Chereads / Konsekuensi / Chapter 17 - Penantian

Chapter 17 - Penantian

Ketika Ismail dan Arka sedang asyik memberikan kucing-kucing peliharaan itu makan di halaman depan, mobil Isa tiba di depan gerbang.

"Kak, turun," suruh Isa pada Arvin.

"Enak saja main suruh-suruh, kau saja yang turun," ujar Arvin.

"Itu tolong buka gerbangnya," ucap Isa.

"Buka saja sendiri."

"Tolong."

"Tidak mau."

"Biar aku masukkan mobil ini, tolong lah."

"Kalau begitu kau buka gerbangnya, biar aku yang bawa mobil ini."

"Tidak! Ini mobilku!"

Mona menggelengkan kepalanya dan lantas turun untuk membuka gerbangnya dengan sekuat tenaga karena gerbang itu cukup berat. Ia kemudian masuk lagi kedalam mobil Isa.

"Gitu aja kok repot, tidak malu sama anak kecil," sindir Mona, kedua kakak-beradik itu pun hanya bisa diam.

Di tempat lain seorang pemuda baru saja pulang kerja. Ia langsung masuk kedalam rumahnya dan berseru.

"Bibi, aku pulang!"

"Sudah bibi bilang, jangan berteriak seperti itu ketika pulang!" sewot seorang wanita tua yang memakai daster. Tubuhnya mulai membungkuk meskipun masih terlihat tinggi.

"Hehe, habisnya aku sedang sangat senang!"

"Memangnya ada apa?" tanya wanita itu.

"Pak Wahyu sedang berulang tahun hari ini, dia memotong jam kerja seluruh karyawannya dan memberikan uang tip sebesar dua juta Rupiah kepada seluruh karyawannya!"

"Ha!!!!" wanita itu terkejut dan berteriak histeris. Ia kemudian memeluk keponakannya yang terlihat masih berusia 20-an itu sambil kegirangan.

"Mwah! Mwah!" wanita itu lantas mencium kedua pipi keponakannya tersebut.

"Bibi ingin berlibur bersamaku?" tanya pemuda itu.

"Kemana? Uang kita tidak cukup untuk berlibur."

"Apa dua juta tidak cukup?"

"Cukup saja, tapi masih banyak hal yang bisa digunakan uang itu selain berlibur. Uang kontrakan rumah ini, uang air, listrik dan lain-lain. Pakaian kita juga sudah sangat usang, kita harus membeli yang baru."

"Benar juga." Pemuda itu lalu melepaskan pelukannya.

"Bersabarlah, nak, akan ada saatnya untuk kita bersenang-senang, percayalah."

"Apa akan ada saatnya bagi mereka berlima untuk kesusahan?"

Wanita itu terkejut mendengar pertanyaan keponakannya itu.

"Kenapa kau masih memikirkan mereka?" tanya wanita itu.

"Maafkan aku." Pemuda itu lalu kembali memeluk bibinya.

Setelah memarkirkan mobilnya, Isa mengajak anak-anak Jhana turun, sedangkan Arvin sudah masuk kedalam mansion lebih dulu.

"Apa keluarga paman akan menerima kami?" tanya Fina.

"Bahkan kak Dina mengerti bahwa ini jalan yang terbaik bagi kalian untuk aman. Tidak peduli mereka akan menerima kalian atau tidak, yang penting kalian aman. Selama aku bersama kalian disini, mereka pasti akan menerima kalian. Mereka hanya butuh waktu untuk benar-benar menerima kalian," jawab Isa.

Jawaban Isa itu tampak berhasil membuat anak-anak Jhana tenang, mereka tersenyum dan malah mengajak Isa masuk.

Ketika sudah berada di depan pintu, Zhani melihat Arka dan Ismail yang sedang memberi makan kucing-kucing, ia pun tertarik dan ingin bergabung.

"Paman aku kesana ya," pamit Zhani pada Isa.

"Bermain dengan kucing bersama Arka dan Ismail? Kenapa tidak?" ucap Isa, Zhani pun lantas langsung berlari menghampiri Arka, Ismail dan kucing kucing tersebut.

Putra bungsu Jhana itu langsung mengambil salah satu kucing dan duduk, ia lantas mengelus-elus kucing itu. Ismail dan Arka tidak butuh waktu yang lama untuk menyadari keberadaan Zhani. Arka lalu menghampiri Zhani.

"Kau yang kemarin, kan?" tanya Arka yang tidak tahu bahwa Zhani itu adalah kakak laki-laki tirinya.

"Iya," jawab Zhani sambil tertunduk, ia takut kalau Arka juga jadi ikut-ikutan tidak menerimanya.

