Dengan segenap tenaga Yuka menghunuskan pedangnya pada Rem yang berada cukup dekat dengannya. Akan tetapi, setiap kali dia berusaha mendekat Fenrir telah terlebih dahulu menghempaskannya.
Yuka menyadari Rem tidak lah serius melawannya, melihat perlengkapan yang digunakannya seharusnya dia jauh lebih kuat dari ini.
"Lemah sekali. Apa hanya ini saja kemampuanmu?"
Kata Rem mengolok dirinya.
"Aku..."
Lemah? Bukankah itu hanya karena perbedaan angka semata? Pikir Yuka, namun dia juga tak ingin kalah dengan tanggapan itu.
"Masih belum!"
Sekali lagi Yuka bangkit dan bergegas berlari menuju tempat Rem berdiri. Melihat reaksi yang serupa, Yuka segera melompat kecil ke samping menghindari serangan berulang yang dilakukan Fenrir.
'Jadi begitu, dia memperhitungkan serangan Fenrir. Tapi...'
Tanpa bergeming Rem mengaktifkan skill 'Throwing Sword' pada saat Yuka menghindari serangan Fenrir. Sekalipun dengan timing yang tepat, Yuka tak punya cukup waktu mengaktifkan skill untuk menghindarinya.
Namun menggunakan refleknya Yuka mencoba mengatasi serangan kejutan tersebut. Alhasil hanya lengan kanan atasnya yang tergores pisau tersebut.
Langkahnya terhenti. Yuka mengambil potion untuk meregenerasi HP miliknya.
Karena perbedaan level meski hanya tergores, damage yang diterimanya cukup besar.
"Katakan padaku, dengan kekuatanmu saat ini apa yang bisa kau raih? Apa yang bisa kau lindungi?"
Meski Rem hanya berniat memancing emosinya, namun perkataannya cukup tepat sasaran. Yuka sendiri menyadarinya bahwa dia terlalu naif untuk berharap banyak, namun hati kecilnya memintanya untuk tidak berhenti.
"Kalian sendiri, melakukan semuanya sesuka hati. Bukankah kalian sama sekali tidak melindungi apapun!"
Tekad yang terpancar melalui kedua matanya begitu membuat Rem dan Kurea terkejut.
Tak ingin membuang waktunya, Yuka mengangkat pedangnya kemudian memotong udara mempertunjukkan skill ‹Teleporter› miliknya.
Gesturnya begitu sederhana seperti sedang mengaktifkan sebuah skill tingkat rendah, namun Rem dan Kurea terkejut saat Yuka justru menghilang setelah tertelan dalam kabut hitam yang menjadi katalis sihirnya.
Meski begitu diantara mereka terdapat seorang dengan naluri yang tajam.
"Aniki, awas!"
Kurea segera mendorong Rem menjauh seraya menggunakan tombaknya untuk bertahan disaat bersamaan.
Sontak Rem menyadari apa yang baru saja terjadi.
Yuka muncul dari titik buta mereka dengan mengayunkan pedangnya. Beruntung disaat yang tepat Kurea berhasil menangkis serangannya.
"Heh, pemula memang sangat mudah ditebak."
Untuk dapat mengelabui musuh, seseorang bergerak secara diam-diam lalu memberikan serangan kejutan dengan damage tinggi dari titik buta musuh untuk langsung menumbangkannya tanpa perlawanan serius.
Akan tetapi sepertinya cara itu tidak berpengaruh pada Kurea. Bahkan jika Kurea terlambat memperhitungkannya, dia tetap akan segera dapat membaca strategi Yuka karena nalurinya yang tajam.
Kesanggupannya dalam menghadapi kerangan kejutan itulah yang menjadikannya sebagai seorang pengguna tombak.
Merasa tak dapat menandinginya dalam pertarungan langsung, Yuka berniat menjauh. Akan tetapi, Rem yang telah pulih mulai berinisiatif menyerang.
Tak dapat menandingi kerjasama mereka, Yuka tak memiliki pilihan selain bertahan. Dia kemudian mengambil lompatan mundur menjauh.
"Untuk pemula sepertinya tadi cukup mengesankan, tapi sayang sekali kau masih perlu banyak belajar."
Berdasarkan perubahan tindakan Rem yang memulai serangan jarak dekat, sepertinya dia mengetahui kelemahan kemampuan ‹Teleporter› Yuka.
