Pada pagi yang terik itu terlihat diantara kerumunan barisan murid sekolah menengah atas yang ada di wilayah bagian Prefektur Minato, Jepang, terdapat seorang pemuda dengan hanya membawa tasnya dalam ketenangan.
Para murid disekitarnya terlihat asik berbicara dengan penuh semangat dan ada juga yang bertingkah layaknya mereka seorang chuuninbyou.
Semua itu tak lepas dari kehidupan masa muda sekolah menengah atas yang membahagiakan, tapi bagi pemuda itu sendiri dia tak menemukan arti 'membahagiakan' itu untuk dirinya sendiri.
Namanya adalah Yukihara Yuka, saat ini dia tinggal seorang diri setelah dua tahun lalu sebuah kecelakaan merenggut nyawa seluruh keluarganya kecuali dirinya.
Masa lalu itulah yang membuatnya tidak dapat berinteraksi baik dengan orang lain. Setumpuk rasa penyesalan memenuhi pikirannya karena dia justru menjadi satu-satunya yang selamat. Dia bahkan tak sanggup menyelamatkan adik perempuannya.
Karena itu, Yuka menjadi anti-sosial. Dia mengacuhkan seluruh teman sekelasnya dan tak pernah satu pun berbicara dengan mereka.
Benar, jika mereka boleh menyebutkan maka Yuka adalah seorang hikikkomori.
"Pagi, Yukihara-san!"
Suara hangat seorang gadis teman satu kelasnya menyapanya, namun Yuka hanya memandangnya dan hanya kembali melangkah.
Gadis anggun dengan rambut merah tergerai hingga pundaknya dan juga manik mata yang senada itu adalah gadis primadona di angkatannya.
Yuuna Io.
Dia merupakan teman satu kelasnya, namun dia memiliki banyak teman berketerbalikkan dengannya.
"Pagi, semuanya!"
"Pagi, Yuuna-san."
"Oh. Sepertinya kau sedang penuh energi pagi ini, apa sesuatu terjadi?"
"Hehehe... tidak ada, aku hanya senang melakukannya."
Dilihat dari bagaimana dia mudah untuk memiliki pembicaraan dengan gadis lain itulah yang membuatnya mudah mendapatkan teman.
Yuka yang memperhatikan mereka dari belakang hanya sanggup menghela napas kasar seolah dia lelah menghadapi kehidupan sekolah.
Meski nilainya tidak begitu buruk, namun entah mengapa... sesuatu ada yang kurang.
★★★
Disaat waktu pembelajaran Takimiwa-sensei dimulai Yuka merasa dirinya mendengar seseorang seperti tengah memanggilnya dari suatu tempat.
"Ne~ Yukihara-san!"
Suara itu begitu kecil dan lirih, Yuka tidak bisa mendengarnya dengan baik.
"Yu-ki-ha-ra-san!"
Kali ini suara itu terdengar lebih keras dari sebelumnya sehingga Yuka tau siapa yang tengah berbicara padanya.
"Kau butuh sesuatu dariku, Yuuna-san?"
Io, yang duduk dibelakang Yuka memandangi lelaki itu dengan memohon. Yuka bisa menebaknya setelah mendengar perkataannya.
"Aku tau kau pandai. Ja-jadi, bisa pinjami aku catatanmu, Yukihara-san."
"Eh, ada apa? Bukannya kau biasanya sudah mengerjakan semua pekerjaanmu?"
"Hari ini aku lupa! Tehee~"
Tehee, katanya... pikir Yuka. Dia tak menyangka dari sekian banyak orang, Io justru terlebih dahulu bertanya padanya.
Yuka selalu menganggap Io adalah orang yang paling sempurna karena kedisiplinannya juga semangatnya, namun melihat sisinya yang meminta jawaban pekerjaan rumah... bukankah itu terdengar aneh.
"Kau bukan tipe yang akan ketiduran karena belajar kan?"
"Sayangnya bukan."
'Lalu kenapa kau bisa lupa?!' itu yang akan diucapkan Yuka, namun dia menelan mentah-mentah perkataannya.