"Paman Ismail bilang mereka lapar, ini makanan mereka, berilah kucing itu makan." Arka menyerahkan makanan kucing itu pada Zhani, Zhani menerimanya dan merasa senang.

"Terima kasih," ujar Zhani.

"Kalau tidak salah namamu Zhani, ya?" tanya Arka, Zhani mengangguk.

"Aku Arka," sambung Arka sambil mengajak Zhani bersalaman.

"Kau mau berteman dan bersalaman dengan aku?" tanya Zhani.

"Kenapa tidak? Aku tidak punya teman selain Shirina," jawab Arka.

"Shirina itu siapa?"

"Anak perempuan yang kemarin juga ikut makan malam bersama."

"Sudah, jangan pikirkan dia, kau mau kan menjadi temanku?" lanjut Arka.

"Tentu saja." Zhani kemudian bersalaman dengan Arka, mereka berdua tersenyum dan terlihat sekali kalau senyuman mereka murni dan tidak dibuat-buat.

Ya, ini adalah momen dimana 2 anak kecil berjenis kelamin laki-laki yang sebenarnya saudara tiri, bersalaman sebagai tanda mereka mulai berteman.

"Kau tinggal dimana?" tanya Arka.

"Aku tinggal dirumah kecil," jawab Zhani.

"Jauh dari sini?"

"Iya."

"Kau datang kesini dengan siapa?"

"Dengan kakak-kakakku dan paman Isa juga kakaknya paman Isa."

"Maksudmu paman Arvin?"

"Mungkin itu namanya."

Ismail hanya terkekeh melihat keakraban 2 bocah itu.

Ny. Zemira baru saja keluar dari ruang kerjanya, namun ia dikejutkan oleh kehadiran Arvin yang berjalan menaiki tangga.

"Arvin?" panggilnya. Disaat yang sama, Isa, Mona dan Fina masuk.

Arvin menoleh ke arah Ny. Zemira.

"Kau dari mana bersama teman-temanmu?" tanya Ny. Zemira.

"Bersama teman-temanku?" Arvin tampak heran.

"Iya, Isa mengirim pesan pada ibu, dia bilang kau tidak akan pulang karena sedang bersama teman-temanmu."

"Ooooh, itu. Arvin dari pagi habis berjudi," ucap Arvin.

Isa tampak terkejut dengan jawaban jujur Arvin. Ia tidak menyangka kalau kakak laki-lakinya itu akan menjawab pertanyaan ibu mereka secara jujur.

"Berjudi?" tanya Ny. Zemira yang terlihat tidak percaya.

"Iya, berjudi, merokok dan minum alkohol, itu yang aku lakukan sejak pagi," jawab Arvin.

'Apa dia sedang mabuk?' batin Isa.

"Oh iya, aku rugi lima belas juta gara-gara judi," sambung Arvin.

"Apa maksudmu?" Ny. Zemira masih terlihat heran.

"Iya, semua yang kukatakan itu benar. Dan aku sudah keluar dari daftar anggota di kasino itu. Sudah, itu saja," pungkas Arvin yang langsung pergi menuju kamarnya.

Ny. Zemira yang masih bingung pun melihat kebelakang, ia mendapati Isa, Mona dan Fina yang berdiri di belakangnya, namun ia hanya melirik Isa. Isa yang tahu sedang dilirik pun lantas memalingkan wajahnya dan bersiul tidak jelas, padahal ia tidak bisa bersiul, jadi yang keluar dari mulutnya hanya angin.

Sadar kalau anaknya menolak menjawab sebelum dirinya bertanya, Ny. Zemira pun jadi yakin kalau apa yang dikatakan Arvin benar adanya. Kebingungannya pun berubah arti, sekarang ia bingung kenapa Arvin membuat pengakuan itu. Ditambah lagi anak-anak Jhana yang tiba-tiba ada bersama Isa.

"Apa yang anak-anak ini lakukan disini?" tanya Ny. Zemira sambil mengernyitkan dahinya.

"Mereka ... ibu mereka belum kembali," jawab Isa.

"Apa?!"

"Y-ya ... ibu mereka menghilangkan diri tanpa alasan yang jelas."

"Lalu kenapa mereka ada disini?"

"Dina mengambil alih tugas ibu mereka untuk mengasuh mereka. Tapi dia belum bisa benar-benar mengasuh mereka, mereka lepas dari pengawasan saat Dina bekerja, jadi aku memutuskan untuk membawa mereka kesini setiap hari."

"Apa maksudmu? Jelaskan secara rinci."

"Jadi sebenarnya semalam aku dan Dina tidak berhasil menemukan Jhana ibu mereka, awalnya kami memutuskan untuk melaporkan pada polisi malam ini setelah dua puluh empat jam mengenai hilangnya ibu mereka, tapi setelah Dina mendapatkan surat di kostnya dari Jhana, kami memutuskan untuk tidak mencari Jhana," jelas Isa.

