Meski dilihat melalui tampilan yang muncul pada sebelumnya, Yuka masih tidak merasa akan aman bila dia bertarung seorang diri. Dirinya kalah jumlah.
Saat ini Yuka membawanya pada suatu tempat yang cukup menarik perhatiannya beberapa saat lalu.
"Di kuil ini kita aman. Monster seperti tadi pasti memiliki program untuk tak mendekati kuil."
Meski terasa sedikit mengganggu, sepertinya ada program yang menahan para monster untuk mendekati tempat suci. Mungkin karena ada hukum yang melarangnya.
Beberapa saat kemudian Io yang belum berbicara akhirnya membuka mulut.
"Yu... Yukihara...-san..."
"Apa kau masih takut, Yuuna-san?"
"Eeum* aku sudah lebih baik. Arigatou**!" (*menggeleng, **terima kasih)
Dengan seragam hampir serupa dengan milik Yuka, Io mengenakan seragam atasan putih dengan blazer hitam juga rok kotak kotak diatas lutut berwarna merah.
Sedangkan Yuka atasan putih juga blazer hitam terbuka menampakkan dasi merah tua juga celana panjang hitam serupa.
Melihat keadaannya yang begitu berantakan Yuka menawarkan diri untuk membantunya berdiri, namun Io menolaknya dengan ayunan tangan.
"Tak apa, aku masih bisa."
Io berdiri dengan perasaan campur aduk. Dia sepertinya masih belum paham apa yang terjadi padanya bahkan sekelilingnya.
"Kenapa kau ada disana sendirian?"
Tanya Yuka memecahkan keheningan.
"Aku? Apalagi, tentu berangkat sekolah lah."
"Lalu dimana tasmu?"
Wajahnya berpaling, sedikit rona merah nampak di pipinya.
"A-a-aku melemparnya..."
Dalam hatinya Yuka menyimpan sedikit rasa geli. Pasalnya, Io adalah gadis primadona dimana dia selalu berenergi setiap hati.
Dan saat ini, Io menunjukkan sisinya selain keanggunannya yang mungkin tak pernah dia perlihatkan pada siapapun.
Bahkan hingga berani melempar tas miliknya. Yuka pikir Io akan memilih untuk melarikan diri dengan itu, namun siapapun yang merasa takut pasti tanpa sadar akan melakukan apa pun untuk melindungi diri.
"Sekarang kita aman. Apa yang ingin kau lakukan setelah ini?"
Karena Yuka memiliki tujuan yang serupa— pada awalnya —mungkin Io akan berubah pikiran setelah semua ini terjadi padanya.
"Aku... aku tak tau... tapi, aku ingin pulang dan memastikan keadaan Tou-chan dan Kaa-chan."
Seketika Yuka tertegun. Dia ingat Io masih memiliki orang tuanya yang mungkin dapat dia mintai pertolongan dan melindunginya.
Tapi tidak untuknya.
Kemudian sebuah suara muncul diantara mereka.
"Aku kembali, Onii-sama!"
Alice yang sepertinya sempat tersesat karena tiba-tiba Yuka kembali menghilang, kemudian Alice berhasil menemukan sinyal kehidupan berbeda yang tengah bersama Yuka pada tempat yang sebelumnya mereka lewati.
Mata Io menangkap Alice penasaran. Dari penampilannya, Alice memang terlihat seperti adik perempuan Yuka dengan rambutnya yang hitam, meski manik mata mereka berbeda. Yuka berwarna biru dan Alice kuning.
"Yuka, dia... imouto***-mu?" (***adik perempuan)
Yuka tersenyum berkat pertanyaan Io, namun dari matanya nampak jelas Yuka menyimpan kesedihan didalamnya. Io entah mengapa bisa mengerti itu.
"Sebenarnya, dia Alice. Mungkin kau tidak mempercayainya, namun dia adalah AI."
"Eh!? AI katamu?! Tapi..."
"Benar, aku sebenarnya juga memiliki imouto, tapi aku kehilangannya setelah kecelakaan 2 tahun lalu bersama ayah dan ibuku."
Mendengar gumamam Yuka, Io tertegun. Dia merasa bersalah setelah mengingatkan lelaki itu pada kejadian pahitnya.
Hal itu mengingatkan Io alasan mengapa Yuka selalu menyendiri dan tak memiliki teman. Akhirnya Io membayari hal itu.
"Maaf..."
