Ambulance, mobil polisi, wartawan, mereka semua mendadak berhamburan memenuhi jalanan, polisi memasang garis polisi dan mewawancarai beberapa saksi mata. Beberapa korban ditangani ditempat ada pula yang dibawa menuju rumah sakit terdekat. Azfar pun tak terkecuali, setelah berhasil dihampiri dan dibawa oleh I-Lee, dia berhasil ditangani lebih cepat oleh petugas yang membawa ambulans, I-Lee menghubungi Robby untuk datang ke rumah sakit. Agar mereka dapat bertemu disana. Di dalam ambulance para petugas mempersiapkan infus, alat bantu pernapasan, dan juga alat kejut untuk memicu jantungnya. Segala daya upaya dilakukan para petugas untuk mempertahankan kehidupan Azfar, saat para petugas itu sibuk dengan kegitan mereka, I-Lee masih dalam keadaan menghubungi Roby.
"Perfeksionis, sekarang kamu pergi ke rumah sakit saja ya, ini aku di ambulans bersama Azfar di perjalanan menuju rumah sakit, dia sedang kritis kondisinya. Pokoknya nanti kita ketemu di rumah sakit. Ya, aku tunggu. Ok."
I-Lee menutup teleponnya, dan bertanya pada para petugas disana.
"Bagaimana kondisinya?"
"Sementara ini, kondisinya sedang kritis, jika tidak cepat kita bawa ke rumah sakit mungkin tidak ada harapan untuknya tetap bertahan hidup. Tetapi jangan pesimis, kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkannya dari kematian."
Ambulance sudah sampai di rumah sakit, dengan sigap dan cepat, para petugas itu beralih dengan para suster yang menunggu di dalam, untuk dilarikan menuju ruang UGD untuk penanganan darurat.
Di ruang UGD seorang dokter dan beberapa suster tengah bergelut dengan alat-alat yang tajam, dan bahkan mungkin aneh. Ada yang memulai dengan jarum suntiknya dan memastikan ketenangan dokter, ada yang mengambil pecahan kaca dan material yang menusuk di beberapa bagian tubuhnya, ada lagi yang memastikan beberapa bagian untuk kondisi tulang yang patah atau tidak. Sedangkan detak jantung pasien di monitor memperlihatkan kenyataan yang buruk, semakin melemah. Mereka yang sadar di dalam ruangan memutuskan secara sepihak, untuk memicu jantungnya beberapa kali.
Di luar ruangan,
I-Lee menunggu di luar diatas kursi tunggu,gelisah, menunggu kabar dari seseorang yang keluar dari ruangan itu. Dia hanya bisa menggerakkan kedua kakinya dan membenturkannya ke lantai keras-keras, dan memukul kedua pahanya dengan tangannya dengan amat keras. Setelah beberapa menit berlalu, istrinya menghubunginya tentang peristiwa Bom bunuh diri dan Lee memberikan kabar tentang kondisi yang Azfar terima.
Beberapa saat setelah Lee menutup teleponnya dengan istrinya, Robby datang menghampiri I-Lee. Lee berdiri dan menutupi kegelisahannya sedari tadi.
"Bagaimana kabar Azfar? Apakah sudah ada kabar dari dokter?"
"Belum, ini sudah sekitar 30 menit lebih, dokter juga belum keluar. Lebih baik kita duduk saja, dan menunggu kabar sembari mengobrol."
"Baiklah, ada benarnya jika kita menunggu, dan berdoa. Mengobrol tentang beberapa hal? Ehm, tentu saja. Aku akan menyambut pertanyaanmu dengan baik."
"Jadi, apakah kamu mengetahui tentang kabar bom itu sebelumnya Perfeksionis?"
"Entahlah, aku tidak memahami, ataupun mengikuti dalang daripada perencana peledakan bom bunuh diri itu. Lagipula, aku juga tidak akan mau mencelakai temanku sendiri, meskipun aku dan temanku itu berbeda tujuan bukan? Aku tidak akan bertingkah seperti itu kepada kalian. Lagipula apa yang engkau lakukan di berbagai kasus itu. Apakah kau berniat menyerahkanku kepada pihak berwajib?"
"Eh, jangan salah paham terlebih dahulu. Aku tidak akan membuatmu tertangkap dengan mudah, oleh mereka. Kau tahu saat seorang teman melakukan kejahatan, maka temannya itulah yang akan menghentikanmu untuk membenarkannya. Dan itulah cara kerjaku, jika aku tidak menangkapmu, maka Azfar tentulah yang akan menghentikanmu. Jika kasus bom bunuh diri ini adalah kasus yang berlainan dengan Investigasi Kasus Spiritual, maka aku tidak akan mengurusinya dan menyerahkannya ke bidang anti teror."