"Kenapa?" tanya Ny. Zemira.

"Karena surat itu ditulis oleh Jhana. Dia menyuruh Dina untuk tidak mencarinya dan mengatakan kalau dia tidak bisa memberitahu alasannya menghilang seperti ini. Kami yakin kalau surat itu ditulis oleh Jhana karena ketika Dina hendak membayar SPP Fina, pihak sekolah mengatakan kalau Jhana sudah membayarnya beberapa menit sebelum Dina sampai disekolah itu. Dan menurut salah satu teman kerja Dina, Jhana tadi pagi datang ke tempatnya bekerja dan melakukan pengunduran diri. Itu artinya dia menghilangkan diri dari Dina dan anak-anaknya."

"Dasar orang zaman sekarang, entah apa saja yang dilakukan untuk mencari perhatian," ucap Ny. Zemira sambil mendengkus.

"Dia pasti punya alasan, bu."

"Ibu tidak akan memikirkannya lagi. Apa kau dan Dina tetap akan melapor pada polisi malam ini?"

"Kami sudah sepakat untuk tidak melaporkannya pada polisi."

"Lalu bagaimana dengan anak-anak ini?"

"Mereka tinggal bersama Dina, dibantu olehku Dan mereka akan berada disini setiap hari selain hari libur Dina."

"Untuk apa mereka disini?"

"Ibu, jika mereka ditinggal di kost Dina, tidak akan ada yang mengawasi mereka, tadi saja mereka sudah membuatku dan Dina panik karena mengatakan kalau terjadi kebocoran gas. Makanya aku membawa mereka kemari karena aku merasa kalau mereka akan lebih aman berada disini."

Ny. Zemira lantas memutar sempurna kedua bola matanya dan pergi begitu saja ke kamarnya.

'Sepertinya akan sulit untuk membuat keluarga ini menerima mereka,' batin Isa.

Ny. Zemira masuk ke kamarnya dan melihat suaminya yang hanya bisa duduk dan tidur sedang berada di teras kamar mereka dan menghadap ke depan.

"Farzin ..., aku percaya karma itu ada, tapi aku tidak pernah mengharapkan hal seperti ini terjadi padamu," gumam Ny. Zemira.

Ucapannya itu justru membawa ingatan buruk tentang masa lalunya. Pada masa sebelum Rasyid lahir, dan dirinya hanya tinggal berdua dengan Tn. Farzin, ditemani oleh beberapa pekerja rumah. Dan itu sekitar 42 tahun yang lalu.

Kala itu, Ny. Zemira hanyalah seorang gadis belia berusia 16 tahun. Ia mengingat hari pernikahannya dengan sang belahan jiwa, di usianya yang baru menginjak 16 tahun dan Tn. Farzin yang baru berusia 18 tahun.

Namun entah mengapa Ny. Zemira tidak bisa mengingat tentang awal pernikahan mereka lagi. Terlalu menyakitkan baginya untuk mengenang masa lalunya, sehingga saat ini ia hanya bisa menangis agar tidak mengingat semuanya.

Setelah mendapatkan pesan dari Bunga, Kevlar lantas langsung pulang ke mansion dan mengetuk ruang kerja Ny. Zemira. Tapi ia tidak mendapatkan jawaban. Secara kebetulan, Indira yang berjalan menuju pintu, lewat di hadapannya.

"Indira?" panggil Kevlar.

"Ya, Tuan?" sahut Indira.

"Dimana ibu?"

"Maksud Anda Nyonya Zemira, Tuan? Beliau ada di kamarnya."

"Baiklah." Kevlar kemudian melangkah menuju kamar Ny. Zemira dan Tn. Farzin, ia pun lantas mengetuknya.

"Ibu, apa ibu di dalam?" ucap Kevlar.

Ny. Zemira yang mendengar ketukan dan suara Kevlar pun lantas langsung menyahut dan keluar. "Iya, sebentar."

"Bunga mengatakan kalau ibu menyuruh saya untuk pulang tanpa alasan. Ada apa, bu?" tanya Kevlar setelah pintu kamar itu dibuka oleh Ny. Zemira.

"Ayo kita berbicara di ruangan kerja ibu saja," ajak Ny. Zemira, Kevlar hanya mengangguk dan mengikuti langkah ibu mertuanya tersebut.

Isa mengajak Mona dan Fina masuk kedalam kamar Shirina yang bernuansa putri Disney. Ya, dinding di kamar Shirina bertema Ungu dan bergambar putri-putri Disney.

"Nah, kalian boleh memainkan segala mainan disini," ujar Isa.

