Mungkin hanya tersisa sebagai beban masa laluku, tentang kedua temanku, dan rasa bersalahku pada Azfar. Aku tak begitu memahami ikatan antara aku dan dia, bahkan di antara kami bertiga. Kenyataannya adalah kami saling bertolak belakang, meskipun kita bertiga ingin melangkah bersama-sama. Tetapi temanku selalu saja mengatakan, 'hidup adalah tentang kebebasan, dan jika dirimu mempunyai tujuan, lalu temanmu menghalangi tujuanmu itu. Maka dirimu tidak mampu bebas kembali, kamu sudah tidak hidup.' Kata-kata itu selalu terngiang, hidup adalah tentang kebebasan. Bebas yang tidak terikat oleh teman manapun, ikatan yang harus bersama-sama. Padahal orang lain mengatakan jika harus saling menghormati perbedaan, lantas mengapa perbedaan itu dikompres dengan satu hal yang menang? Temanku selalu mengatakan hal-hal aneh yang aku tidak mengerti, tetapi ada kalanya aku akan benar-benar mengerti. Dan saat kami berdua mendengarkan kata-kata itu, Aku dan Robby mungkin terhisap oleh pengaruhnya. Hingga akhirnya kami bertiga berakhir di tempat seperti ini.
Ah iya, benar-benar lupa. Aku lupa untuk memperkenalkan diriku.
Namaku I-Lee Bey, aku adalah salah satu dari 3 serangkai. Dalam 3 serangkai itu, di dalamnya ada Azfar, aku, dan juga Robby. Kami bertiga bergabung dalam sebuah klub, dan aktif di dalamnya. Dalam beberapa kesempatan, kami bertiga juga meneliti tentang berbagai macam legenda dan misteri yang ada di sekolah itu. Sungguh, pengalaman yang indah dan tak mudah untuk dilupakan. Dan saat-saat aku melamun kini, mungkin waktu itu tak terasa sangatlah lama.
Benar sekali.
Waktu benar-benar memenjarakan kita, kita tidak sepenuhnya mampu bebas. Kebebasan yang kita impikan itu memang harus dibatasi, tetapi bukan oleh manusia. Kenyataan itulah yang saat ini menggelayuti pikiranku, saat aku duduk di atas kursi dan meja kecil yang berada di balkon penginapan ini.
Dengan ditemani secangkin kopi, aku seperti berpetualang dalam pikiranku. Mengingat masa lalu, merencanakan masa depan. Mengigau tentang impian dan juga... Mengingatkanku tentang janjiku malam ini.
Sial...!!!
Kenapa harus malam ini?
Aku harus menemui Amber untuk informasi yang aku butuhkan, tetapi mengapa?
Mengapa aku malah menikmati kesendirianku di malam ini, di balkon ini. Aku yang hanya menatap langit dan mengagumi keindahan bulan yang bersinar.
Indah sekali...
Dunia ini, beserta isinya... Keseluruhannya amatlah sangat menarik, tidak hanya berpihak pada satu negara. Tetapi, ini soal dunia ini. Tentu saja saat berbicara tentang dunia, maka akan terdapat banyak cerita tentang dirimu, diriku, mereka, masa lalu, pertumpahan darah, kebahagiaan, kebodohan, salah paham, kehidupan, cinta, benci, dendam, memberikan maaf, ketaatan, kesedihan, tangisan, patah hati, kecewa, dan kisah yang sedemikian aku misalkan itu. Akan terhenti dalam sebuah peristiwa kecil yang membuat mereka berhenti merasakan kisah-kisah hubungan antara manusia. Kejadian yang membuatmu menyesali hidupmu, bahagia akan hidupmu, kecewa akan dirimu yang tidak demikian, atau kebahagiaanmu karena seluruh keinginanmu telah tercapai. Tetapi tidak sebegitu mudahnya, benar bukan.
Saat ini, di dalam suasana malam ini, di atas balkon penginapan ini. Aku benar-benar menyesali apa yang aku berikan pada Azfar saat aku, Robby, dan juga Azfar berada di Jepang. Kita bertiga telah berjanji, tapi janji itu terlewat begitu saja karena kejadian tak terduga. Sedih bercampur kekecewaan pada diri sendiri, karena kesalahanku. Perasaan itulah yang menghantuiku akhir-akhir ini, bahkan aku ragu untuk menghubungi Azfar karena itu. Karena bagiku, dia adalah inti dari pemikiran-pemikiran aku dan Robby. Dia adalah yang kami tuju, dan kami ingin membuktikan perkataan-perkataannya.
