"Yu... ki...?"
Tanpa sadar Yuka menangis. Tubuhnya gemetar dan bagai sebuah rekam ingatan, Yuka dapat melihat sosok Yuki yang berdiri dihadapannya dengan senyum hangat yang selalu ditujukan padanya.
"Yuki...?"
"Onii-sama, kau baik-baik saja?"
Yuki memandanginya dengan penuh khawatir. Raut wajahnya begitu cemas melihat sosok Yuka yang menangisi sesuatu.
"Yuki!"
"Eh...?!!"
Sebelum Yuki dapat merespon kembali, Yuka menepis jarak diantara mereka dan segera memeluknya dengan hangat.
Pelukan rindu yang teramat sangat itu Yuka tujukan pada Yuki, adik perempuannya.
"Aku... aku sangat merindukanmu...! Aku..."
Kini Yuki membalas pelukan erat Yuka dengan pelukan yang serupa. Dia mengusap puncak kepala Yuka layaknya ibu yang mengusap kepala anaknya berusaha menenangkannya.
"Itu pasti menyakitkan bukan? Rasa sedih yang tak dapat Onii-sama beritahukan siapapun... penyesalan tanpa akhir... dan amarah yang menguasai hati Onii-sama. Namun Onii-sama bertahan dengan semua itu. Onii-sama sangat hebat. Onii-sama sudah boleh membanggakan diri. Jangan sedih, karena jika Onii-sama menangis... Yuki juga akan menangis."
Suaranya sedikit berubah. Hal tersebut menyadarkan kembali Yuka. Matanya yang sebelumnya menangkap wajah Yuki dihadapannya kini lenyap tergantikan oleh sosok gadis yang sangat berbeda dari Yuki.
"Alice..."
Alice yang memeluk Yuka masih dengan tangannya pada puncak kepala lelaki itu kemudian berujar.
"Onii-sama tak boleh sedih. Disana, Yuki juga pasti memikirkan Onii-sama. Jangan sedih karena Yuki pasti tidak menginginkannya."
Yuka tak sadar apa yang baru saja dilakukan gadis itu. Melakukan terapi padanya? Atau berusaha mengambil posisi Yuki pada ingatannya.
Entah seberapa jauh Alice telah mengetahui semuanya, namun. Yuka mengangguk. Dia menyukai bagaimana Alice menyimpan ingatan itu dan merawat Yuka yang sangat kehilangan orang yang disayanginya.
Hatinya terasa begitu hangat setelah ungkapannya beberapa saat lalu. Yuka tidak pernah menyangka AR akan sangat berguna bagi seseorang yang membutuhkan terapi mental sepertinya.
"Sekarang aku baik-baik saja. Terima kasih Alice. Kau sangat membantuku."
Alice kembali tersenyum dengan manis. Yuka tak bisa mengalihkan pandangannya karena wajah dan cara bicara Alice terus saja mengingatkannya pada Yuki.
"Sekarang, apa yang akan Onii-sama lakukan? Aku ingin sekali Onii-sama meningkatkan ketrampilan Onii-sama, namun Onii-sama sama sekali tak memiliki pengalaman."
"Hahaha... itu sudah pasti karena ini pertama kalinya aku mencoba AR."
Saat mereka tengah membicarakan hal tersebut, tiba-tiba saja sebuah tulisan tanda peringatan muncul di layar perlengkapan Yuka.
{Caution!}
{Terdeteksi kemunculan monster berlevel lebih tinggi. Segera menjauhi 'Danger Area', atau mengungsi ke tempat yang lebih aman!}
Yuka yang tidak mengerti jadi kebingungan. Namun Alice yang memahami kode perintah itu terdiam dengan mata terpejam seolah akan melakukan sesuatu.
Kemudian setelah matanya terbuka, Alice memberitahukan Yuka kabar yang tak mengenakkan.
"Onii-sama, monster dengan 'Code Name : Tyran' berada tak jauh dari sini."
"Monster? Tunggu, jangan-jangan yang kau maksud 'player' sebelumnya adalah ini?!"
"Benar. Dengan terhubung pada ryumyaku, sistem akan mengikat Onii-sama lebih kuat, namun sebagai gantinya Onii-sama akan mendapatkan kekuatan dari sistem."
"Ryumyaku? Apa itu?"