Itu benar. Bersikap dekat dengan primadona kelas itu bukanlah hal yang sepenuhnya dia inginkan.
Io adalah murid yang mudah bergaul dan senang diajak untuk bicara. Itu sepenuhnya berketerbalikkan dengannya.
Dirinya pendiam dan tidak menginginkan berhubungan dengan siapapun. Namun tetap saja Yuka terhitung sebagai salah satu murid terpandai di sekolah. Dia mungkin tidak banyak prestasi, namun nilainya pada setiap ujian selalu diatas rata-rata.
Itulah mengapa Io meminta tolong padanya, lagipula hanya Yuka yang duduk di depannya memudahkannya untuk bertanya tanpa mengkhawatirkan tatapan milik Takimiwa-sensei.
Hanya karena keadaan memaksanya harus melakukan sesuatu.
Yuka tak ingin kejadian ini membuat dirinya dekat dengannya.
"Materi apa?"
Ini bukan seperti Yuka bersikap baik padanya, dia hanya ingin segera mengakhiri pembicaraan mereka.
"Sastra Jepang."
"Eh, kau tak bisa menulis kanji?!"
"Yah, hanya sedikit. Aku hanya tidak benar-benar menguasainya."
Yuka ingin mempertanyakannya lagi, tapi mengingat Takimiwa-sensei akan memperhatikannya, Yuka memutuskan untuk meminjamkannya.
"Cepat kembalikan karena setelah ini adalah sastra Jepang."
"Baik!"
Dengan begitu percakapan mereka berakhir. Yuka bisa merasakan semangat gadis dibelakangnya yang menyalin pekerjaannya tanpa memperhatikan pelajaran Takimiwa-sensei.
Dalam hatinya Yuka bergumam.
'Apa yang telah aku perbuat?'
★★★
Jam sekolah telah berakhir, namun Yuka masih saja duduk termenung pada bangkunya menatap jauh keluar sana.
Menjadikan Tokyo Tower sebagai bahan lamunannya, Yuka terus memikirkan banyak hal tak penting lainnya.
Sebenarnya tak banyak hal yang bisa Yuka pikirkan selain pelajaran ataupun masa depannya. Hanya saja ada sesuatu yang pada saat kapan pun bisa menjadi masalah yang menyulitkan.
Benar, itu adalah uang.
Untuk beberapa hari ini mungkin tak akan menjadi masalah, namun dengan kebutuhannya seperti makan atau keperluan hidup lainnya, dalam jangka waktu dekat uang asuransi yang dimilikinya pasti akan habis.
Yuka berpikir mungkin tak akan ada yang mau mempekerjakan anak sekolahan sepertinya.
Jika dia tak melakukan sesuatu dengan itu. Yuka jamin dia akan dengan segera kehabisan uangnya.
Meskipun Yuka telah menutupi biaya sekolahnya, dia sendiri masih tak yakin dirinya akan bisa mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya.
Bagaimana pun caranya Yuka ingin sukses dalam hidupnya atau setidaknya dia ingin seperti ayahnya yang sangat pandai di bidang komputer.
Namun, kehidupan Tokyo itu sulit. Yuka tetap membutuhkan uang untuk makan dan minum.
"Aku perlu mencari pekerjaan."
Tapi apa? Itu lah yang tidak terpikirkan olehnya. Pekerjaan yang tidak membutuhkan banyak waktu dan bisa dilakukan di waktu luangnya, namun mampu menghasilkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit adalah apa yang Yuka cari.
Lalu pandangannya tanpa sadar turun pada lapangan sepak bola sekolahnya. Suara kegaduhan beberapa murid membuat lamunannya tanpa diduga pecah.
Namun Yuka dikejutkan dengan kegaduhan itu. Kegaduhan yang tidak disebabkan oleh seseorang, melainkan karena kegembiraan beberapa murid terhadap sesuatu.
"Bukankah itu perlengkapan AR, Raft-glass?"
Benda yang terpasang mirip sebuah headphone yang ditidurkan itu membuat Yuka tertarik dengan sendirinya.