"Sekarang tak apa-apa. Lebih baik kita memikirkan keadaan kita saat ini."
Sedikit masih menyimpan perasaan berat hati, Yuka memilih menjelaskan segala yang dia ketahui satu persatu hingga Io mengerti.
Meski sekadar hipotesis, namun informasi itu dapat diandalkan. Yuka memahaminya karena dia merupakan murid dengan nilai ujian selalu diatas rata-rata.
"Tapi... apa alasan Profesor melakukan semua ini? Apa tujuannya?"
"Ma~ kita tidak akan tau jika tidak menanyakannya langsung. Alice juga sepertinya tidak mengetahui apapun."
Untuk beberapa saat mereka bertukar pandangan. Yuka yang tak tahan dengan keadaan mereka memalingkan mukanya.
Itu wajar. Dihadapannya adalah gadis tercantik di angkatan mereka terlebih lagi teman sekelasnya, Yuka merasakan perasaan tak enak darinya.
"Yah, seperti itu intinya. Jadi sebaiknya...——?!"
Yuka terhenti karena sebuah suara memotong pembicaraan mereka.
"Siapa disana!?"
Suara itu muncul dari arah kuil tepat dihadapan mereka. Yuka dan Io berpaling karenanya.
Itu adalah seorang gadis berambut hitam teruntai dengan ikatan kucir kuda disertai manik mata merah darahnya menatap dengan tajam lurus ke depan.
Pada tubuhnya terdapat kain kimono putih merah serta ikatan kupu-kupu obi hitam miliknya melekat indah di belakang punggungnya begitu erat.
Memperhatikannya lekat, Yuka dan Io bertukar pandang memahami sesuatu.
'Gadis ini... adalah miko dari kuil ini.'
Raut wajahnya tenang, namun tatapanya dingin. Dia mungkin berpikir Yuka dan Io melakukan hal yang tidak-tidak di kuil miliknya.
"Sedang apa kalian kemari? Bukankah kalian tau ketentuan tentang dilarang bermain di dekat kuil."
Gadis itu terlihat marah dengan bersedekap tangan didepan dadanya yang melimpah. Itu bergoyang tiap kali gadis itu pindah.
Yuka sendiri sadar dirinya memandang bukan kerah gadis itu, namun tetap saja dia tak bisa berhenti hingga Io menyenggolnya.
"Aku tak percaya Yukihara-san ternyata orang yang mesum. Dan juga, gadis itu lebih muda dari kita."
Saat Io mengatakannya dengan suara rendah dan terkesan kesal terhadapnya, Yuka terkejut. Namun bukan hanya sekadar itu keterkejutannya.
"Eh?"
Reaksinya itu sontak membuat gadis itu kebingungan. Dia menatap curiga sepasang murid sekolah menengah atas itu yang terlihat begitu dekat di wilayah kuilnya.
Dan yang lebih buruk lagi, kemunculan Alice menambah keterkejutan gadis itu.
"Ah, gadis itu..."
Gadis itu memandang Alice dengan terkejut, Yuka akan memperkenalkannya saat dia menyadari sesuatu.
"Tunggu, kau bisa melihat Alice?"
Karena Io terlihat sedang mengenakannya perlengkapan game jadi tak heran jika Io mampu melihat Alice, namun berketerbalikan dengan gadis itu.
Seketika itu mengganggu pikirannya. Jika orang biasa saja sanggup melihat program, kenapa saat itu Yuka tak bisa melihat apapun?
Namun reaksi gadis itu setelahnya justru membuat heran Yuka.
"Apa? Apakah dia program?"
Meski terkejut sesaat, gadis itu terlihat tenang dengan menghela napasnya panjang. Dari matanya terpancar seperti berbagai macam pertanyaan muncul, namun dia memilih diam.
"Siapa kalian?"
Untuk memastikan tidak ada kesalahanpahaman diantara mereka, gadis itu merendahkan bahunya untuk lebih rileks.
"Ah, kami dari SMA Hinabi tahun pertama. Namaku Yukihara... Yukihara Yuka. Dia Alice."
"Yuuna Io. Namaku Yuuna Io."
Gadis itu terdiam sejenak menatap Yuka lekat. Sesuatu terpancarkan melalui tatapan itu layaknya sedang berusaha menyampaikan sesuatu.
"Aku miko di tempat ini sekaligus murid tahun ketiga SMP Miyama, Kirishima Kazuha."