Benar. Yuka hanya sanggup berpindah saat ada katalis yang menghubungkannya. Katalis itu hanya dapat diciptakan saat Yuka menggunakan pedangnya untuk memotong udara. Saat ini Yuka tak memiliki cukup waktu untuk melakukannya bahkan untuk beristirahat sekalipun tak ada.
'Mereka benar-benar seorang veteran.'
Mendapat serangan penuh penekanan, Yuka menjauhi medan pertempuran dengan bantuan perhitungan Alice. Meski gadis itu hanya terdiam, Alice tidak lain bertugas menjadi mata kedua yang mengawasi titik butanya.
Alhasil Yuka berhasil kabur dengan kemungkinan terburuk.
"Yukihara-san. Kenapa, kau berbuat sejauh itu?"
Di belakangnya, Io bergumam dengan perasaan cemas padanya. Baginya, Yuka terlalu bertindak ceroboh dan dia tak memahami apa yang pemuda itu pikirkan.
Satu hal yang dimengertinya hanyalah Yuka tidak melakukan sesuatu yang buruk.
"Ada apa? Kau ingin berhenti?"
"Cih!"
Sebagai lawannya, Rem dan Kurea tau bahwa Yuka telah dalam posisi yang sepantasnya memaksanya untuk menyerah, namun pemuda itu masih berdiri tanpa menghiraukan keadaannya.
Perbedaan level telah menjadi hal lumrah untuk pemain pemula menghindari pertarungan dengan pemain veteran. Yuka seharusnya sadar akan hal itu.
Namun, dia tak berhenti. Dia tak akan berhenti hingga dia mendapatkan apa yang diinginkannya.
"Sudahi saja ini Yukihara-san! Kau tak perlu melakukannya sejauh ini. Kau tak perlu lagi bertarung dengan mereka."
Io tak tahan melihat Yuka berjuang dengan alasan semu yang bahkan dia tau dia tak dapat mewujudkannya untuk saat ini. Alasan lainnya adalah dia tak ingin melihatnya terluka .
"Maaf Yuuna-san. Aku harus melakukannya. Aku hanya merasa kesal pada seseorang yang hanya mempedulikan dirinya sendiri. Aku akan membuat mereka sadar."
Di saat seperti ini menjadi lepas kendali dengan merusak apa pun mungkin adalah hal yang umum, tapi tujuan sebenarnya AR dibuat bukan seperti itu.
AR mencerminkan perasaan sebenarnya penggunanya, membuat mereka terbebas dari penderitaan yang mereka miliki bukannya menambah beban masalah yang ada.
"Kau boleh menanggapku aneh karena menganggap serius semua ini, tapi aku merasa... harus melakukannya."
Tersenyum pada Io, Yuka kembali mengambil beberapa langkah ke depan, namun Io menahannya dengan menarik lengan pakaiannya.
"Yuuna-san?"
"Maaf, aku tau aku mungkin tak berguna karena itu aku tak dapat menghentikanmu. Tapi, bisakah kau biarkan aku juga bertarung di sisimu."
"Tapi kau..."
"Aku tak bisa terus seperti ini. Aku juga ingin berusaha. Aku tak ingin terus berada di belakang punggungmu."
Io telah menetapkannya dalam hatinya. Bukan hanya menjadi gadis yang terus bersembunyi di balik punggung pemuda tersebut, tapi dia juga ingin bertarung bersamanya.
Seharusnya sejak awal dia menyadarinya. Mengapa saat di kelas dia selalu merasa Yuka adalah sosok yang berbeda. Punggung pemuda itu tampak tegap di matanya, namun dia juga merasa dirinya selalu berusaha untuk menyembunyikan sesuatu.
Setelah mendengarkan sedikit ceritanya akhirnya dia sadar betapa baiknya pemuda itu dan juga betapa rapuhnya dia. Dibandingkan dirinya yang terus-terus saja dibantu orang lain. Tak ada yang namanya 'teman' sungguhan baginya.
Saat dirinya sendirian, dia merasa putus asa tak mampu berbuat apa-apa. Namun saat itu Yuka menolongnya, memberikan kembali harapan pada gadis itu.
Harapan bahwa dia bisa berubah.
Perasaan itu terasa menghangatkan hatinya. Akhirnya Io menyadarinya, keinginannya yang sebenarnya. Dia ingin membalas kebaikkan hatinya.
Dengan berada di sampingnya, dengan saling membantu satu sama lain. Dia yakin dia akan mengerti arti 'pertemanan' yang sesungguhnya.
"Tentu saja."
