Mata Laras dan Nikolas masih saja tetap memandangi rumah besar nan mewah milik Elvira itu, seakan akan rumah itu menghipnotis mereka berdua, sesaat kemudian mereka tersadar dan saling berpandangan.
"Hah? Kenapa kita malah bengong disini?" Laras tersadar dan mengejutkan Nikolas yang tadinya masih bengong.
"Ah, iya ya, kenapa kita malah bengong disini?" Mereka berdua tertawa kecil dan menggelengkan kepala mereka bersamaan dan kemudian pergi.
Elvira menyaksikan semua itu dari atas dirinya nampak sangat sedih, kenapa? Entahlah hanya Elvira yang tahu alasannya.
Elvira menangis disamping jendela kamarnya menyaksikan mereka berdua pergi," Kenapa hidupku tidak seindah mereka?" Gumam Elvira, perlahan air matanya mengalir keluar menetes di pipinya.
Dia sangat terpukul, dan akhirnya tertidur di samping jendela kamarnya, dia bermimpi bertemu dengan Arlan, dia sangat merindukan Arlan, bagaimana kabarnya? apakah aku mencintainya jika aku merasa kehilangannya? Ya, itulah yang selalu dia tanyakan kepada hati kecilnya, perasaan yang terselubung di dalam kebohongan, dia seperti membohongi perasaannya sendiri, perasaan yang seperti bertepuk sebelah tangan itu mengacaukan mimpinya.
Keesokan Harinya......
Pagi ini tidak seperti pagi yang kemarin, pagi ini awan diselimuti dengan mendung petang, gelap menyapa, dan gemuruh terdengar dimana mana, yang artinya sebentar lagi akan turun rintik-rintik air dari langit yang disebut hujan.
Elvira terbangun ketika mendengar suara gemuruh dari balik jendela dia menyaksikan hujan yang turun setetes demi setetes membasahi jendela kamarnya.
"Bahkan hujan pun tahu bagaimana perasaanku." Itulah yang digumamkan Elvira saat hujan mulai turun membasahi bumi, dan untunglah hari ini adalah hari Minggu jadi Elvira tidak perlu keluar rumah.
Elvira menenangkan perasaannya dan segera turun untuk sarapan, dan lagi lagi dia harus sarapan sendirian dengan makanan yang disediakan oleh ibunya sebelum berangkat kerja.
"Hah, lagi lagi aku harus makan sendirian." Elvira terlihat murung dia menyalakan semua lampu di rumah yang besar itu sendiri.
"Kenapa? Kenapa hidupku tidak seberuntung anak anak lain." Elvira memainkan sendoknya dengan mata yang berair.
"Aku selalu sendirian, dan itu akan selalu begitu." Elvira menghembuskan nafas dan mulai makan sedikit demi sedikit.
"maybe God doesn't side with me. " Itulah yang dikatakan Elvira terakhir kali didepan meja makan.
Setelah makan, Elvira segera naik menuju ke kamarnya, dia berbaring di tempat tidur dan membuka laptopnya, dia melihat sebuah foto, foto itu ada gambar seorang wanita dan pria beserta seorang gadis kecil lucu dipangkuan sang wanita itu, foto itu merupakan gambar Elvira dan kedua orang tuanya saat dia masih kecil, dan ketika dia menginjak usia 4 tahun, orang tuanya mulai sibuk bekerja dan seakan melupakan dirinya.
"Hiks... Hiks... kenapa ibu dan ayah tidak memberi kabar dan bahkan meneleponku hanya untuk sekali." Elvira kembali menangis di balik selimut kasurnya.
"Aku rindu mereka berdua." Elvira mengatakan kalimat itu dan segera berlari keluar rumah meskipun hari masih hujan.
Dia mengambil jaket dan berlari menuju pintu, dia tidak tahu harus kemana, dia ingin mendatangi kantor ayah ataupun butik ibunya, tapi dia tidak ingin mereka berdua khawatir karena melihatnya basah kuyup karena hujan, jadi dia memutuskan hanya untuk berlari sekencang mungkin kemana arah membawanya.
Dan tiba disebuah persimpangan jalan dia melihat seorang anak laki laki yang sepertinya dikenalnya sedang membuang sampah disitu.
"Nikolas?" Elvira mendekati anak laki laki itu, karena mendengar suara yang memanggil namanya, maka anak laki laki itu menoleh ke arah suara itu.
"Lho, Elvira? apa yang kamu lakukan disini?" Nikolas segera menarik Elvira menyingkir dari jalanan dan mengajaknya kerumahnya yang berada didekat situ.