Sebenarnya, aku sangat merindukan beberapa petuahnya dan nasihatnya. Ketika dirinya memberikan saran, dia akan membuat kita memilih beberapa saran dengan resiko dan juga kesempatan terbesar yang bisa kita terima. Azfar, darimana ia belajar tentang memberikan nasehat itu? Apakah Azfar adalah role model hidup yang ideal bagi kami berdua? Aku tidak tahu akan hal itu, tetapi selama ini, aku dan Robby berlomba-lomba untuk mendapatkan apa yang Azfar sebut sebagai pribadi yang murni.
Tetapi saat ini aku begitu malu untuk bertemu dengannya, apalagi menghubunginya. Aku seperti merasakan beban kesalahan yang amat besar, menimpaku, dan membuatku tersungkur di atas tanah yang basah karena hujan. Rasa-rasa hati ini tak sanggup bila berpapasan dengan wajahnya.
Aku selalu bertanya-tanya, mengapa harus ada bom disana? Mengapa harus ada orang yang ingin membunuh karakter mereka sendiri untuk menghentikan warna kehidupan mereka sendiri?
Mengapa aku harus tenggelam dalam pekerjaanku, dan melupakan kisah persahabatan kami bertiga?
Aku...
Bisa-bisanya meneteskan air mata disaat aku menyepelekan janjiku dengan Amber, apakah aku sedemikian bodoh? Setidakbertanggungjawab itu? Membiarkan seorang wanita menungguku berjam-jam karena kebodohanku menikmati waktu kesendirianku.
Betapa egoisnya aku ini...
Tapi jika aku lihat saat ini, waktu tidak begitu terlambat. Aku masih bisa menghubunginya, dan meminta ganti akan pertemuan kita berdua. Aku bangkit dari kursi kecilku, mencoba meninggalkan meja dan secangkir kopi yang ada di atasnya. Tetapi usaha itu terhenti setelah aku melihat beberapa orang yang aku kenal menggendong seseorang yang cukup mirip denganku. Keinginanku untuk menghubungi Amber hilang begitu saja, tergantikan oleh rasa penasaranku pada orang yang mirip denganku itu. Meskipun rasa penasaranku begitu besar padanya, aku tetap menyimpan rasa penasaranku dibalik sikap tenangku. Aku putuskan untuk menunggu mereka sampai di penginapan, dan menanyakan tentang orang itu dan juga mengapa mereka mengikutinya.
Aku putuskan untuk berdiri di pinggir balkon, meletakkan kedua tanganku dan melipatnya di atas tralis besi.
Mereka masuk ke dalam penginapan, aku membalikkan badan dan meminum kopiku beberapa seruput kemudian keluar dari kamarku. Aku lebih kaget lagi saat melihat mereka berlima membawanya kemari dihadapanku, benar-benar di depan mataku. Orang itu terlihat memang seperti diriku, dan memang diriku yang lain. Aku akui itu, bahkan aku tak bisa menyangkalnya. Aku hanya bisa menyembunyikan rasa penasaranku dalam sikap tenangku.
"..."
"..."
"Jadi, siapa yang kalian bawa itu?"
"Maaf, sebelumnya tuan. Dia adalah anda sendiri..."
"Hm, bagaimana kalian bisa menganggap jika dia adalah aku? Alex coba terangkan ini!"
"Sebelumnya mohon maaf tuan bila saya lancang, tetapi benar adanya jika dia adalah anda sendiri. Tuan Lee."
"Hm, bagaimana bisa dirimu seyakin ini? Apa bukti kuat bagimu?"
"Ini tidaklah apa-apa tuanku, tetapi ini seperti sebuah legenda."
"Legenda?"
"Iya tuanku, benar sekali. Legenda tentang doppelgänger. Yaitu kepercayaan dalam legenda Jerman tentang adanya diri kita yang lain, yang memberikan pertanda bagi diri sendiri."
"Memberikan berita akan masa depan? Menarik sekali, apakah kita benar-benar bisa melakukan sesuatu tentang doppelgänger ini?"
"Mungkin bisa tuanku, karena dalam beberapa cerita. Ada beberapa orang yang dapat mengendalikan doppelgänger mereka sendiri. Ada beberapa kisah menarik tentang doppelgänger ini tuanku, apakah anda tertarik untuk mendengarkannya?"
"Hm, jika ada sesuatu yang menarik aku akan mendengarkannya. Tetapi lebih baik kita bicarakan di ruanganku, tidak bisa kita berdiam di tempat ini."
"Baiklah tuanku."
