Mata Leo terbelalak merasakan pipinya kebas karena tamparan keras Wenda yang kini menatapnya dingin.
Pria itu memandang Wenda dengan tatapan murka. "Beraninya kau menamparku, dirumahku sendiri!? Dasar wanita gila!" cerca Leo pada Wenda.
"Gila? Kau yang gila, dasar pria angkuh!? pikiranmu itu dangkal sekali!" cibir Wenda marah. Dengan keadaan marah, Wenda berjalan menjauh dari Leo.
Pria itu membelai pipinya yang masih kesemutan karena tamparan Wenda. Mungkin, di pipinya itu membekas tangan Wenda. "Oh satu hal lagi," Leo membuang napas pendek, sekarang apa lagi yang mau dibicarakan oleh Wenda.
Apa dia tak puas memarahinya di depan pelayan dan masuk ke dalam rumah lalu menamparnya?! Astaga! Dia muak dengan wanita gila ini!
Leo kembali memandang Wenda yang menatapnya dengan pandangan mata tajam. "Aku bukan orang yang seperti kau pikirkan, jadi simpan saja uang kotormu itu, aku tak butuh." lanjut Wenda dengan penuh penekanan.
Rahang Leo mengeras mendengar kata-kata Wenda. Berani-beraninya dia berkata kasar di depan Leonardo DeMonte, CEO dari DeMonte Corporation. Bagaimana bisa Wenda dikatakan baik oleh Kakeknya yang notabene adalah seorang pemilik perusahaan besar?
Ah iya, dia sudah tua wajar kalau dia sudah salah menilai seseorang. Dia berharap bahwa tak akan menemui gadis itu lagi seumur hidupnya. "Eh, di mana Wenda?"
Leo memandang kesal pada Kakeknya yang bertanya tentang gadis itu. "Sudah pergi, kakek sudah salah menilai orang. Gadis itu bukan gadis yang baik, buktinya dia menamparku dengan keras tadi." celetuk Leo sambil memamerkan pipinya yang merah berharap bahwa kakeknya akan sadar.
Namun bukannya pembelaan, yang didapatkan pria itu malah sebuah pukulan keras di kepalanya. "Awww! Kakek!" hardik Leo.
"Pukulan itu memang pentas kau dapatkan, pasti kau telah mengatakan sesuatu sehingga dia pergi karena tersinggu itu benar 'kan?" terka Adam. Leo hanya diam dengan raut wajah tertekuk.
"Tch, kau benar-benar bodoh! Itu sebabnya kau sampai saat ini belum menikah karena kau mempunyai sifat arogant yang tak bisa ditaklukan oleh siapapun. Kecuali dia."
"Dia?" beo Leo mengkerutkan dahi.
"Iya, Wenda. gadis yang menamparmu dari tadi!"
"Oh jadi namanya Wenda, baguslah dengan begitu akan aku..."
"Hei diamlah, jangan lakukan hal yang buruk pada Wenda cassanova boy!"
"Lalu kuapakan dia?" Lagi-lagi Adam berdecak kesal karena kebodohan cucunya yang tampan itu.
💘💘💘💘
Wenda bernapas lega ketika dia sampai di rumah Axton. Dia lelah dan butuh istirahat. Ini semua karena pria yang sombong itu. Dia pikir Wenda adalah orang yang suka dengan uang.
Cih, memikirkannya lagi membuat Wenda muak. "Wenda," Wenda menoleh. Dia tersenyum pada Axton yang menghampirinya. Tanpa meminta ijin, Axton merangkul pinggang Wenda.
"Axton," ucap Wenda risih dengan tindakan Axton yang sekarang menjadi pusat perhatian para pelayan. Mereka tersenyum melihat kemesraan Axton dan Wenda yang diumbar oleh Axton.
"Kau datang dari mana? Aku mencarimu di kantor tapi kau tak ada." celetuk Axton.
"Maaf, aku punya pekerjaan diluar. Tak apa-apa 'kan?"
Axton menghela napas berat sebelum akhirnya membalas, "Lain kali katakan padaku ya. Aku punya sesuatu untukmu, ayo ikut denganku!" Wenda menurut saja ketika tangannya ditarik oleh Axton.
Mereka berdua sampai di ruang kerja milik Axton. Tak ada yang berubah dari ruangan yang besar itu, hanya saja ada sebuah foto yang di dinding.
Ketika Wenda mendekati foto tersebut, barulah dia sadar bahwa foto yang dipajang adalah foto pernikahan mereka. Wenda diam, matanya melebar sementara mulutnya terbuka sedikit.
"Kau suka?" tanya Axton. Wenda mengangguk dengan cepat.
"Aku suka sekali! Kapan fotonya datang?"
"Kemarin, tapi aku menyuruh memajang fotonya tadi pagi." Wenda berjalan mendekati foto tersebut. dia memperhatikan baik-baik sebelum akhirnya membalikkan tubuhnya. Dia menghampiri Axton dan memeluknya.
Axton terkesiap dengan tindakan Wenda yang tiba-tiba. Belum selesai, Axton kembali dibuat terkejut saat Wenda mengecup salah satu pipinya.
Wenda menarik dirinya menjauh dari Axton, "Aku lelah ingin mandi!" kata Wenda lalu pergi meninggalkan Axton yang masih terpaku. Perlahan segaris senyuman tercetak di wajah tegas Axton.
Masih dengan keadaan berbunga-bunga, ponselnya berbunyi. "Halo," ucap Axton setelah menerima telepon tersebut.