"hahaha, menarik sekali. Kau berniat melibatkan Azfar yang tidak ada kalitannya dengan pembuktian jati diri kita bertiga? Oh, jangan bercanda, hentikan omong kosong itu sekarang juga. Sampai kapanpun, aku tidak akan membiarkan dia terlibat dengan pertempuran kita berdua. Dia akan selamanya aku lindungi. Hingga bahkan diriku tak mampu sadar lagi."
"Hm, tidak. Kamu yang naif, Azfar dikemudian pasti akan mengikuti lingkaran kita. Karena dirinyalah yang menyulut semangat kita untuk bersaing mendapatkan tujuan kita. Jadi meskipun kita berseberangan, pada saat kita bersinggungan secara adil itulah kita harus bertaruh."
"Yah, jika dirimu bersikukuh seperti itu apa boleh buat, aku tidak akan membantah perkataanmu. Tetapi bagiku, meskipun Azfar mampu meningkatkan persaingan diantara kita bertiga, dialah yang pada akhirnya menjadi yang kalah. Bukankah hidup ini tidak adil baginya?"
"Yah, jika kau melihat kepada permasalahan itu, tentu dalam pandangan kita hidupnya itu tidaklah adil. Dia mampu meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan orang lain, tetapi kemampuannya tidaklah meningkat. Sangat disayangkan."
"Yang harus kita pikirkan adalah, Azfar harus mendapatkan kehidupan yang layak dan juga mampu bertahan dari keegoisan kita berdua. Tentu seperti itu bukan yang ingin engkau sampaikan?"
"Yah sudah didahului ternyata aku, tak apalah."
"Semoga kita akan mampu membuktikannya."
Tak lama setelah mereka menyudahi obrolan mereka, dokter pun keluar dari ruangan itu.
Lee dan Robby berdiri bebarengan, mengelilingi, dan melontarkan pertanyaan pada dokter yang memberikan perawatan pada Azfar.
"Bagaimana dokter terkait keadaan teman saya? Apakah dia baik-baik saja?"
"Untuk nyawanya saya rasa tidak ada ancaman serius, tetapi kondisi di yang berada di alam bawah sadarnya tidak demikian, bisa dikatakan dia mengalami kendala saat ingin tersadar, entah bagaimana aku menjelaskannya itu terlalu rumit. Seperti kesadarannya itu tertahan oleh sesuatu sehingga dirinya tidak bisa sadar dengan dirinya sendiri. Alhasil, sekarang dia hanya bisa tertidur seperti seonggok mayat, tetapi dia masih hidup jangan khawatir. Meskipun dia hidup, kemungkinan untuk sadar baginya sekarang masihlah terlalu cepat."
"Hm, baiklah dokter, kalau begitu saya akan menerimanya dengan seksama. Kita juga akan merawatnya selama itu dengan cara yang kami bisa tentunya."
"Oh kalau begitu saya tidak perlu khawatir, ya sudah terima kasih ya kalian semuanya. Saya permisi terlebih dahulu."
"Baiklah, sama-sama juga dokter."
Dokter itu meninggalkan Lee dan Robby yang masih terdiam di depan UGD.
Setelah dokter itu pergi Lee dan Robby mulai berdiskusi kembali untuk menyelesaikan tentang sengketa penanganan Azfar.
"Yah, jika sudah seperti ini mau bagaimana lagi? Kita juga harus mengawasinya juga. Bagaimana dengan dirimu?"
"Jika aku, aku di Jepang hanya 1 minggu dengan jadwal rapat yang cukup padat. Mungkin hampir tidak mungkin bisa mengunjunginya. Dan lagipula aku tidak bisa mengurusi hal-hal ribut seperti ini, aslinya aku ingin membantunya lebih tetapi sepertinya tidak bisa. Kalau dirimu sendiri?"
"Hm, aku? Mungkin aku bisa, tetapi aku tidak seterusnya berada disini. Banyak hal yang harus aku lakukan untuk mengatasi beberapa hal yang berkaitan dengan Gate itu. Aku tidak bisa seenaknya menambah jatah liburku seenaknya saja, aku saja pusing memikirkan biaya rumah sakitnya."
"Oh, aku tahu. Aku saja yang membiayainya selama dirumah sakit, sedangkan dirimu menyiapkan seseorang yang sekiranya bisa mengawasi Azfar secara berkala selama dirimu tidak ada di Jepang, bagaimana?"
"Yah, kau membuatku tidak bisa memilih. Dasar licik, awas saja lain kali. Tak akan aku biarkan dengan mudah."
"Oh, begitu ya, tak apa kalau begitu. Aku pamit terlebih dahulu karena ada urusan mendadak yang disebabkan oleh bom tadi, ternyata cukup berpengaruh juga ya?"
