Chereads / SELIN—DION / Chapter 2 - 1. PERJODOHAN

Chapter 2 - 1. PERJODOHAN

Selin sedang mengendarai sedan hitamnya dalam perjalanan menuju rumah orang tuanya setelah lebih dari dua bulan tidak pernah pulang, orang tuanya memaksanya untuk pulang malam ini, entah hal penting apa yang akan mereka sampaikan mengingat tadi pagi ia menerima telepon dari Mamanya yang memaksanya untuk pulang dan tidak ingin menerima penolakan karna mereka tahu ia akan memberikan berbagai alasan untuk tidak pulang.

Selin langsung memarkirkan mobilnya di garasi yang biasa ia tempati tanpa memperhatikan jika ada mobil lain yang ada di halaman depan rumahnya dan langsung masuk melalui pintu samping yang langsung menghubungkan area dapur.

Dari posisinya sekarang ini, Selin bisa mendengar beberapa orang sedang berbicara di ruang tamu, tetapi ia tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang sedang mereka bahas. Ia bisa mengenali suara kedua orang tuanya dan ada tiga suara dari orang yang berbeda. Karena penasaran Selin pun langsung menuju sumber suara tersebut.

"Mama Papa Selin pulang", ucap Selin pada orang tuanya dan sontak orang-orang yang berada di ruangan itu menoleh kearah Selin.

Ada beberapa orang yang Selin tidak kenali yang duduk bersama orang tuanya disana. Sudah jelah bahwa merekalah pemilik suara yang tadi Selin dengar.

"Ehh anak mama udah datang yah? " tanya sang mama sambil tersenyum hangat, Senyum yang sudah lama sekali tidak Selin lihat hari ini kembali tampak menghiasi wajah ayu mamanya. Walaupun sang mama sudah berumur 53 tahun, tetapi kecantikan masa muda mamanya masih tersisa sampai sekarang. "Sini sayang, Kenalin ini om Hans Atmajaya dan istrinya tante Ina Atmajaya teman mama sama papa dan yang itu anaknya Dion Atmajaya". ujar mamanya mengundang Selin untuk bergabung bersama mereka diruang tamu sambil memperkenalkan ketiga tamunya, Selin mengambil tempat duduk tepat disebelah mamanya dan tersenyum pada ketiga tamu tersebut.

"Selamat malam, kenalin saya Selin" ucap Selin sopan memperkenalkan diri dan menyalami ketiga tamu kedua orang tuanya tersebut.

"Wah cantik yah pah?, sopan lagi" tanya tante Ina pada suaminya dengan senyum mengembang yang hanya di angguki oleh sang suami dan membalas senyumannya.

Mereka berbincang-buncang beberapa saat sampai salah satu asisten rumah tangga mama Selin datang memberitahu mama Selin bahwa hidangan makan malam mereka telah siap.

"Nah berhubung semuanya udah ngumpul mending kita langsung ke ruang makan saja" ucap mama Selin seraya berdiri dan menuju meja makan yang di ikuti oleh semua orang.

Selin duduk di kursi yang sejajar dengan kedua orang tuanya dan para tamunya duduk di depannya. Makan malam mereka berjalan lancar yang diselingi obrolan ringan seperti, bagaimana kesibukan masing-masing serta obrolan seputar pekerjaan mereka.

Setelah beberapa saat dan kegiatan makan mereka telah selesai Mama Selin memulai percakapan "nah karna makan malamnya sudah selesai, mari kita membahas tujuan awal kita"

deg deg deg

Selin langsung menatap Sang mama dan selanjutnya menatap orang-orang yang berada di ruangan itu secara bergantian dan sekarang pandangannya tertuju pada Dion yang juga memandang ke arahnya. Sedari tadi Dion lebih banyak diam dan hanya sesekali mengeluarkan suaranya jika ditanya, dan untuk sesaat pandangan mereka terkunci mencoba saling menebak apa yang mereka pikirkan.

"Mah...Pah, apa maksud semua ini? apa tujuan awal dari makan malam ini? " tanya Selin memutus pandangannya pada pria di depannya itu dan mengalihkan pandangannya ke arah kedua orang tuanya yang berada di sebelahnya dengan tatapan curiga.

"Ehm... Sayang kami sudah sepakat untuk menjodohkan kalian, kalian sangat cocok untuk satu sama lain", ujar mama Selin.

Butuh beberapa detik agar Selin bisa mencerna apa yang diucapkan oleh ibunya sebelum memberikan tatapan tidak suka pada kedua orang tuanya. Tatapan yang diberikan Selin seolah menjadi tanda penolakan yang cukup jelas untuk rencana kedua orang tuanya itu.

"Iya sayang, kami sudah sepakat dengan itu, bahkan kami telah merencanakan untuk melakukan pertunangan kalian malam ini juga" sambung tante Ina.

Sedangkan Dion sedari tadi hanya terdiam tidak mengeluarkan sepatah kata pun, ia menatap hanya Selin, mencoba mencari tahu apa yang sedang di pikirkan gadis itu, dan dari apa yang dilihat Dion dari ekspresi gadis yang duduk di depannya ini, ia sangat yakin kalau gadis itu akan menolak perjodohan mereka.

