Wenda menggigit bibirnya, dia terus menatap layar smartphonenya. Kemarin, saat Wenda ingin bertemu dengan Axton, pria itu ternyata pergi ke luar kota dikarenakan urusan perusahaan.
Wenda mendesah kecewa mendengar kabar dari Kepala Pelayan. Axton bahkan tak pamit padanya untuk keluar kota, apa dia marah karena Wenda menjauhinya? Tapi Wenda menjauhnya karena malu dengan peristiwa di wahana permainan.
Dia tak sanggup melihat Axton yang dipikirnya akan terus menggodanya. Tapi, sekarang chat yang dikirim Wenda tak dibalas olehnya. Jangankan dibalas, dibaca pun tidak. Apa dia sangat marah sampai-sampai Axton mengabaikan Wenda?
Masih menatap layar ponsel, Wenda mencebik kesal karena Axton tak pernah membaca sms dia tak sadar Dalton dengan membawa beberapa berkas di tangannya.
Dia tengah sibuk membaca salah satu artikel di smartphone.
Tabrakan pun tak terelakkan, semua file beserta smartphone keduanya jatuh berserakan. Smartphone Wenda jatuh dicelah sempit sebuah meja yang berada di dekat mereka.
"Maafkan aku Tuan," ucap Wenda.
"Ah tak apa-apa, aku juga tak memperhatikan jalan maafkan aku juga ya!" sahut Dalton. Keduanya sama-sama membereskan semua file yang berhamburan di lantai.
Wenda terpaku saat matanya tak sengaja melihat smartphone Dalton yang menyala. Dia tengah membaca artikel tentang Axton yang kepergok sedang pergi berkencan dengannya.
"Oh, kau membaca artikel juga ya!" ucap Dalton memandang Wenda menatap layar ponselnya. Kedua mata Wenda yang awalnya memandang layar smartphone kini berahli memandang Dalton.
"Sungguh aku tak menyangka kalau dia akan berkencan dengan seorang wanita dan yang lebih parahnya lagi dia tak memberitahuku, hei aku adalah sahabatnya dari kecil dan dia Haaahh ... aku kecewa sekali." curhat Dalton panjang lebar.
Dalton memandang pada Wenda yang masih diam. Seakan mengerti dengan tatapan Wenda dan mengingat kejadian di mana saat hari pertama bekerja, Dalton melanjutkan perkataannya.
"Oh maaf aku..."
"Tak apa-apa Tuan aku mengerti." Wenda memberikan file yang dia rapikan termasuk ponsel Dalton.
"Terima kasih," ucap Dalton.
"Sama-sama Tuan. Tapi..." Wenda menggaruk kepalany tak gatal.
"Dimana ponselku?" lanjutnya. Dalton menatap kebawah dan benar ponsel Wenda tak ada padahal sama-sama terjatuh.
"Apa..." Wenda yang hendak berlutut untuk mencari ponselnya dicegat oleh Dalton.
"Tak pantas seorang wanita sepertimu berlutut, biar aku saja." Dia meletakkan semua file tersebut di meja dan berlutut membungkuk mencari ponsel Wenda dicelah sempit.
"Ah itu dia, tapi aku tak yakin bisa menggapainya." pesimis Dalton melihat letak ponsel yang jauh.
"Boleh kau mengambilnya Tuan, aku sedang menunggu chat dari seseorang." pinta Wenda.
"Baiklah akan kucoba." Dalton kembali membungkuk mencoba meraih ponsel Wenda. Wenda menunggu cemas sambil berharap semoga ponselnya bisa terambil.
Di waktu yang sama Axton datang dengan beberapa bodyguardnya. "Hei ada Presiden," ucap salah seorang karyawan yang berjalan melewati Wenda.
Wenda membalikkan badannya dan menemukan Axton dengan wajah datarnya berjalan ke arahnya. Jantung Wenda tak bisa tenang saat melihat Axton. Kakinya mundur beberapa langkah hendak memberikan jalan pada Axton dengan beberapa pria berbadan kekar.
Dalton yang kesulitan mengambil ponsel Wenda menggerakkan tubuhnya agar lebih leluasa dan tak disangka oleh Wenda karena pergerakkan Dalton.
Wenda yang dilewati oleh Axton terdorong menimpa Axton yang masih berjalan. Kedua tangan Wenda mengurung Axton yang ikut juga terhuyung ke tembok. Kedua mata Axton melebar begitu juga dengan Wenda karena bibirnya keduanya tak sengaja bersentuhan.
Chup!