"Ini kamar siapa, paman?" tanya Fina.

"Ini kamar Shirina, keponakan perempuan paman," jawab Isa.

"Tapi apa dia akan mengizinkan kami?"

"Kenapa tidak?"

"Apa paman lupa? Semalam dia juga mengatakan kalau kami membawa virus kemiskinan," ucap Mona.

"Jangan bicarakan soal virus kemiskinan lagi, paman akan marah jika kalian membicarakan soal itu lagi, karena virus seperti itu tidak ada," kata Isa.

"Tapi ini kamar Shirina, bukan kamar paman, dan mainan yang paman suruh kami mainkan juga milik Shirina. Jika seseorang tidak mengizinkan barangnya dipakai oleh orang lain, maka kita tidak boleh memakainya."

"Dari mana kau yakin kalau dia tidak akan mengizinkan kalian memainkan mainannya?"

"Itu terlihat dari perilakunya semalam. Sebelum kami menyentuh barangnya saja dia sudah seperti itu, apa lagi jika kami menyentuh barangnya, bisa habis kami," timpal Fina. Isa hanya bisa terdiam dengan jawaban 'skakmat' dari Fina.

"Kenapa kita tidak belajar saja? Paman bisa mengajar, kan? Aku tidak pernah bersekolah, aku buta huruf dan buta angka. Paman mau mengajariku?" usul Mona.

"Belajar? Tentu saja paman bisa mengajari hal-hal seperti itu," ujar Isa.

"Bukankah itu lebih baik dari pada bermain?" ucap Fina seraya tersenyum. Senyuman itu lalu dibalas oleh Isa.

Mereka bertiga kemudian keluar dari kamar Shirina dan berjalan menuju kamar Isa.

"Duduklah," suruh Ny. Zemira pada Kevlar sambil duduk di kursi kerjanya.

"Ini adalah hari terakhir Ayang bekerja disini, malam ini dia akan pergi dari mansion ini. Ibu mau asisten rumah tangga yang baru untuk menggantikannya kurang dari tiga hari dari sekarang. Temukan asisten rumah tangga sesuai dengan kriteria yang ibu berikan. Apa kau bisa melakukannya?" sambung Ny. Zemira.

"Batasnya tiga hari? Tentu saja bisa, itu bukan pekerjaan yang sulit," jawab Kevlar.

Ny. Zemira lantas tersenyum mendengar jawaban menantu keduanya itu.

"Bagaimana klien baru kita?" tanya Ny. Zemira.

"Semuanya berjalan dengan lancar ibu, seluruh perjanjian sudah disepakati dan proyeknya akan dimulai besok."

"Bagus sekali, kali ini kamu berperan sangat penting untuk proyek ini."

"Tidak ibu, Bunga dan Raya lah yang berperan sangat penting untuk proyek ini, jika mereka tidak berteman dengan pemilik salon dan spa yang sering mereka datangi, tidak mungkin saya akan bermitra dengan klien baru kita ini yang tidak lain adalah suami pemilik salon dan spa itu."

"Ibu senang jika keluarga ini saling bekerja sama dan saling melengkapi."

Kevlar lantas terkekeh, sedangkan Ny. Zemira hanya tersenyum.

"Kevlar, ada satu hal yang ingin ibu katakan padamu," ucap Ny. Zemira.

"Soal apa, bu?" tanya Kevlar.

"Ibu telah memikirkan hal ini beberapa minggu belakangan ini."

"Lima tahun ibu memegang kendali penuh atas keluarga ini dan bisnis yang tadinya dijalankan oleh ayah mertuamu. Semua anggota keluarga ini tahu kenapa ibu mengambil alih hakmu. Saat itu ibu hanya kurang setuju dengan keputusan Farzin untuk memberikan kendali atas bisnis dan keluarga ini padamu karena ibu belum percaya padamu, jadi ibu mengambil alih hakmu itu. Dan lima tahun belakangan ini, ibu melihat kinerjamu yang selalu bagus dan sangat baik, pada akhirnya ibu mengerti kenapa Farzin ingin menyerahkan segalanya padamu. Jadi, ibu rasa, setelah proyek yang kau jalani bersama klien baru kita selesai dengan baik, ibu akan mengembalikan hak itu padamu lagi," lanjut Ny. Zemira.

Kevlar sontak saja tersenyum lebar mendengar ucapan Ny. Zemira itu.

'Inilah saat yang paling kutunggu selama aku menikah dengan Bunga. Akhirnya aku akan berkuasa. Kesabaranku akhirnya membuahkan hasil. Ayah, ibu, pengasingan yang kalian lakukan padaku, justru berbuah manis untukku, humph! Terima kasih,' batin Kevlar.