"Nah, lebih baik jika dirimu pergi secepatnya dari sini, aku sudah lelah menghadapimu. Dan tetap waspada bom itu mungkin semacam ancaman oleh sebuah organisasi gelap diluar pihak kami."
"Ok.. sampai jumpa dipertemuan kita selanjutnya.. Aku sangat menantikan hari untuk kita bertemu."
Robby meninggalkan I-Lee, bergegas Robby menghubungi seseorang untuk menjemputnya...
Di sisi lain,
Istri Lee sudah sampai di pintu masuk rumah sakit, dan di tengah perjalanannya ke ruang UGD ia berpapasan dengan seorang lelaki yang sedang menghubungi kliennya, tanpa sadar mereka pun bersenggolan, dan Istri Lee berhenti dan menoleh untuk meminta maaf. Tetapi nampaknya lelaki itu acuh tak acuh padanya dan perlahan pergi tertelan tembok bersama dengan telepon yang masih menempel di telinga kirinya. Ia akhirnya hanya memandanginya dan cepat-cepat menuju suaminya.
"Bagaimana kabar Azfar?"
"Untuk badannya ya sudah pasti beberapa bagian terkena luka dan patah tulang aku yakin itu. Tetapi nyawanya selamat. Dan dia masih belum sadar, menurut perkiraan dokter dia akan siuman pada waktu yang cukup lama. Yang jelas kita hanya perlu berdoa untuk keselamatannya. Lagipula, sayang sekali jika orang sepertinya mati diusia yang muda."
"Wah, cukup berbahaya juga ya keadaannya, aku harap dia mampu bertahan lebih lama."
"Iya, aku harap begitu. Oh iya, aku ingat, apakah kamu punya kenalan atau semacamnya yang ada di Jepang?"
"Hm, sebentar, aku ingat-ingat terlebih dahulu. Sepertinya ada. Kenapa?"
"Aku ingin dia mengecek keadaan Azfar jika pada saat kita meninggalkan negara ini, Azfar masih belum siuman. Lagipula untuk urusan biaya rumah sakit, Si Perfeksionis temanku sudah mengatakan jika ingin mengurusnya nanti. Maka dari itu, aku tidak bisa menghindari urusan ini."
"Iya juga ya, benar juga katamu. Sebentar, lebih baik kita ke cafe saja dulu. Sambil aku mencari temanku di sana. Lagipula Azfar akan baik-baik saja disini. Aku yakin. Lagipula kita disini cukup lama. Kita akan berlibur bukan?"
"Iya, tentu saja. Baiklah kita keluar dan makan-makan lagi."
"Baiklah ayo."
"Hm,,"
Mereka berdua akhirnya menuju ke bagian Administrasi untuk mengurus biaya kamar dan layanan yang akan diberikan pada Azfar selama berada di rumah sakit. Kemudian mereka pergi berdua berjalan sembari menikmati lanskap kota dan gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, serta taman-taman, dan barisan pepohonan yang rapi sepanjang jalan dan trotoar. Menikmati udara sejuk kota disini, membuatnya sangat nyaman untuk berlama-lama disini. Mereka berdua menikmati alunan kota ini dengan sepenuhnya, karena mereka tahu jika waktu liburan tidaklah selama mereka bekerja nantinya. Karena itulah saat mereka disini, mereka berdua hanya ingin melupakan sejenak urusan-urusan yang memusingkan dan melelahkan bagi mereka berdua. Terlihat dari ekspresi bahagia dari wajah istrinya dan Lee yang terlihat sangat senang dan bahagia dengan apa yang ia alami bersama istrinya kini. Mungkin memang seharusnya manusia tidak bekerja seterusnya. Sewajarnya, bila menurutku.
—||—
Sebuah cafe. La fanta,
I-Lee dan Emily memakan makanannya, Emily mendapatkan beberapa pesan dari teman-temannya,
yang senada, yaitu ada salah satu temannya yang tinggal di Jepang, dan itu adalah salah satu teman sekamar Emily. Emily memberitahukannya pada Lee.
"Hm, ini ada beberapa temanku yang bilang jika ada salah satu teman sekamarku yang tinggal dan bekerja disini. Tapi dia perempuan, mau apa tidak?"
"Eh, beneran ada? Coba ditanya lagi kontak dan informasi lainnya, nanti setelah beberapa hari kita mampir ke rumahnya untuk menindaklanjuti keinginan kita untuk seseorang yang mengawasi Azfar di rumah sakit nanti selama kita tidak tinggal di Jepang. Nanti dia kita gaji kok, tenang saja misalkan butuh."
"Oke, baiklah, nanti aku kasih kabar ke kamu misalkan ada hal-hal yang perlu untuk dibahas."