Cukup mengejutkan, seorang doppelgänger? Kopian diri sendiri? Bagaimana aku bisa mendapatkan hal-hal semenarik ini? Padahal menurutku sendiri, doppelgänger akan lebih menarik jika dimiliki oleh Azfar atau Robby sebagai teman mereka. Sedangkan aku yang hidup bersama orang-orang yang jauh dari kata aneh ini, dapat membuatku mendapatkannya. Bagaimana bisa doppelgänger ini lebih berpihak padaku? Apakah ini menjadi sebuah pertanda?
Pertanyaan-pertanyaan mulai menggelayuti diriku, diriku ingin lebih mengetahui fakta tentang doppelgänger-ku ini. Dan bagaimana dirinya bisa ada dan muncul di antara bawahanku ini, dan juga aku ingin benar-benar memahami arti dari tujuan yang diinginkan oleh Azfar. Tujuannya yang aku dan Robby ambil sebagai jalan yang berbeda, tetapi satu tujuan. Aku ingin tahu dari doppelgänger-ku, jika benar dirinya datang untuk memberikan kabar dari masa depan. Pastinya aku juga ingin tahu, akan berakhir dimanakah pertaruhan dari kita bertiga sebagai sahabat?
Doppelgänger, aku mengandalkanmu...
—||—
Akhirnya mereka masuk ke dalam kamar Lee, sedangkan doppelgänger-nya dibaringkan di atas dipannya, Lee dan bawahannya berada di atas kursi mereka masing-masing dan mulai mendengarkan Alex berbicara tentang doppelgänger...
"Baiklah tuan, malam ini aku akan bercerita tentang legenda doppelgänger milik beberapa tokoh terkenal... salah satunya adalah Ratu Elizabeth 1, seorang ratu Inggris yang memerintah pada masa 1558 hingga 1603. Ratu Elizabeth 1 juga dikenal sebagai pribadi yang kharismatik, berwibawa, dan cerdas. Namun dalam sebuah kisah, diceritakan jika pada suatu hari dia bertemu dengan doppelgänger-nya yang terbaring kaku di ranjangnya seperti mayat. Orang-orang di sekitarnya yang mengetahui kejadian tersebut mengira jika itu hanyalah halusinasi dari sang ratu, tetapi tidak demikian. Ratu Elizabeth 1 merasa dihantui oleh perasaan-perasaan aneh karena itu seperti sebuah pertanda kematian, hingga akhirnya beberapa tahun kemudian sang ratu meninggal. Itu salah satu di antara kisah doppelgänger... Bagaimana tuan?" Alex memberikan kisah tentang doppelgänger Ratu Elizabeth 1.
"Hm, jadi bisa dikatakan jika doppelgänger adalah pertanda kematian? Lantas apakah aku akan mati dalam waktu dekat?" Lee memastikan kisah itu dengan keadaannya saat ini.
"Tunggu dulu Alex, jika doppelgänger adalah pertanda kematian kenapa dalam kisah lain, yang ditemukan. Doppelgänger malah bisa dikendalikan, dalam kisah Maria de Agreda. Dia mengaku jika telah mengutus 'dirinya yang lain', untuk mengajarkan ajaran khatolik di dataran yang tak terjamah. Padahal dirinya tidak pernah meninggalkan tanahnya. Dan itu dianggap sebagai kemampuan pemberian Tuhan." seorang bawahan lain memberikan keterangan yang pernah ia dapatkan, untuk memberikan kabar baik pada Lee.
"Hm, jadi bisa menjadi semacam anugerah ya? Tapi mengapa doppelgänger itu diperintah seperti itu? Lantas kenapa ada yang bisa dijadikan pesuruh, bukankah ini sangatlah menarik?" Lee tertarik dengan kisah doppelgänger yang dianggap sebagai anugerah.
"Benar sekali tuanku, kasus doppelgänger ini juga bisa menjadi pertanda kebaikan. Seperti kisah Abraham Lincoln yang melihat doppelgänger-nya di kaca. Ketika menceritakan pengalaman itu kepada istrinya, istrinya mengatakan jika itu pertanda jika dirinya akan terpilih lagi. Setelah beberapa tahun kemudian, ternyata dirinya memang benar-benar terpilih lagi." seseorang yang lain juga memberikan bukti tentang doppelgänger milik Abraham Lincoln.
"Oh, menjadi pertanda kebaikan ya?" Lee menjadi semakin tertarik.
