"Zei?"
Zei dengan raut wajahnya yang terlihat khawatir segera membuka suara saat melihat kehadiran Nain, "Nai? Dari mana saja? Aku mengkhawatirkanmu."
Nain lagi-lagi tersenyum, menyembunyikan perasaan sedihnya. "Maaf. Maafkan aku, Zei." bersama jalannya, Nain memeluk tubuh Zei dan air matanya sudah mengalir tak tertahankan lagi.
"Jangan cemas. Aku baik-baik saja, Nai." Zei dengan senyum lembutnya membalas pelukan Nain.
Perasaan bersalah dan takut, membuat Nain menangis semakin tersedu-sedu, "Zei... Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf,"
"Jangan meminta maaf, Nai. Aku benar-benar baik-baik saja." Zei lagi-lagi menenangkan dan menepuk bahu Nain pelan.
Nain semakin terisak dalam tangisnya, sambil mengingat hasil CT Scan dan pemindaian MRI milik Zei. "(Tidak. Semua tidak baik-baik saja, Zei. Semua terjadi karena kesalahanku. Aku-aku benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa padamu. Aku benar-benar takut, Zei...)"
*TheSecretOfMyDream*
"Gal? Gal?"
Galtain yang terlihat lelah, tertidur di sofa. Hingga menyadari suara yang sangat ia kenali, Galtain membuka matanya perlahan dan menoleh, "Fiyyin? Kau sudah bangun?"
"Air? Aku butuh air," gumam Fiyyin lagi yang masih terlihat lemas.
Galtain lekas mengambil gelas yang berisi air di atas meja dan menyodorkannya ke mulut Fiyyin. "Ini. Minumlah,"
Fiyyin meminum perlahan kemudian menghela napas setelah selesai. Galtain lekas meletakkan gelasnya di atas nakas dan tersenyum, "Syukurlah, kau baik-baik saja."
"Sebentar lagi di alam fana akan pagi. Aku harus segera ke sana." Fiyyin membantu tubuhnya bangun dengan sedikit sulit karena lukanya yang masih belum pulih total.
"Sekarang?" Galtain terlihat kesal.
Fiyyin tak menghiraukan Galtain yang terlihat tidak suka, "Aku harus di sana agar gadis itu aman, setidaknya dalam mimpi."
Suasana seketika hening hingga Galtain kembali membuka suara.
"Aku memberitahunya," gumam Galtain tiba-tiba dan membuat Fiyyin menoleh bingung. "Memberitahunya?"
Galtain mengangguk, "Aku memberitahu tentang mimpinya. Aku juga memberitahu tentang aku, kau dan semua yang ada di dalam mimpinya adalah bangsa jin."
Fiyyin terlihat kesal dan menarik kerah Galtain, "Apa yang kau lakukan! Beraninya ku memberitahunya tanpa sepengatuhanku!"
Galtain menarik sudut bibirnya, membuat senyuman kecil, "Ada apa? Lagi pula dia hanya manusia lemah. Apa kau menyukainya?"
Fiyyin melepas kerah Galtain kasar, "Konyol! Kau hanya memperburuk keadaan."
Galtain terkekeh, "Begitukah? Lalu bagaimana dengan persahabatan kita. Jika saja kau tidak menentang Vaqsyi, mungkin Vaqsyi tidak akan semarah ini dan masih ada kesempatan untuk kembali seperti dulu."
Fiyyin tersenyum kecil, "Tidak. Kau salah. Jika Vaqsyi berhasil membunuh gadis itu, menurutmu apa yang akan terjadi? Pertumpahan darah antara bangsa jin dan manusia. Dan jika bangsa iblis mendengarnya, sudah pasti Vaqsyi akan di bunuh karena menentang perjanjian perdamain. Bukankah aneh? Vaqsyi mengambil resiko sebesar itu hanya untuk membunuh satu manusia?"
"Aku benar-benar tidak mengerti."
"Aku akan ke alam fana. Jangan memberitahu identitasku degan menyamar sebagai manusia pada gadis itu. Dia berpikir aku berbeda dengan seorang dalam mimpinya, dengan begitu aku akan bisa melindunginya dengan mudah."
Api biru mengiringi kepergiannya saat Fiyyin melakukan teleportasi. Setelah sampai di alam fana, Fiyyin berjalan memasuki rumah Nain sambil memegang dadanya yang terasa sakit. Kemudian matanya tertuju pada Nain yang tengah terisak tangis di ruang tamu sambil menonton tv.
"Ada apa dengannya?" Fiyyin berjalan menuju sofa dan duduk di dekat Nain sambil menatap Nain yang menangis tersedu-sedu. "Apa dia menangis karena menonton drama?" Fiyyin menerka karena adegan sedih yang di tonton Nain.
"(Zei.. Zei.. Zei..)" Nain memanggil berkali-kali nama itu dalam hatinya, matanya terus menatap tv di depannya bersama air mata yang mengalir membasahi pipinya.
"Kenapa dia terus memanggil indera keenam itu? Jadi gadis ini menangis bukan karena drama ini? Gadis aneh!" Fiyyin tersenyum melihat tingkah Nain yang lucu baginya.
Galtain baru saja tiba melihat Fiyyin yang tengah tersenyum menatap Nain, "Aku harap kau tidak benar-benar menyukainya. Karena manusia dan Jin tidak akan pernah bisa bersama."
*TheSecretOfMyDream*
Saat ini, Vaqsyi tiba di SMA Sunstudent bersama pengawalnya. Dengan baju kerajaan yang masih melekat di tubuhnya, membuat bangsa jin lemah menunduk hormat seraya berbisik,
"Apa yang di lakukan Jin petinggi di dunia manusia?"
"Benar, membuat kesal saja."
"Stts, bukankah dia Raja Ghaur? Kita akan mati jika sampai terdengar olehnya."
"Eh, dia terlihat mirip dengan jin yang bersekolah di sini? Apa hanya perasaanku?"
"Tidak, dia memang mirip. Mungkinkah?"
"Kita harus memberitahu Ratu."
Vaqsyi menatap sekitar dingin, "Apa kau sudah memastikan informasi yang kau dapat?"
"Sudah, Yang Mulia. Jin yang membantu gadis itu pindah ke sini, karena gadis itu bersekolah di sini, Yang Mulia." jelas pengawal.
"Baiklah. Kapan manusia mulai berdatangan ke sini?" tanya Vaqsyi lagi.
"Sebentar lagi, Yang Mulia."
Vaqsyi menarik sudut bibirnya. Kemudian Vaqsyi menatap sekitar bergantian, sebuah aura kuat tiba-tiba dirasakan oleh Vaqsyi. "Ke arah barat."
"Eh, (Sudah ditemukan?)" pengawal heran pada Vaqsyi yang sudah menemukan yang ia cari.
"(Sudah kuduga, Jin petinggi. Gadis itu benar-benar beruntung. Tidak akan kubiarkan mereka menghalangi jalanku!)" gumam Vaqsyi bersamaan dengan jalannya. Wajahnya yang terlihat semakin dingin membuat setiap jin yang di lewatinya semakin ketakutan.