"Oke, aku serahkan ke kamu. Lebih baik kita nikmati makanan kita disini."
"Tentu."
Mereka melahap makanan didepan mereka dengan seksama, sepintas memang tidak ada yang aneh dari tingkah laku mereka, dan kehidupan kota pada umumnya, semuanya nampak alami dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena memang itulah keinginan manusia pada saat itu, seakan tersadar kembali akan peristiwa menggemparkan dua tahun lalu di benua Asia.
—||—
2 tahun silam sebelum peristiwa bom bunuh diri,
Benua Asia adalah salah satu benua paling luas di planet bumi yaitu; 44579000 km2, dengan jumlah penduduk; 4,164,252,000 jiwa. Yang mempunyai beberapa bagian; Asia Tengah, Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Barat. Pada hari itu, tepat di bulan Januari tanggal 26, muncul sebuah sinar berbentuk bulat pada waktu malam. Orang disekitar cahaya itu mendekatinya karena rasa penasaran mereka, jelang beberapa lama setelah mereka berkumpul disekitar itu. Cahaya itu kemudian membesar dan semakin besar kemudian menelan apapun yang masuk didalamnya, sampai cahaya itu membesar hingga melenyapkan Asia Tengah dan sebagian Asia Timur dan Asia Barat.
Beberapa orang yang selamat dari kejadian itu, memutuskan untuk mengungsi ke negara yang lebih aman, seperti Amerika, Eropa, dan beberapa negara benua Asia lainnya yang masih tersisa. Dan beberapa peneliti memutuskan untuk menjadikan beberapa negara sebagai basis penelitian tentang kejadian ini. Dan memutuskan setiap tanggal 26 Januari sebagai hari yang disebut sebagai Gate. Dan I-Lee yang saat itu berada di Badan Investigasi Kasus di sebuah negara, mendapatkan kabar tentang lowongan di PBB untuk penanganan kasus yang serupa. Dan I-Lee masuk ke bagian itu dan ikut meneliti setiap bagian daripada daerah-daerah yang terdampak daripada kasus Gate, dengan mengambil sampel dan kesaksian orang-orang yang selamat. Untuk sementara ini, kasus Gate ditangani oleh Badan Penanggulangan Supernatural yang I-Lee berada di dalamnya, I-Lee masuk di bagian Investigasi. Dimana dirinya sering bepergian ke beberapa negara dan mencari literatur-literatur untuk penanggulangan misalkan terjadi kasus semacam ini. I-Lee nampak antusias sekali dengan setiap pencarian nama, legenda, dan literatur sejarah yang ada di setiap negara.
Sampai di sebuah investigasi di Mesir, dia bertemu dengan Robby. Dan sebuah fakta mengejutkan diterima oleh I-Lee, dari obrolan keduanya di sebuah kedai kopi.
"Hai, lama tak jumpa. Apa kabar denganmu?"
"Iya, baik. Ternyata lama juga kita tidak bertemu, bagaimana kabar Azfar?"
"Entahlah, aku belum menghubunginya lagi, lagipula dia sedang ada urusan di Indonesia."
"Ada urusan apa engkau datang ke Mesir?"
"Aku sejak beberapa bulan lalu masuk ke dalam kelompok Investigasi Supranatural, untuk meneliti dan setiap kejadian aneh dan menggemparkan aku harus berada di sekitar daerah itu. Bahkan aku ke Mesir untuk mencari informasi tentang kejadian Gate. Apakah engkau tahu tentang Gate? Aku juga penasaran dimana dirimu bekerja."
"Oh, masuk di bagian investigasi ya, lumayan berat juga dirimu bekerja ya. Tentang Gate? Sepertinya aku punya informasi menarik untuk Gate, lagipula aku masuk ke sebuah agensi milik seorang penyihir."
"Oh, menarik. Penyihir sungguhan? Bagaimana engkau tahu jika dia adalah seorang penyihir? Dan kau bekerja bersamanya, bagaimana bisa? Dan apakah Gate itu ada sangkut pautnya dengan dirinya?"
"Jika aku kaitkan dengan majikanku, penyihir itu tidak mengikuti ritual re:birth. Dia tidak diundang, dan dia hanya mengatakan padaku saat malam itu, jika suatu saat kejadian tak masuk akal akan sering terjadi, dan terus menghantui setiap jengkal tanah dimanapun ia berada."
"Hm, jadi bisa disimpulkan jika Gate adalah akibat dari ritual penyihir? Lalu untuk apa ritual Gate itu dilaksanakan?"