"Iya tuanku, tetapi diantara kisah-kisah doppelgänger yang ada. Aku ingin sedikit menceritakan tentang doppelgänger seorang guru... Dia bernama Emilie Sagee, seorang guru yang amat baik, teladan di sekolahnya mungkin. Dirinya dikisahkan telah berpindah-pindah tempat kerja dalam 16 tahun sebanyak 19 kali. Pada tahun 1845, barulah pihak sekolah menyadari alasan mengapa dirinya berpindah-pindah sebanyak itu. Karena Sagee telah mengalami kejadian doppelgänger yang tidak umum. Bagaimana saat itu bayangannya pertama kali terlihat ketika berada di kelas oleh ketiga belas muridnya saat itu. Bayangan itu berdiri disampingnya dan menirukan gerakan yang sama seperti Sagee, dan Sagee mengetahui kehadiran bayangannya sendiri. Kemudian kemunculan bayangannya itu berangsur-angsur meningkat, yang tadinya hanya muncul di dalam kelas, mulai bergerak ke segala tempat dan memiliki tubuh fisik, serta mengganggu anak-anak didik di sekolah tersebut. Dikatakan juga menurut kesaksian mereka yang menembus tubuh bayangan Sagee, mereka mengatakan jika perasaan mereka ketika menembus bayangan Sagee adalah seperti menembus sehelai kain. Karena itulah meskipun Sagee memiliki kepribadian yang baik, tetap saja pihak sekolah memintanya untuk keluar dikarenakan komplain dari orang tua murid. Demikian tuan kisah dari berbagai doppelgänger yang ada, bagaimana pendapat anda, tuan?" Alex memberikan kisah yang cukup panjang yang diceritakan pada mereka yang ada di dalam ruangan itu.
"Yah, jika seperti itu yang terjadi di masa lalu, ya sudahlah biarkan saja. Karena itu memang sudah terlewat, sekarang waktunya berbeda. Sekarang diriku yang mengalaminya, maka aku akan menyelesaikannya. Jadi mari kita tunggu doppelgänger ini bangun dari pingsannya. Eh aku hampir lupa. Bagaimana kejadian saat dia berhasil diracuni, apakah kau mengetahuinya?" Lee merasa sedikit lega, dan mempertanyakan kronologi saat doppelgänger-nya keracunan.
"Tidak tuanku, kejadiannya sangatlah cepat sekali. Aku tidak ikut masuk ke dalam ruangan, tetapi seperti dugaanku. Musuh memiliki seorang pengguna kemampuan tipe kodifikasi zat, yang mampu memanipulasi sebuah zat yang berupa cair, gas, dan juga padat." Alex memberikan dugaannya pada Lee, untuk membuat Lee mewaspadai serangan balasan.
"Hm, seperti dugaanku juga. Ini benar-benar gawat, mungkin aku harus mengecek lagi hal-hal yang sebenarnya..." Lee ingin memberikan keterangan lebih lanjut, tetapi keterangan itu terhenti karena saat itu tiba-tiba saja ledakan bom membuat mereka berlarian melompati jendela di belakang penginapan. Ledakan itu menghasilkan suara yang cukup kencang dan juga menghancurkan bagian dalam dan membakar apa saja yang ada di dalamnya.
Orang-orang yang berada di sekitar gedung mulai berkumpul di depan gedung penginapan yang terbakar, sebagian besar memegangi gawai mereka dan merekam kejadian tersebut. Tapi di antara kerumunan orang-orang itu, sosok orang yang sama dengan yang ditemui oleh Azfar ketika ledakan 4 tahun lalu. Sedang memandangi bangunan yang terbakar dan setengah hancur tersebut, sembari menyeringaikan senyum yang tak sedap dipandang oleh siapapun yang melihatnya.
Lee dan kelima bawahannya beserta doppelgänger-nya pingsan di atas rerumputan taman yang jauh dari penginapan, mereka kelelahan. Lee mengalami beberapa cidera di lengannya, dan luka terkena pecahan kaca di bagian punggungnya. Bawahannya tidak ada yang menguasai sihir dan teknik pengobatan, oleh karena itu Lee hanya bisa menahan rasa sakit itu. Lee mencoba meraih telepon yang ada disakunya, dan menghubungi rekannya yang berada di Detasemen yang sama. V tertulis disana dan kemudian bersiap untuk memberikan sapaan.
"Halo, V. Cepatlah datang kemari, aku telah diserang!! Bawahanku sedang pingsan, dan aku mengalami beberapa cidera dan beberapa luka, kalau bisa kau kemari dengan seseorang yang bisa menggunakan sihir atau orang yang berkemampuan. Karena ada kemungkinan aku sedang diincar dan dikejar, cepatlah!"
"Baik, aku akan segera kesana... Tunggu dan bertahanlah!!!"