Suara gemuruh di luar terdengar semakin kencang. Alice memutuskan untuk mempersingkat penjelasannya supaya lebih mudah dimengerti.
"Ryumyaku adalah bentuk dasar sebuah energi. Ini seperti sebuah database, namun dimiliki maksud hanya untuk menyuplai energi sihir dan keterampilan player."
"Jadi semua jenis sihir dan keterampilan berasal dari ryumyaku tersebut?"
Itu seperti seluruh player merupakan wadah bagi ryumyaku. Wadah tersebut dapat berkembang dan mengakses berbagai macam sihir dan keterampilan berbeda hanya dengan menaikkan level.
"Tunggu, itu berarti semua orang yang terhubung dengan AR mengakses ryumyaku tersebut?"
Sebagai jawaban Alice mengangguk.
"Itu benar."
Yuka terpikirkan sesuatu tentang penjelasan Alice barusan, namun dia belum sanggup memberitahukan AI tersebut karena sebuah alasan khusus.
Di samping itu, saat Yuka disibukkan dengan pemikiran tersebut getaran yang dirasakannya sebelumnya terasa semakin kuat. Sontak hal itu membuat pandangannya beralih ke luar jendela kamarnya yang kini tampak sesosok monster besar cukup dekat dengannya.
Saking besarnya Yuka bahkan perlu mengangkat sedikit kepalanya untuk dapat melihat rupa monster tersebut. Tubuhnya sedikit lebih tinggi dari atap rumahnya, tangannya berjumlah empat dengan berbagai macam senjata yang dipegangnya.
"Monster apa ini?! Ini lebih menakutkan dari yang ada di papan iklan!"
Perasaan takut seketika memenuhi dirinya, namun Alice yang berada di belakangnya memandangnya menaruh kepercayaan. Tatapan matanya seperti memintanya untuk tidak melarikan diri lagi.
Alice pasti memahami penderitannya selama ini. Gadis itu pasti ingin melihatnya berjuang meskipun itu demi harapan yang semu. Dengan begitu Yuka dapat berubah.
"Alice. Dengan mengalahkan monster itu, apakah aku bisa berubah?"
"Manusia akan dapat berubah jika mereka menginginkannya. Dalam kasus ini, apapun yang terjadi aku akan selalu menemani Onii-sama."
Selama ini dirinya hidup dalam rasa bersalah, meskipun begitu terkadang Yuka bertanya dalam hatinya alasan tuhan memberikan keselamatan untuknya. Mungkin itu adalah cobaan, namun Yuka meyakininya bahwa sebenarnya dia hidup karena sebuah alasan.
Karena itulah dia ingin mencarinya dan mengetahuinya.
'Ya, itu benar. Kini Alice bersamaku, aku tidak lagi sendirian. Dan aku... aku akan bertarung untuk mengetahui jawabannya.'
Selama ini Yuka hanya selalu melarikan dirinya dari kenyataan dan dari kebaikkan semua orang di sekitarnya. Kini Alice sedang berusaha mengulurkan tangan padanya supaya dirinya dapat mengubah penyesalannya menjadi sebuah tekad.
Dengan Alice bersamanya, Yuka tak perlu merasa takut seorang diri lagi. Dia akan bertarung dan melindungi harapan gadis itu. Dia tak ingin mengulangi penyesalan yang sama untuk kedua kalinya.
"Aku akan menebus semua kesalahanku di masa lalu. Jadi karena itu... pinjamkan aku kekuatanmu!"
Alice dapat merasakan keinginan kuat dari perkatannya. Dari dalam dirinya sesuatu yang hangat muncul dan itu mengalir keluar hingga Yuka dapat merasakannya dalam hatinya juga.
Usai terdiam beberapa saat, Alice kemudian berujar pada Yuka.
"Mengkonfirmasi data. Membangun ulang rangkaian ryumyaku. Mengirimkan informasi..."
Sekelebat data memasuki pikiran Yuka melalui perlengkapan AR-nya. Dia juga merasakan energi yang begitu melimpah di dalam dirinya.
Seusai Alice mengirimkan data, pada bingkai layar utama miliknya muncul berbagai informasi seperti profil, status, item bag, dan juga 'Point Tree'. Dengan membuka cabang 'Point Tree' Yuka akan menumbuhkan statusnya dan membuka keterampilan baru.