"Aku tidak pernah tahu tentang langkah-langkah yang ia inginkan, tetapi para penyihir menginginkan sebuah cara yang diluar akal sehat untuk melaksanakan apa yang mereka yakini, karena ritual re:birth ini sejatinya memiliki tujuan satu. Melahirkan bumi kembali. Yang berambisi untuk melenyapkan umat manusia terlebih dahulu, dengan mengorbankan beberapa orang untuk berada di Altar Kebangkitan. Kemudian para penyihir itu akan memakan daging mereka mentah-mentah untuk dimakan..."
"..."
"Kenapa dirimu?"
"Ah, tidak, tidak apa-apa. Aku hanya syok dengan apa yang engkau sampaikan, apakah upacara itu tetap dilaksanakan sampai saat ini?"
"Oh, untuk membunuh orang, mereka sudah tidak melakukan itu. Tetapi sebagai gantinya itulah terjadi peristiwa yang dikenal sebagai Gate. Jika menurut perhitunganku, mereka akan melakukan teknik-teknik itu sekitar beberapa tahun lagi. Tetapi Lee, aku tidak bisa menjamin jika aku tidak terlibat dengan kasus ini. Aku minta tolong untuk menutupi keterlibatanku, karena aku tengah berada di jalan yang dapat menemukanku pada tujuanku."
"..."
"Ooo... ayolah Lee. Aku saja."
"Oh, baiklah, jika itu yang engkau inginkan, aku harapkan dirimu mampu menutupi dirimu saja. Tetapi berikanlah aku beberapa informasi yang dapat membantuku menyelidiki setiap kasus yang menyedihkan."
"Baiklah jika itu keinginanmu. Aku akan pergi dulu, ada urusan mendadak yang harus aku lakukan. Selamat tinggal, kita harus bertemu di Jepang, 2 tahun lagi. Percayalah, aku akan datang, pastikan Azfar juga datang."
"Tentu, Perfeksionis. Kita berdua akan datang."
Obrolan mereka berdua, menandakan babak baru perselisihan antara kedua orang yang saling berteman, bersahabat, dalam asrama, menyelesaikan masalah yang sama-sama mereka hadapi, tetapi, saat ini. Mereka berdua, tidaklah berada di pihak yang sama. Mereka berada di pihak yang pada akhirnya akan saling berhadapan dan bertemu sebagai lawan.
Itulah rahasia dimasa lalu, antara I-Lee dan Robby. Meskipun Lee mendapatkan fakta bahwa Robby terlibat dalam kasus-kasus gelap yang tidak ditangani polisi, Lee tetap melindungi temannya, karena itulah tugas seorang teman, saling melindungi tujuan mereka, dan menghancurkan tujuan itu ketika mereka di jalan yang kuat, karena rasa persaingan diantara mereka yang kuat. Sementara Azfar ketika itu, masih berada di tanah airnya Indonesia, sementara kedua temannya sudah berada di tingkat yang sangat jauh dengannya. Azfar hanya menjadi pedagang kaki lima yang menjajakan cilok ketika hari sudah mulai gelap. Meskipun Azfar hanya sebagai pedagang cilok, dia tetap dihormati oleh Lee dan Robby. Azfar juga menjadi seorang pengajar di sebuah sekolah, meskipun sekolah itu bukanlah, sebuah sekolah yang terkenal.
Azfar meskipun bukan sebagai pengajar tetap, dia beberapa kali telah meningkatkan proses belajar anak-anak menjadi lebi aktif, dan kepala sekolah itu sendiri juga mengiyakan program yang diajukan oleh Azfar untuk anak-anak. Terlihat dari beberapa anak-anak yang bersemangat diajar dengan beberapa pelajaran, dan itu sangat membuat anak-anak tertarik, bahkan menyukai karakteristik setiap mata pelajaran. Walaupun itu adalah pelajaran sulit, mereka tetap mencoba untuk meraih nilai yang lebih baik.
Dan ketika 2 tahun berselang, Azfar meminta izin untuk cuti dari sekolahnya, kepada kepala sekolahnya yang beranama Edwin.
"Pak, saya ingin mengajukan cuti pak selama 3 minggu."
"Lho, kenapa? Ada masalah?"
"Ini, saya diajak oleh teman saya liburan ke Jepang..."
"Oh, jadi diajak liburan ke Jepang, iya silahkan, tidak apa-apa. Temannya dimana?"
"Teman saya di Amerika pak, kerja di PBB. Di bagian apa gitu, saya kurang paham."
"Hm, panteslah kalo gitu. Iya gak papa, silahkan saja. Misalkan nanti kok ada apa-apa nanti saya dikabari ya."
"Baik pak, siap. Nanti saya usahakan untuk mengabari bapak."
"Baiklah, silahkan."
Azfar langsung bergegas mengambil barang-barang dan pakaian yang sekiranya bisa ia pakai selama berada di Jepang, beberapa pakaian memang sengaja dia beli ketika sampai disana. Dan Azfar berangkat ke Jepang sehari setelah itu.