Merasa tak dapat menghentikannya saat ini, Yuka bertaruh pada kesempatan sekecil apapun itu yang dimiliki Io. Dia tau memilih bertarung itu berarti dia siap menerima konsekuensinya bila sesuatu terjadi padanya.
Karena itu melindunginya sudah menjadi tugasnya.
Io terdiam beberapa saat mempersiapkan dirinya dengan arahan yang Alice berikan. Bagai sebuah anomali data, hembusan angin menyelimuti tubuh gadis itu yang kemudian mengubah avatarnya dalam sekejap waktu.
Dan di saat bersamaan muncul sesosok bayangan gelap berada di sisi gadis itu mendampinginya.
"Grrraaaa...!!"
Suara geraman itu mengejutkan mereka semua. Bahkan teruntuk Rem dan Kurea sekalipun.
"Yuuna-san, avatarmu itu..."
Io memperlihatkan sosok dirinya dalam balutan pakaian abad pertengahan yang terkesan berkelas berbeda dari perlengkapan Yuka pertama kali sebagai pemula.
Pada tangannya yang menggenggam Stick Grid, memperlihatkan senjata miliknya yang berupa sebuah tongkat sihir.
Sosok yang bersamanya adalah seekor harimau putih dengan belang di tubuhnya juga ukurannya yang menyamai Fenrir. Terlihat udara berkumpul diantara keempat kakinya seperti menyelimutinya.
"Makhluk itu..."
"Bukankah itu Byakko, satu dari empat binatang surgawi!?"
Byakko. Berdasarkan kepercayaan tentangnya, Byakko adalah salah satu binatang surgawi yang mampu mengendalikan elemen angin dan menjaga wilayah mata angin barat.
Kini makhluk mengerikan itu berdiri di samping seorang gadis pemula.
"Aniki, apakah mungkin..."
"Sepertinya begitu. Melihat perlengkapan dan kemunculan Byakko, sepertinya Yuuna-san melakukan konversi akun."
"Tapi, akun seperti apa yang... apakah mungkin dari 'orang itu'?"
"Aku juga berpikir sama. Sepertinya ini akan menjadi lebih menarik."
Selagi Rem dan Kurea tengah memperdebatkan sesuatu, Yuka yang sedari tadi terpaku memandangi gadis itu dalam diam kemudian berujar padanya memecah keheningan mereka.
"Yuuna-san. Kau nampak berbeda dari sebelumnya."
"Apakah begitu? Meski aku merasa sedikit tidak nyaman."
Meski yang mereka gunakan hanyalah tampilan proyeksi avatar mereka, namun mengombinasikan seragam sekolah yang mereka kenakan pada realita, rasanya terlalu cocok untuk sekadar tampilan belaka.
Seolah penampilan itu seperti telah dipersiapkan untuk saat seperti ini.
"Alice, apakah hanya perasaanku saja atau Yuuna-san memang tidak menggunakan perlengkapan pemula?"
Alice mengamati Io seperti sedang berusaha membaca sesuatu dari datanya. Untuk melakukannya dia perlu autentikasi dari user akun tersebut dan entah mengapa Alice dapat melakukannya tanpa hambatan.
"Memang benar level Yuuna Io-san masih 1, tapi semua perlengkapannya adalah perlengkapan atribut kelas elit."
"Apa maksudmu dengan perlengkapan atribut kelas elit itu?"
"Artinya perlengkapan Yuuna Io-san telah disesuaikan untuk meningkatkan class miliknya saat ini. Ditambah perlengkapan Yuuna Io-san adalah item drop dengan probabilitas keberhasilan rendah."
"Apakah mungkin rare item?"
"Seperti itu, Onii-sama."
Alasan kenapa Io memiliki perlengkapan kelas elit itu belum Yuka mengerti, namun melihat ekspresi Rem dan Kurea yang cukup terkejut membuatnya dapat mengerti satu hal.
Saat ini masih ada kesempatan untuk menang.
Meski ini akan merepotkan Io, namun Yuka tak memiliki pilihan lain. Lagipula sejak awal gadis itu telah memutuskannya.
Di samping itu, Yuka sudah begitu kelelahan. Dia tak tau apakah dirinya dapat bertahan lebih lama lagi dengan keadaannya itu.
Namun, Yuka ingin bertaruh.
"Aku mohon bantuannya, Yuuna-san."
"Tentu."
Meski pemula, Io telah mempelajari banyak hal dari kakak perempuannya yang juga seorang gamers. Io yakin kalau dia ingat hal-hal dasar seperti nama sihir dan batas SP yang dapat digunakannya.