"Jadi begitu. Jika ryumyaku adalah induk data maka 'Point Tree' tidak lain adalah bentuk pengembangannya."
Karena ryumyaku merupakan dasar energi maka pengembangannya tergantung penggunanya. Dan hal tersebut juga disesuaikan berdasarkan bakat mereka di dunia nyata.
"Penilaian ketrampilan Onii-sama ditentukan berdasarkan bakat Onii-sama di dunia nyata. Berlatih kendo akan meningkatkan keterampilan berpedang dan itu berlaku untuk keterampilan lainnya."
Itu tak mengherankan bagi Yuka karena dia memang tidak menonjol pada ilmu beladiri apapun karena itulah statusnya begitu rendah.
"Tapi ini..."
Yuka memperhatikan sebuah kejanggalan di statusnya. Dia berniat menanyai Alice tentang itu, namun tiba-tiba saja Alice berseru padanya.
"Hati-hati Onii-sama, Tyrant itu menuju ke sini!"
Peringatan itu muncul bersamaan dengan siluet hitam yang mendekati posisinya. Yuka terkejut begitu Tyrant telah berada di depan rumahnya menatap ke dalam padanya.
'Tidak mungkin, bagaimana bisa...? Tidak, itu mungkin saja. Ini pasti efek dari Danger Area.'
Sepertinya Tyrant memiliki kemampuan khusus untuk mendeteksi player yang bersembunyi. Karena tidak terlihat lagi player di dekatnya maka Tyrant itu dengan mudah menyadari keberadaan Yuka.
'Ini justru terlihat lebih menyeramkan daripada memainkan RPG.'
Saat Tyrant mencoba melancarkan serangannya, Yuka tak bergeming. Dia sempat memikirkan apapun ataupun melarikan diri.
Namun mendadak tangannya menjadi hangat dan Yuka menggerakkannya tanpa sadar. Bersamaan dengan serangan tadi seketika kegelapan menyelimuti dirinya.
*Krraaannnggg...!!!
Satu serangan itu menghancurkan rumah Yuka dan seisinya. Saat dia berpikir dirinya telah mati, Yuka membuka matanya dan menemukan dirinya telah berada di luar rumah.
Seketika dia menyadari sesuatu.
"Jangan-jangan, tadi adalah kekuatanku?!"
"Itu benar, Onii-sama. Ketrampilan Onii-sama saat ini adalah ‹Teleporter›. Hanya Onii-sama yang memiliki ketrampilan tersebut."
"Teleporter? Tapi bagaimana mungkin?!"
Awalnya sekadar informasi yang Yuka ketahui dari internet, bahwa sihir pengendalian objek di game AR memang ada, namun itu sebatas objek buatan dan tidak mungkin memindahkan benda dari dunia nyata.
Namun kekuatannya itu telah melampaui dugaannya. Yuka sendiri bahkan tidak meyakini kekuatan itu benar-benar ada.
'Tapi, meskipun begitu... bagaimana aku melakukannya barusan?'
Menjadi pertanyaannya saat ini, Yuka perhatikan sepertinya monster dengan nama Tyrant itu memandang kearahnya.
Tak heran karena keterampilan Yuka termasuk dalam kategori sihir.
"Aku berhasil mengumpulkan data keterampilan milik Onii-sama. Onii-sama hanya perlu menggerahkan katalis sihir untuk menciptakan ruang terbatas dan jika Onii-sama memasuki ruang terbatas itu maka Onii-sama dapat berteleportasi."
'Itu berarti tanganku tadi...'
Hanya itu kesimpulan yang dapat Yuka ambil. Melihat Tyrant yang adalah level 10 dan memiliki health bar berjumlah 3, Yuka sendiri ragu dirinya dapat bertahan seorang diri.
Tapi... bukan berarti Yuka menginginkan kekalahan mereka.
"Aku pergi!"
Yuka memakai perlengkapan dasar miliknya. Perlengkapan itu hanya sebatas mantel dengan resistansi sihir rendah, sepatu bot penambah agility, sarung tangan kulit meningkatkan vitalitas, dan juga pedang level satu.
'Ini aneh, meskipun ketrampilanku adalah sihir, tapi perlengkapanku adalah pedang.'