—||—
2 tahun setelah peristiwa bom bunuh diri.
Dan, Azfar berakhir di rumah sakit. Terdiam dan membisu, tidak mampu mengatakan sepatah katapun, atau gerak-gerik dari sekujur tubuhnya. Azfar benar-benar hanya mampu terbaring di atas ranjang dengan selang dan kabel yang menempel pada tubuhnya. Dirinya hanya pasrah, tak mampu memberikan kabar, dan tak mampu menerima pesan. Dia seperti onggokan daging tak berguna. Meskipun demikian, saat orang-orang telah pergi dari keramaian, Lee beserta istrinya, dan juga Robby dengan segala rahasianya. Ada seseorang yang merelakan dirinya menjadi seorang penjenguk bagi seseorang yang tidak dikenalnya. Baginya ini adalah sebuah cara untuknya mengisi kekosongan, seperti raut wajahnya dan juga cara memperlakukan ruangan tempat dimana Azfar berada, dia menyusunnya dengan penuh senyuman di wajahnya. Memang manis, tetapi sayangnya dia tidak pernah mampu berbicara dengan seseorang yang terbaring tak berdaya di hadapannya. Wanita itu meninggalkan dirinya yang tidur tanpa sepatah kata apapun. Karena sadar, itu pun tak akan membantu.
Sementara di dalam ketidaksadaran Azfar sendiri, dirinya tengah bertarung dengan dirinya sendiri. Mengalami berbagai peristiwa aneh dan tak masuk akal dalam dirinya.
Berbagai peristiwa ia lihat, kematian, pembunuhan, sebuah sinar, tangisan seorang anak, dan wanita yang menunduk lesu diatas tanah. Mendadak mereka semua melebur menjadi tanah, seonggok tulang berserakan dimakan oleh seseorang yang telah bersimbah darah. Pergi tanpa rasa bersalah, hanya tawa dan mulut yang penuh dengan darah, sembari mengunyah hingga mamahannya itu melunak layak untuk masuk meskipun dalam keadaan mentah-mentah. Menjijikkan batinnya berteriak.
Azfar begidik ngeri melihatnya, muntah pun tidak sampai karena saking jijiknya. Dia menunduk, semuanya melebur kembali, hingga muncul sebuah lingkaran besar di dataran yang sangat luas, perlahan lingkaran itu lenyap menjadi sebuah cahaya, Azfar hanya melihatnya. Melihat tanah kosong dengan rerumputan liar yang bertebaran dimana-mana, kemudian muncullah pohon satu-dua, sampai rimbun seperti hutan yang luas, dan diterpa oleh manusia-manusia yang muncul entah dari mana. Pohon dibabat habis, air menjadi mengeruh, banyak asap bertebaran, rumah-rumah penduduk berubah menjadi sebuah bangunan tingkat menjulang tinggi megah,, asap menggumpal dan membuat semuanya murka,, semuanya dilenyapkan kembali oleh lingkaran itu. Seakan lingkaran itulah sumber dari setiap kehidupan, mengulangi setiap saat kehidupan. Dimanapun, dan kapanpun, dia tidak pernah bosan untuk melenyapkan dan membangun kembali peradaban. Tiba-tiba, semuanya menghilang, menyisakan sebuah ruangan serba putih, yang dirinya tak tahu mana dasar dan mana atas, dimana samping, depan dan belakang. Semuanya nampak sama.
Azfar tertunduk, tiba-tiba sesosok bayangan hitam menghampirinya, dia mengusap-usap kepala Azfar dengan lembut, seperti menyayangi, Azfar melihat ke arah bayangan itu. Tetapi, dalam penglihatannya, itu sangatlah mengerikan, sangat mengerikan hingga tak mampu dimengerti olehnya. Mata yang merah pekat, kulit yang hitam dan pecah-pecah seperti tanah yang kering, seakan menghantuinya sembari menyunggingkan senyuman penuh dendam padanya.
Dan seketika bayangan itupun lenyap dari penglihatannya. Sekarang semuanya gelap, menyisakan sebuah cahaya di horizon di penglihatannya. Azfar mengejarnya, dan perlahan-perlahan Azfar membuka matanya.
Azfar, telah membuka matanya setelah 2 tahun tanpa sadar tergeletak di atas ranjang. Matanya melihat ke beberapa arah di ruangannya, terlihat sebuah kilatan di mata kirinya. Sebuah aktivasi yang tidak lazim mengenai penglihatannya, beberapa benda menghilang dari tempatnya berada. Azfar berteriak sekencang-kencangnya, karena ketidaklaziman yang dia alami. Para suster yang mendengar berlarian menuju ke ruangannya dan masuk ke ruangannya bersama seorang dokter.