Jadi benar adik kelas!! Jerit Yuka dalam hati setelah mendengar gadis itu memperkenalkan diri.
"Bukannya aku tak mengizinkan kalian datang untuk berdoa atau semacamnya dengan peralatan itu, namun ada ketentuannya dan aku harap kalian menaatinya."
Tak hanya Yuka, namun Io juga memahaminya. Hanya saja hanya tempat ini yang ada di pikiran Yuka untuk mengamankan diri jadi dia terpaksa melakukannya.
"Maafkan kami, ini kesalahanku karena aku tak bisa memikirkan tempat lain."
"Tak perlu merasa bersalah, aku juga mengerti mengingat keadaan saat ini begitu menggangguku."
Kazuha menundukkan kepalanya. Dia memikirkan hal yang mungkin dapat Yuka mengerti melalui tatapan matanya.
Saat ini mungkin Kazuha sedang memikirkan sesuatu yang bersifat pribadi. Dia sering kali memandangi Yuka kemudian berpaling seolah sedang menyangkal sesuatu.
Tak lama berselang seseorang muncul. Seorang gadis yang datang dari arah tangga dibelakang mereka mengejutkan mereka semua.
"Ohayou, Kazu-chi! Aku datang untuk menjemputmu!"
Seorang gadis yang terlihat juga mengenakan peralatan AR itu mendekati Kazuha dengan suara yang menggemaskan.
Seragam sekolah atasan putih dengan bawahan oranye itu bergoyang mengikuti irama langkah kakinya.
Dia melewati Yuka, Io, dan Alice seperti tidak menyadari keberadaan mereka dan segera melompat setelah dirinya cukup dekat dengan Kazuha.
"Ka~ zu~ chi~!"
"Uwwaaa...!!"
Seperti menyadari apa yang akan dilakukan gadis berambut cokelat teruntai hingga bahunya itu, Kazuha berniat melarikan diri. Namun mengingat pakaian yang dikenakannya, dia tak begitu berharap banyak.
Tubuh gadis yang melayang itu menghantamnya begitu kuat hingga membuat mereka berdua tersungkur diatas lantai tatami.
"Uniyu~ Uniyu~ Seperti yang aku duga, dada Kazu-chi adalah yang terbaik!"
"Tu-tu-tunggu... hentikan, Kume-chan!"
Tak menghiraukan permintaan Kazuha, gadis itu terus meletakkan wajahnya diantara dada melimpah milik Kazuha mengusapnya dengan gelengan kepala.
Menjerit menutupi rasa malunya, Kazuha berusaha sekuat tenaga melarikan diri.
Yuka dan Io yang hanya bisa menatap pemandangan menggairahkan dipagi hari itu, memiliki wajah mereka memerah hangat. Sedangkan Alice hanya bisa memiringkan kepalanya tak mengerti.
Untuk beberapa saat mereka terus berada di posisi itu hingga Kazuha sampai pada batas kesabarannya.
"Hentikan ini! Dasar... hentai!"
"Kuhii!"
Kazuha mengangkat tangan memukul kepala gadis itu dengan tangan terbuka. Sontak merasakan sakitnya gadis itu menjerit.
Mereka terpisah dengan gadis itu berlutut memegangi puncak kepalanya dengan kedua tangannya.
"Kau jahat, Kazu-chi."
"Mou~ sudah hentikan untuk menyentuh dadaku setiap saat! Apalagi sekarang ada orang disana!"
Gadis itu berpaling masih dengan posisi berlutut. Matanya terbuka dengan lebar mengetahui ketiga orang lainnya masih berdiri dengan wajah yang memerah.
Bibirnya kemudian berujar dengan lirih.
"Sejak kapan mereka ada disana?"
Hening.
Kayuza pikir gadis itu akan mengatakan sesuatu seperti merasa malu atau terkejut mengetahui tindakan senonohnya dilihat.
Namun sepertinya rasa tak tau malu dari gadis itu sudah di tingkat yang tak dapat tertolong lagi.
Seketika urat di kepalanya bermunculan satu persatu.
"Cobalah... cobalah sadar akan kesalahanmu itu, Kume-chan!"
"Tapi aku tak bisa tahan untuk seharian tak menyentuh dadamu itu. Rasanya hangat dan begitu kenyal seperti manju."
"Berhenti untuk mengatakan hal yang tak tau malu, mou~!!"
★★★
"Jadi, Senpai-tachi. Maafkan aku untuk hal sebelumnya!"