Meski bentuknya sederhana, namun terdapat pemancar pada kedua pangkal sisi yang mana akan memunculkan sebuah layar proyeksi yang mampu digunakan layaknya ponsel pintar.
Dari yang dia dengar hanya butuh setidaknya sepasang Control Bracelet untuk mendukung peralatan itu supaya dapat digunakan secara virtual.
Yuka mengagumi pencipta benda tersebut. Disamping pengembangan ilmu peralatan VR, jauh AR telah berkembang hingga popularitas AR mengalahkan VR.
"Kalau tidak salah ada game AR yang menggunakan 'Money Trade System'."
Itu yang sempat Yuka lihat juga dengar dari berbagai macam papan iklan yang berjejer dijalanan kota selagi berjalan berangkat maupun pulang sekolah.
Rupanya selain bersenang-senang, Kimura Makoto selaku pengembang peralatan dan pencipta game berbasis AR juga memanfaatkannya dalam berbisnis.
Kejeniusannya membuat Yuka kagum. Sudah puluhan kali sejak dua tahun lalu dimana Kimura Makoto tampil sebagai berita terhangat pada koran maupun televisi.
"Apakah aku harus mencobanya sesekali?"
Yuka ragu, apakah dia baik-baik saja jika uang yang ada dia pergunakan untuk membeli peralatan AR. Andai dia tidak dapat memainkan game dan mendapatkan poin untuk ditukar dalam 'Money Trade System', maka semua itu akan jadi sia-sia.
Namun jika Yuka pergi terlalu jauh, disamping mendapatkan uang mungkin dia hanya akan kecanduan game. Keputusan itu adalah hal terberat untuknya.
Apalagi sudah dua tahun dia sendirian. Dia masih ingat beberapa hari sebelum kematian seluruh keluarganya.
Saat itu adalah waktu dekat hari ulang tahunnya. Ibunya dan ayahnya telah menjanjikan untuk membelikan sebuah peralatan AR untuk hadiah ulang tahunnya.
Namun hari itu tidak pernah datang.
Rasanya jika memikirkan peralatan itu membuatnya teringat akan kematian seluruh keluarga Yukihara. Yuka tak bisa menerimanya.
Kekesalannya membuatnya seolah-olah mampu mendorongnya untuk membiarkan air matanya menetes. Yuka masih tidak bisa menerima takdirnya itu.
Senyum yang dimiliki mereka sekeluarga masih terngiang di kepalanya. Bahkan liburan terakhir mereka di Osaka masih dapat Yuka ingat dengan benar.
Namun dirinya tak ingin terus berkubang di dalam sesuatu yang sudah tidak bisa dia ubah. Yuka ingin melakukan sesuatu untuk kembali melangkah maju... meski tanpa mereka.
"Baiklah, sudah kuputuskan."
Dengan begitu Yuka meninggalkan ruang kelas. Yuka berbalik merasa seperti ada yang mengawasinya, namun segera pergi begitu mengetahui tidak ada siapapun disana.
★★★
"Apakah ini akan baik-baik saja?"
Tidak lebih dari satu jam setelah Yuka pergi dari toko permainan untuk membeli peralatan AR, dia mulai merasa bimbang.
Pasalnya dia telah menghabiskan banyak uang hanya untuk membeli barang satu paket lengkat tersebut.
Anehnya saat Yuka membongkar isi kotak itu dia menemukan sebuah memori chip seperti sebuah flashdisk yang menurutnya tidak seharusnya ada disana.
Berbeda dengan memori card yang digunakan untuk menyimpan sebuah data, memori chip digunakan untuk penginstalan software aplikasi tertentu layaknya sebuah IOS.
Sisanya adalah hal yang dia ketahui seperti Raft-glass, Control Bracelet, dan sebuah Stick Grid. Stick Grid sendiri adalah peralatan pendukung sebagai perantara dalam game berbasis AR yang memanfaatkan konsep elektromagnetis.