Setelah ditangani beberapa saat, dokter menyuntikkan obat penenang padanya. Azfar kembali tenang, dan tidak kembali bertingkah aneh untuk kedua kalinya.
Sementara itu disisi lain di kota yang sama.
Yuki, wanita yang sama dengan yang berada di ruangan Azfar dalam beberapa hari terakhir ini sedang duduk di sebuah ruangan bersama seseorang yang bernama Alice. Mereka tengah berbincang-bincang tentang sebuah ramalan. Di sebuah ruangan yang cukup gelap, yang hanya diterangi oleh lampu-lapu tidur yang berada di setiap pojok-pojok ruangan itu.
"Bagaimana kunjunganmu, masih sering kesana?"
"Tentu, aku hanya menjenguknya dan memberikannya beberapa kuntum bunga di sampingnya. Ada apa?"
"Tidak, aku hanya berpikir tentang sebuah ramalan. Yang merubah dunia, entah menuju kebaikan atau keburukan. Tetapi dia akan menunjukkannya kepada manusia. Dan aku tidak begitu yakin dengan ini, tetapi dia akan menghadapi Gate seorang diri."
"Oh, benarkah? Menakjubkan sekali, tetapi syaratnya itu sulit ataukah tidak sama sekali?"
"Hm, itu tergantung dari pengguna kekuatan itu sendiri. Dalam kasus ini, jika dia menginginkan kekuatan yang lebih, dia akan mengadakan upacara dan itu membuatnya lebih kuat dengan ujian, dan apabila engkau dipilih secara acak, engkau meskipun tanpa kualifikasi jelas. Engkau bisa mendapatkan kekuatan yang sangat besar dan tak terbatas tanpa melakukan hal-hal sulit. Tetapi, jika engkau benar-benar menginginkan kekuatan, engkau akan mendapatkan ujian yang amat sangat menyusahkan. Aku bahkan tidak mampu."
"Entahlah, aku tidak akan bertanya apapun soal itu. Itu bukan urusanku. Tetapi, tugasku hanyalah memastikan jika dirinya mampu bertahan dan aku cukup mengawasinya. Jika itu berkaitan dengan klienku, maka aku akan memberitahukannya sedetail apapun yang aku tahu."
"Huh, seperti biasa, tawamu penuh makna kelicikan..."
Sembari tersenyum, Yuki memberikan tanggapan yang cukup pendek sambil tersenyum pada Alice, "Oh, begitukah Alice?"
"Tentu, karena aku mendengar beberapa rumor tidak bagus mengenai dirimu dikalangan anak muda tentangmu, Yuki. Apakah tidak bermasalah?"
Sambil mendekati Alice, Yuki mendekat kepadanya dan berada di depan wajahnya, "Tentu tidak, karena itu bukan sesuatu yang harus aku khawatirkan. Dan itu bukanlah sebuah hal yang perlu aku takutkan, ke-tu-a."
Sambil merapikan kerah bajunya, dan tergagap-gagap dia menanggapi jawaban Yuki,"Oh, baiklah... jangan menakutiku... aku takut denganmu..."
Sesaat setelah mereka lelah bergurau, Yuki pamit untuk menjenguk seseorang di rumah sakit. Dia bergegas menuju toko bunga dan membeli beberapa buah-buahan.
Yuki telah sampai di rumah sakit, menuju ke bagian administrasi untuk bertanya tentang keadaan Azfar. Para suster pun memberitahukan padanya jika Azfar bisa dijenguk, dan Azfar tidak diperkenankan melihat. Karena sedang memiliki gangguan dalam dirinya, setelah 2 tahun tak sadarkan diri. Yuki hanya tersenyum sambil berjalan meninggalkan bagian administrasi seraya bertolak menuju lift bersama 2 orang suster.
"Eh, ngomong-ngomong udah berapa tahun semenjak kejadian Gate itu?"
"Hus, jangan ngomongin itu lagi. Kita tidak boleh mengobrolkan hal seperti itu disini, hal seperti itu terlalu berbahaya. Banyak orang-orang yang trauma dengan kejadian yang benar-benar tidak terduga itu. Kita harus menghormati kejadian itu. Karena kejadian itu adalah kejadian yang telah dikehendaki oleh dewa."
"Haha... jangan bercanda. Tidak mungkin dewa akan menghukum para manusia dengan hal-hal seperti itu, dan tentu saja itu adalah kejadian alam saja. Benar bukan? Lagipula, itu juga tidak benar-benar terjadi. Liatlah, kita seperti tidak menghiraukan bahwa ada kejadian besar yang benar-benar terjadi."
"Mungkin saja dirimu benar, tapi kita harus menjaga omongan kita pada mereka para korban. Yang jelas kita tidak boleh mengobrolkannya di tempat seperti ini."