Yuka tak bisa memikirkan banyak kejanggalan pada satu hari itu, namun saat ini yang terpenting adalah Yuka harus mengalahkan monster tersebut.
Yuka berlari mendekati monster setinggi hampir 5 meter tersebut. Saat Tyrant menjatuhkan palunya, Yuka tak bisa menghindar. Dia hanya terhempas mundur beberapa meter.
"Sial, aku sama sekali tak bisa mendekat!"
Yuka kembali mengambil langkah, namun kali ini kampak besar di tangan lainnya berusaha menghentikannya.
Kali ini Yuka menunduk sebagai gerakan penghindaran. Dia bangkit saat kampak itu melalui atas kepalanya kemudian memberikan sebuah tebasan panjang.
'Ini berhasil, aku berhasil melukainya!'
Pencapaian itu dibanggakan, namun masih terlalu awal untuk senang mengingat Yuka hanya memberikan damage rendah pada Tyrant itu.
Memikirkan cara agar Yuka dapat mengalahkannya. Dia mengingat perkataan Alice.
"Baik, mari lakukan!"
Merasakan bagaimana Yuka melakukannya pada sebelumnya, dia mengangkat pedangnya dan mengayunkannya pada ruang kosong. Tebasan itu seketika memunculkan semacam kabut hitam di hadapannya.
Kabut hitam itu pasti adalah bentuk keterampilan miliknya, ‹Teleporter›.
Tanpa menunggu, Yuka memasukinya dengan memikirkan kemana nantinya dia akan keluar.
Sekejap itu membawanya pada kepala Tyrant. Karena kendurnya pertahanannya, Yuka dengan mudah menebas leher Tyrant memberikan damage yang begitu besar.
Yuka yang berniat membanggakan dirinya terhenti begitu dia merasakan udara dingin berhembus menuju punggungnya. Dirinya juga mendengar Alice berseru padanya.
"Onii-sama, belakangmu!"
Saat Yuka berbalik, dia mendapati rantai yang adalah senjata Tyrant yang lain terlempar kearahnya.
Yuka menggunakan pedangnya untuk bertahan dari serangannya, namun dia tak mampu. Dia terhempas karenanya.
"Onii-sama!"
Perbedaan level yang signifikan itulah yang menjelaskan semuanya ditambah kurangnya pengalaman Yuka dalam bertarung. Yuka terhempas pada tanah dengan terseret panjang.
"Ugh, sial! Meski game, ini tetap menyakitkan!"
Mengeluh karena rasa sakit itu, sebuah peringatan muncul di bidang penglihatannya.
{Caution!}
{Bahaya! Health bar anda telah jatuh pada titik merah!}
"Ini..."
Memperhatikan pada layar proyeksi Raft-glass miliknya, sebuah kotak memanjang yang sebelumnya berwarna putih kemudian berubah menjadi merah.
'Satu serangan lagi... Jika itu terkena padaku...'
Yuka tak tau apa yang akan terjadi padanya bila health bar miliknya jatuh pada titik nol. Dia mungkin memikirkannya kenapa semua orang berlarian.
Apakah mereka hanya takut? Ataukah ada sesuatu yang lain?
Untuk itu Yuka berhati-hati. Dia tak ingin berakhir begitu cepat apalagi setelah Alice mempercayainya.
Karena masih ada yang bisa dia lakukan selain kalah disaat seperti ini.
Lalu tanpa sepengetahuannya ada sebuah suara di belakangnya mengintruksikan sesuatu.
"Mundurlah, boya*!" (*bocah)
Suara itu disertai seseorang yang tengah merapalkan sesuatu disusul sesuatu yang terlontar mendekati arahnya.
Sontak Yuka menggerakkan pedangnya memotong ruang di bawah kakinya. Dia Kembali muncul di samping orang yang sebelumnya berseru padanya.
"Kalian..."
"Jangan salah sangka. Kami bukan datang untuk menolongmu, kami hanya akan datang untuk mengambil drop item."
Sosok itu adalah tiga pria yang mungkin berumur diatas 20-an. Mereka dengan perlengkapan masing-masing bergerak mengambil reaksi lebih cepat dari Yuka sebelumnya.
"Yosh, mari kalahkan dan ambil hadiahnya!"
Ketiga pria itu bergerak melewati Yuka untuk menghadapi Tyrant.