Stick Grid dapat mengubah tampilannya menjadi berbagai hal yang dibutuhkan dalam sebuah permainan layaknya pedang, senapan, dan sebagainya. Saat getaran elektromagnetik yang dipancarkan darinya bertumbukkan dengan getaran serupa lainnya maka akan menghasilkan daya tolak menolak. Memanfaatkan efek seperti itu pada AR secara otomatis akan terlihat seperti mereka bermain fantasi sungguhan di dunia nyata.
"Sebaiknya aku memulai manual awal."
Karena didekat rumahnya telah menjadi sepi karena petang hari hampir membawa matahari sepenuhnya tenggelam, Yuka rasa itu adalah waktu yang cocok mencoba peralatan barunya.
Mengenakan semua perlengkapan juga sebuah sabuk yang dikhususkan sebagai penempatan Stick Grid, Yuka mulai mengaktifkan peralatannya.
"Memory... process!"
Membutuhkan pengaktifan suara, Yuka mengikuti apa yang tertulis pada manual. Dia mulai merasakan sedikit pusing karena warna-warni yang tersebar pada layar proyeksi dihadapannya.
Kata-kata seperti memulai sistem terlihat. Loading juga tidak bisa dihindari hingga tampilan normal muncul.
'Selamat datang, pada pengembangan dunia alternatif milik Raft Cooperation. Dunia dimana semua impian dapat terkabul, dunia AR!'
Yang Yuka dengar pertama kali adalah suara seorang gadis manis juga beberapa ikon yang tersebar pada pandangannya.
'Sebagai pengguna pemula, diharapkan untuk memulai beberapa pengaturan awal yang dapat dilakukan dengan menekan tombol Menu.'
Mengikuti apa yang diarahkan suara gadis itu, Yuka menekan tombol Menu di pojok kiri atas bidang penglihatannya.
'Lalu pergi untuk menekan tombol pengaturan. Mulailah untuk mengisi data pribadi. Tekanlah tombol Submit untuk mengakhiri proses.'
Lagi-lagi hal yang melelahkan, Yuka hanya mengikutinya dengan pasrah hingga dia melihat sebuah kejanggalan disamping petunjuk yang telah suara itu berikan.
Ada sebuah kolom kosong yang tertandai bintang diatasnya. Tertulis di dalam kolom panjang itu kalimat, 'Aktifkan fitur tambahan'.
"Fitur tambahan? Apakah ini dijelaskan dalam manual?"
Yuka berulang kali membuka buku manual untuk memastikannya, namun beberapa kalimat tertuliskan dalam kanji dan Yuka tidak sepenuhnya mengerti dalam sekali baca.
"Ahh, apapun itu. Aku hanya perlu menghubungkannya kan?"
Memory chip yang Yuka ketahui sebelumnya langsung dia hubungkan pada peralatan AR-nya. Seketika peralatannya memulai langkah ekspor data.
'Penginstalan selesai... Memulai proses penyimpanan berkas... Mengaktifkan fitur AI support!'
Kalimat itulah yang tertuliskan pada peralatannya setelah pengunggahan selesai.
Tampilan dihadapan Yuka kembali berubah. Tidak banyak darinya, namun seperti gambar buram terlihat pada salah satu sisi yang kemudian mulai melakukan pembacaan data.
Gambar buram itu seketika tergantikan sesuatu. Itu adalah sesosok wujud yang Yuka kenali dalam kisah fiksi yang sering ada.
Sesosok peri...
Sosok gadis peri dengan pakaian serba warna putih dengan rambutnya berwarna hitam legam dikuncir kuda juga manik mata kuning cerah memandangnya dengan hangat.
Ada dua pasang sayap tak kasat mata layaknya kupu-kupu, namun bentuknya lebih mendekati capung.
Saat Yuka masih terkesima dengan pemandangan di depan matanya, gadis peri itu mengenalkan dirinya.
"Selamat datang player-san di dunia ARMMO. Aku AI support yang akan memandu kalian dari sini, namaku Alice!"
Yuka langsung menyadari siapa sosok gadis peri manis dihadapannya tersebut.
"AI support, Alice..."