Yuki hanya tersenyum dibalik obrolan dua orang suster yang saling mengghibah ini. Yuki berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju ke sebuah kamar dimana Azfar tengah berbaring. Karena mendengar suara pintu yang terbuka, Azfar akhirnya bangkit dan duduk melihat ke arah depan, dan bertanya, "Siapa kamu?"
"Aku Yuki, orang yang ditunjuk oleh bapak I-Lee untuk memastikan keadaan anda, dan mengurus keperluan anda selama berada di sini."
"Oh, maaf. Jika jika nada bicaraku kasar, aku hanya ingin memastikan jika itu orang yang hendak bermaksud buruk. Ada apa kemari?"
"Maaf sebelumnya, saya kira bapak punya kendala setelah sadar dari masa koma bapak, benar begitu?"
"Iya, aku benar-benar merasakan sebuah masalah. Tetapi sebelum membicarakannya, ada baiknya Yuki untuk duduk terlebih dahulu, dan jangan memanggilku dengan sebutan bapak, aku masih muda."
"Oh, iya. Terima Kasih."
"Iya, sama-sama. Jadi saat aku membuka mata, tiba-tiba aku seperti melihat benda-benda di sekitarku ini memberitahukan sebuah komposisinya, dan juga asal-usulnya. Dan penglihatanku ini, membuatku melihat segala kemungkinan yang bisa aku lakukan kepada benda-benda di sekitarku, bahkan sampai masa depan benda-benda ini pun aku bisa melihatnya. Maka aku panik dan berteriak, dan seluruh barang di sekitarku acak-acakan dan penuh dengan besi yang berkarat dan kain putih yang telah usang. Begitulah kata para suster yang merawatku. Jadi nona Yuki, apakah dirimu mengetahui sesuatu dari mataku?"
"Sebentar, aku meletakkan bunga disamping ranjang anda, Azfar."
"Oh, iya tidak apa-apa, silahkan."
Yuki bangkit sembari meletakkan rangkaian bunga yang ia bawa ke dalam vas yang ada di dan beberapa buah dan kembali algi ke tempat duduknya. Seraya menjawab pertanyaan dari Azfar, "Baiklah, Azfar, sepertinya dirimu mendapatkan anugerah... atau biasa yang disebut sebagai mata yang melihat segalanya. Dan melihat segala kemungkinan yang ada, karena itulah matamu dapat melihat seluruh potensi yang ada dari setiap kejadian, benda, kata-kata, sejarah, bahkan kode sebuah kunci yang sebelumnya tidak dapat dibuka pun dapat dibuka olehmu. Dengan kata lain, matamu sangatlah berguna dan berbahaya. Bagaimana, apakah puas dengan jawabanku, Azfar?"
"Entahlah, aku seperti merasakan jika mata ini sangatlah berbahaya. Maka dari itu, aku bingung dari perkataanmu yang mengatakan jika 'ini adalah anugerah dan juga berbahaya'. Justru diriku melihat jika mata ini adalah kutukan, jadi aku masih tidak yakin dengan mata ini, antara anugerah dan kutukan yang ada didalamnya? Aku sungguh tidak mengerti, tetapi yang jelas, aku ingin sebuah keterangan dari apa yang seharusnya aku jumpai ketika diriku tak sadarkan diri, dan ketika mendapatkan mata ini."
"Baiklah, jika seperti itu. Kedepan, aku akan membawa seseorang yang akan memberikan beberapa hal yang sekiranya berguna untukmu, Azfar... jadi, tidak perlu khawatir, aku akan mengundangnya besok."
"Baiklah jika begitu. Aku serahkan padamu Yuki, dan juga jangan ragu untuk memanggilku dengan namaku, aku tidak suka dipanggil dengan nama kehormatan, lagi pula, umur kita pun sama. Jangan ragu. Ya, aku tidak akan menjawab sapaanmu jika dirimu masih memanggilku dengan perkataan tuan atau apalah itu. Oke."
"Baik, Azfar."
"Nah, itu lebih baik." Azfar tersenyum mendengarkan permintaannya yang dikabulkan.
Setelah mereka mengobrol panjang, akhirnya Yuki mohon untuk pamit untuk pulang, Azfar mempersilahkannya, Yuki meninggalkan ruangan itu, meninggalkan Azfar yang terbaring dengan mata tertutup. Ketika pintu itu ditutup oleh Yuki, Yuki memasang sebuah mantra untuk pintu itu.
Dan di dalam ruangan Azfar hanya bisa beristirahat kembali seraya menyelinap ke dalam mimpinya sendiri. Dan jika ada kesempatan ia ingin mengabari keadaannya pada temannya, I-Lee yang telah berada di sebuah negara di benua Eropa.