Bersama Byakko, Io dapat mengontrolnya seperti sebagaimana pengamatannya pada Rem sebelumnya.
Io merasakan semangat dari dirinya mulai memanas. Dia tak bisa menahan diri dari kesenangan bermain bersama 'teman' yang sesungguhnya.
"Kalian boleh juga. Majulah! Tunjukkan semua yang kalian miliki."
Rem sangat menikmatinya terlihat melalui raut wajahnya yang begitu bersemangat dan antusias dengan pertarungan mereka yang kini bisa dikatakan seimbang dalam artian khusus.
"Kalau begitu, kita mulai ronde ke-2!"
Yuka meneriakinya dengan menghilang dari balik katalis sihir ‹Teleporter› miliknya. Bersama dengannya Byakko bergerak lurus menuju tempat Rem.
Yuka tau bagaimana pergerakannya dihentikan oleh Kurea karena itu dia membiarkan Io memilih Rem sebagai lawannya.
Tanpa mencoba mengecohnya, Yuka muncul kembali untuk menyerang Kurea tepat di hadapannya. Di saat bersamaan, Byakko melompat menerjang ke arah Fenrir menggagalkan usahanya untuk mengganggu pertarungan Yuka dengan Kurea.
Io melemparkan sihir ‹Air Shot› tepat pada Rem yang juga berusaha membantu Kurea. Mendapatkan balasan seperti itu, Rem terlihat menatap Io dengan senyum yang sulit di tebak.
"Jangan mengecewakanku, anak baru!"
Karena Io adalah player dengan class penyihir angin, Rem mendekatinya seraya mengayunkan belati di kedua tangannya. Akan tetapi saat dia pikir dia akan mengenainya, Io terlebih dulu dapat memanggil sihirnya.
"‹Aero Wind›!"
Di sekeliling tubuhnya muncul angin yang melindunginya sekaligus menghempaskan Rem saat lelaki itu berusaha menerjang ke arahnya.
Setelah terlempar cukup jauh, Rem berujar dalam hati.
'Dia memang berhasil menghempaskanku, tapi damage yang ku terima juga tidak terlalu tinggi. Apakah mungkin perlengkapannya juga meningkatkan efek knockback? Merepotkan saja.'
Dia akui meski tidak memberikan damage yang cukup kuat, namun Io berhasil melemparnya mundur menandakan bahwa justru Io lah yang mendominasi pertarungan mereka.
Jumlah penggunaan SP juga terbatas, tapi jika membandingkan maksimal SP yang mereka miliki saat ini maka Rem jauh lebih unggul meski penggunaan setiap skillnya cukup boros.
Itu berarti hanya tinggal berapa lama mereka dapat bertahan dalam keadaan ini.
Di samping itu Yuka dibuat kembali kerepotan dengan ketepatan pemuda bernama Kurea tersebut dalam memperkirakan setiap gerakannya.
Amagaki Kurea. Permainan tombaknya begitu baik seolah tak ada celah yang dapat Yuka tembus. Bahkan jika Yuka menyadarinya, dia tak memiliki cukup kecepatan dan damage yang besar untuk memecah serangannya.
"Kau pikir memisahkanku dengan Aniki dapat menyelesaikan semuanya, maka kau salah besar. Kau tak akan sanggup menggoreskan satu luka pun padaku."
Kata-kata pemuda itu terdengar sombong, namun kali ini Yuka tak akan termakan lagi ucapan mereka. Dia tak akan melupakan tujuannya bertarung kali ini.
Benar, dia tak perlu menang. Yuka hanya perlu melakukan sesuatu agar mereka berdua mengakhiri pikiran konyol mereka untuk menghancurkan menara tertinggi di dunia tersebut. Dia hanya perlu sesuatu, sesuatu yang dapat meyakinkan mereka berdua.
Saat memikirkannya, terdengar sebuah suara di antara mereka berempat yang seketika itu juga menghentikan pertandingan mereka.
"Sudahi pertarungan ini!!"
Suara itu begitu menggema, namun juga terdapat penuh penekanan didalamnya. Yuka maupun Io tak bisa berhenti terheran-heran karena mereka merasa mengenal suara tersebut.
Dan benar saja, dari balik jalan yang mereka lalui sebelumnya muncul dua orang gadis dengan penampilan avatar mereka yang begitu anggun dan cocok dengan tubuh mereka. Salah satu diantara mereka berujar dengan riang gembira.
"Kami akhirnya menemukan kalian, Senpai-tachi!"