku akan segera ke kerajaan Issy dan memastikan penunjukanku sebagai Raja. Tapi sebelum itu, aku ingin memberitahunya agar dia lebih mudah melindungi dirinya, karena setelah itu, mungkin kita tidak akan pernah bertemu lagi."
*TheSecretOfMyDream*