Gadis yang memperkenalkan diri sebagai Sanada Kumeha itu membungkukkan badan dihadapan Yuka dan Io.
"A-ah, ya... kami juga karena... yah, kau tau memperhatikan kalian."
Io menyikut pinggang Yuka tak kala lelaki itu bahkan tidak menyangkal apa yang dia perbuat sebelumnya.
Kehadiran mereka disana adalah ketidaksengajaan dan sepertinya mereka telah mengetahui banyak hal yang bersifat privasi, rasanya tak enak jika mereka tak segera meminta maaf
"Ma~ ma~ ini sudah berlalu, jadi santai saja. Lagipula aku yakin Senpai sependapat kalau dada Kazu-chi adalah yang terbesar diantara semua orang!"
"A-apa, kenapa kau masih membahas hal itu?!"
Mengangkat pembicaraan yang tak pantas itu Yuka tak tau harus menjawab bagaimana, namun jika dia pikir lagi, dari semua wanita yang dia ketahui memang kalau gadis dihadapannya itu yang terbesar.
Saat memikirkannya, Io mencubit pinggang Yuka merasa tambah kesal.
"Sa-sakit! He-hentikan, Yuuna-san!"
"Mou~ kenapa kau bisa tenang dengan ini! Yukihara-san mesum!"
"Tu-tunggu dulu, kau tak berhak mengatakan itu. Secara naluriah lelaki memang seperti ini."
"HAH?! Jadi isi kepala lelaki hanya memikirkan dada wanita?! Terburuk! Mesum! Awalnya aku pikir kau orang yang baik-baik, tapi sepertinya aku terlalu berharap banyak."
"O-ouch!"
Melepas cubitannya dengan keras, Yuka menjerit karenanya. Dia pikir Io terlalu keterlaluan sudah menghukumnya.
Namun belum Yuka berkomentar, Io menimpalinya dengan suara yang lirih.
"Namun, jika itu kau... aku mungkin dapat mempercayaimu."
Io tertunduk. Pasalnya, bahkan sampai sekarang belum ada yang mengabarinya atau bertanya kabarnya. Hal itu membuatnya berpikir mungkin banyak orang lebih memikirkan diri mereka sendiri daripada membantu orang lain.
Saat Io diserang sebelumnya, banyak orang juga berlarian melewatinya, namun tak ada yang ingin membantunya.
Namun Yuka berbeda, dia bahkan menolongnya tanpa meminta apapun.
Dari sekian banyak orang, orang seperti Yuka lah yang dia butuhkan dalam krisis seperti ini.
Dalam hatinya Io bersyukur kalau Yuka adalah teman satu kelasnya. Dan Io pikir akan lebih baik untuk tetap bersamanya dalam waktu dekat.
"Onii-sama!"
Disamping pembicaraan mereka, Alice yang sedari tadi terdiam mulai membuka mulutnya merasakan perasaan yang tidak mengenakan.
"Waaa... suara Lice-chan imut sekali!"
Kumeha berseru pada Alice. Kazuha tampak menggelengkan kepalanya berharap untuk Kumeha menghentikan permainan kecilnya.
"Ada apa Alice?" (Yuka)
"Alice-chan?" (Io)
Berseru hampir bersamaan, Yuka dan Io berpaling berpandangan. Mereka lalu memalingkan wajah mereka melihat betapa dekatnya posisi mereka.
"Onii-sama, aku merasakan jejak aktivitas terbaru yang serupa dengan 'Reverse Reality' waktu itu."
"Apa maksudmu?"
Yuka mempertanyakannya karena dia belum mengerti. Alice kemudian mengungkapkan sesuatu yang mengejutkan mereka.
"Dikonfirmasi rangkaian kode algoritma yang tidak diketahui. Serangkaian sistem diperbaharui, penguatan data dalam jaringan akan terjadi. Sebentar lagi 'Reverse Reality' akan memasuki tahap kedua!"
Setelah mendengarnya, tak ada diantara mereka yang sanggup bersuara atau bergeming.
Hingga serangkaian gelombang melalui suatu titik meluas hingga batas tertentu.
Saat itu melewati mereka, data abnormal muncul pada layar proyeksi mereka kemudian dentingan suara yang memekakkan telinga terdengar.
"""AAAAARRRGGGHH——!!!"""
Suara jeritan rasa sakit memenuhi seluruh kota Tokyo.