Wenda terkesiap mendengar ucapan si gadis-Zarina, "Apa Axton ada di rumah? Kau siapa?" tanya Zarina padanya. Axton datang menghampiri Wenda yang berdiam diri di pintu.
"Wenda, ada apa?" tanya Axton.
"Kakak Axton!" ucap Zarina begitu melihat Axton. Axton menoleh, matanya membulat melihat Zarina.
"Zarina," sahut Axton. Zarina tersenyum dan memeluk Axton, dia bahkan mengecup salah satu pipi Axton. Wenda menggigit bibirnya melihat adegan mesra yang ditampilkan dua orang di sampingnya.
Walau Axton tak meresponnya tapi hati Wenda sakit sekali. "Kenapa kau ada di sini? Kau seharusnya menghubungiku dulu supaya aku bisa menjemputmu."
Jlebb!
"Iya, iya aku minta maaf ya." ucap Zarina tanpa melepas pelukannya. Kedua matanya menatap pada Wenda.
"Siapa dia?" tanya Zarina pada Axton.
"Dia itu..." Tak mau mendengar perkataan Axton, Wenda segera pergi meninggalkan kedua orang itu. Seorang pelayan datang menghampiri Wenda.
"Nyonya makanannya sudah siap," ucapnya pada Wenda.
"Hidangkan makanannya." perintah Wenda.
"Anda tak ingin makan dengan Tuan?" tanya pelayan.
"Tidak, aku akan makan di kamar saja." jawab Wenda. Pelayan itu mengerti dan mengundurkan diri. Wenda menutup pintu kamarnya. Dia menghela napas berat dan duduk di meja rias melihat bayangannya di cermin.
Wenda mengingat wajahnya Zarina yang tersenyum ramah. Dia cantik sekali tak bisa dibandingkan Wenda yang biasa saja, pantas saja dia bisa menjadi kekasih Axton. Mereka berdua pasangan yang sempurna.
Wenda menjatuhkan kepalanya di meja, apa mereka sudah sarapan? Pasti mereka bahagia ya, mendengar perkataan Axton dari tadi yang mengatakan bahwa dia akan menjemputnya membuat hatinya makin sakit.
Itu artinya dia ingin membawa Zarina ke rumah. Ah, hati Wenda tak tenang. Suara ketukan pintu terdengar menggema dari kamar Wenda. "Masuk," ucap Wenda.
Wenda pikir pelayanlah yang datang tetapi sungguh tak diduga karena yang datang adalah Zarina. Dia membawa sarapan untuk Wenda.
Wenda dengan tanggap mengambil nampan tersebut dari tangan Zarina. "Maafkan aku kalau kedatanganku membuatmu terkejut," ucap Zarina memulai pembicaraan.
"Axton sudah mengatakan tentangmu padaku, kau adalah istrinya." Wenda membalikkan badannya, Axton jujur mengatakan bahwa dia adalah istrinya. Sungguh, Wenda tak mengerti jalan pikirannya Axton.
"Aku harap kau bisa memaklumi kedatanganku, aku sangat rindu padanya begitu juga dengan dia. Kami saling mencintai."
Wenda menunduk dan meremas ujung bajunya berusaha untuk memendam perasaannya yang kecewa. Dia juga mencintai Axton.
"Jadi, jika kau tak keberatan maukah kau memberi ruang untuk kami berdua?" Wenda mengangkat wajahnya. Matanya membelalak sempurna, pertanyaan yang dilontarkan Zarina sama seperti, 'Apa boleh aku meminjam suamimu?'
Wenda kembali merasakan sakit dan kali ini ditambah dengan perasaan sesak. "Bukankah kalian hanya menikah kontrak selama 6 bulan? hubungan kalian hanyalah selama 6 bulan sementara aku sudah lama berpacaran dengannya. Ayolah please, jangan egois." pinta Zarina memelas.
Benar apa katanya, hubungan mereka hanyalah pernikahan kontrak tak lebih. Sementara dia, dia adalah kekasih Axton dan bisa dikatakan hubungan mereka adalah hubungan yang sebenarnya.
"Baiklah, aku mengerti." kata Wenda pasrah. Matanya lalu memandang lauk pauknya, dia terpaku melihat makanan yang dia buat.
"Kenapa makanan ini..." Zarina mengikuti arah mata Wenda memandang.
"Oh itu, dari tadi Axton bosan memakan sarapan yang itu-itu saja. Dia menyuruhku untuk memasak makanan favoritnya jadi itu tak dimakan. Ngomong-ngomong terima kasih ya sudah menerima permintaanku."
Setelah Zarina pergi, Wenda tak bisa menahan napasnya yang sesak sementara air mata mulai menggenang di sudut matanya. Dia menutup wajahnya dan mulai terisak. Apa karena adanya Zarina masakannya tak penting lagi, bukankah dia suka pada masakan Wenda?
Sakit sekali!
💘💘💘💘
Hari sudah malam, Wenda baru bisa menenangkan dirinya. Matanya sembab karena sudah menangis lama. Wenda bertanya-tanya apa yang mereka lakukan sekarang, dia keluar dari kamar dan bertanya pada salah seorang pelayan.
Pelayan tersebut menjawab bahwa Axton berada di ruang kerjanya. Wenda dengan langkah bergegas menuju ke ruang kerjanya, begitu dia sampai dia menemukan pintu ruang kerja Axton sedikit terbuka.
Ingin melihat Axton, Wenda berjalan mendekat pintu. Wenda yang sangat ingin bertemu dengan Axton tak sabaran tapi tiba-tiba dia mendengar suara tawa Axton dan Zarina yang terdengar bahagia.
Wenda terdiam di depan pintu tersebut. Tangannya yang terulur untuk membuka pintu berhenti karena mendengar tawa Axton yang tak pernah dia dengar. Wajahnya kembali sendu mengingat permintaan Zarina.
"Nyonya," Wenda terperanjat. Dia menoleh dan mendapati Thomas-Kepala Pelayan menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya.
"Anda sedang apa di sini Nyonya? Ingin bertemu dengan Tuan ya?" Wenda tersenyum hambar dan mengangguk.
"Awalnya tapi aku dengar dia nampak bersenang-senang dengan Zarina." jawab Wenda jujur. Thomas hanya ber-oh ria.
"Thomas,"
"Ya Nyonya,"
"Menurutmu bagaimana Zarina?" Thomas berpikir-pikir sebelum akhirnya menjawab,
"Dia baik, cantik dan orangnya humoris. Dia juga orangnya ceria,"
"Apa dia sering ke sini?"
"Ya semenjak kecil, dia salah satu teman Tuan Axton saat Tuan sedang sedih selain Tuan Dalton." Wenda hanya mengangguk perlahan mengerti.
"Apa Nyonya mau..."
"Ah tidak, tolong bawakan makan malamku di kamar dan ambil sarapanku di kamar."
"Baik Nyonya." Wenda tersenyum simpul dan berjalan meninggalkan Thomas. Wenda menghela napas berat, Zarina memang tak bisa dibandingkan dengannya. Zarina adalah seorang wanita yang sempurna sementara dia hanyalah sebuah debu yang terletak di tanah.