Apakah ia akan menolak perjodohan ini? tanya Dion dalam hati

"Sayang, ini permintaan pertama dan terakhir dari kami, ini juga demi kebahagiaanmu nak. kamu harus memulai hidupmu lagi dan lupakan semua masa lalu mu, jangan biarkan hal itu menghalangimu untuk menata masa depanmu, yahh... mama mohon sama kamu" ujar mama Selin sambil menggenggam kedua tangan Selin dengan mata yang berkaca-kaca.

Selin hanya bisa terdiam mendengar permintaan mamanya itu, memang selama ini kedua orang tuanya tidak pernah meminta hal yang macam-macam pada Selin bahkan memberi kebebasan padanya untuk mengambil setiap keputusan dalam hidupnya.

"Kenapa tiba-tiba seperti ini?" tanya Selin, kali ini nada bicaranya sudah sedikit melunak. Ia sedikit merasa kecewa terhadap kedua orang tuannya yang tidak membicarakan hal ini sebelumnya.

"Ini tidak tiba-tiba kok sayang, kami sudah lama merencanakan rencana ini dan menunggu waktu yang pas untuk menyampaikannya sama kamu" Ucap wanita paruh baya yang duduk di seberangnya yang Selin ketahui bernama Tante Ina. Selin masih terdiam setelah mendengar apa yang diucapkan oleh tante Ina, tatapannya masih mengarah ke samping pada sang mama, ia masih menunggu penjelasan dari mamanya itu.

"Tante Ina benar sayang, kami sudah lama merencanakan perjodohan kalian ini. Bahkan Dion sudah tahu dari awal tentang hal ini" Ucap Mama Selin, kali ini Selin mengalihkan pandangannya kembali ke arah pria di depannya ini setelah mendengar dari mamanya bahwa pria itu sudah tahu lebih dulu soal perjodohan ini.

"Tetap saja, kalian tidak pernah mendiskusikan hal ini pada Selin sebelumnya, kalian tidak pernah meminta pendapat Selin sama sekali" ucap Selin dengan pandangan kecewanya yang ia tujukan ke kedua orang tuanya, ia sungguh kecewa dengan sikap orang tuanya yang tidak pernah mendiskusikan masalah ini, padahal hal ini juga menyangkut masa depannya kan?.

"Bagaimana kami bisa mendiskusikan hal ini sama kamu? sedangkan kamu sendiri selalu menghindar jika kami menghubungimu dan memintamu untuk pulang ke rumah" kali ini Papa Selin yang angkat bicara, setelah dari tadi hanya terdiam menyaksikan percakapan mereka.

Selin terdiam mendengar ucapan sang papa. Papanya benar, ia selalu menghindar setiap kedua orang tuanya memintanya untuk pulang ke rumah mereka.

Setelah terdiam dengan pikirannya sendiri, akhirnya Selin kembali mengeluarkan suaranya setelah menarik dan menghembuskan nafasnya secara perlahan untuk mengembalikan ketenangan pada dirinya dan apa yang Selin katakan mengagetkan orang-orang yang berada dimeja makan tersebut dengan keputusan yang ia berikan.

"Baiklah Mah, Selin akan menerima perjodohan ini tapi kita juga harus meminta persetujuan pada Doin", jawab Selin datar dan mengarahkan pandangannya pada Dion yang duduk di depannya dan juga menatap ke arahnya

"Dion juga setuju untuk perjodohan ini" jawab Dion singkat. Selin cukup terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh Dion yang terdengar penuh keyakinan.

"Tapi Selin punya syarat" ucap Selin lagi sengaja menggantungkan ucapannya setelah mendengar jawaban Dion.

"Apa syaratnya sayang?" tanya tante Ina dengan raut bahagia.

"Selin tidak akan menerima kebohongan apa pun terlebih pengkhianatan" ucap Selin tegas sambil menatap kearah Dion dengan nada tegasnya, ia ingin menunjukkan jika apa yang dia ucapkan itu adalah serius. "Jika hal itu terjadi, maka aku akan pergi saat itu juga" sambungnya yang mengagetkan pasangan Atmajaya itu. Sedangkan kedua orang tuanya hanya pasrah dengan keputusan yang akan diambil oleh putrinya itu jika suatu hari hal itu terjadi pada hubungannya mereka, kedua orang tua Selin cukup memaklumi keputusan sang putri.

"Aku berjanji tidak akan melakukan kesalah itu" Ucap Dion mantap tanpa mengalihkan tatapannya dari Selin.

Selin hanya tersenyum miring mendengar janji yang diucapkan oleh pria yang sebentar lagi akan menjadi calon suaminya itu. Ia tidak membutuhkan janji kosong semacam itu, yang ia butuhkan hanya pembuktian dari setiap kata-katanya.

"Jangan pernah menjanjikan sesuatu yang tidak bisa kamu kendalikan," ucap Selin lagi.