Sebelum mengajak 2 wanita yang baru dilihatnya beberapa menit yang lalu masuk kedalam ruang kerja Ny. Zemira, Tantri lebih dulu mengetuk pintu ruangan itu, setelah mendapatkan jawaban dari Ny. Zemira yang memperbolehkan mereka masuk, baru Tantri membuka pintu itu.
"Nyonya, saya membawa seorang wanita yang ingin melamar kerja untuk menggantikan posisi kak Ayang, dia datang bersama temannya," ucap Tantri pada Ny. Zemira.
Terjadi ketegangan pada Jhana, ia tak sanggup menatap wajah ibu angkatnya itu, ia hanya tertunduk meskipun sekarang wajahnya kurang dikenali dengan penyamarannya.
'Siapa pria itu?' batin Jhana yang melihat Kevlar.
"Saya permisi dulu, Nyonya," sambung Tantri, Ny. Zemira mengangguk. Tantri lalu keluar dan menutup pintu ruangan itu.
"Silakan duduk," suruh Ny. Zemira pada Arini dan Jhana.
"Siapa yang berbicara denganku di telepon tadi?" tanya Kevlar.
'Jadi dia orangnya,' batin Arini.
"Saya," jawab Jhana.
"Siapa namamu?" tanya Ny. Zemira.
"Nama saya Karin, Nyonya," jawab Jhana.
"Nama lengkapmu?"
"Karin Nevilda."
"Apa kau orang asli Jogja?"
"Tidak, Nyonya, saya berasal dari Surabaya, saya tinggal bersama teman saya disini."
"Kau punya keluarga disini?"
"Tidak, Nyonya."
"Kau memiliki pengalaman bekerja sebelum melamar kerja disini?"
"Saya pernah bekerja disebuah rumah makan, Nyonya."
"Kenapa kau tidak bekerja disana lagi?"
"Saya mengundurkan diri karena dulu saya sempat sakit."
"Berapa umurmu?"
"Tiga puluh tahun, Nyonya."
Ny. Zemira terdiam sesaat. "Baiklah, kau aku terima untuk bekerja disini."
Sontak saja Kevlar, Jhana dan Arini terkejut mendengar ucapan Ny. Zemira barusan.
"Hah?" lirih Jhana.
"Iya, kau aku terima disini," ujar Ny. Zemira.
"Kalau bisa secepatnya kau mulai bekerja disini," sambung Ny. Zemira.
"B-baik Nyonya, saya bisa mulai bekerja besok," kata Jhana.
"Kau dan temanmu boleh keluar sekarang."
"Baik, Nyonya, kami permisi," pamit Jhana yang tampak gembira.
"Ibu, apa yang ibu lakukan?" tanya Kevlar pada Ny. Zemira setelah Jhana dan Arini pergi, ia terlihat tidak terima dengan keputusan ibu mertuanya itu.
"Kriteria pekerja yang ibu cari adalah orang baik jika dilihat dari luar dan dari dalam, jika dia mengundurkan diri dari pekerjaannya, dia hanya tidak sanggup untuk bekerja lagi dengan alasan kalau dia lagi sakit, jika dilihat dari penilaian yang kasar, artinya Karin itu tidak memiliki catatan yang buruk selama dia bekerja, dia keluar bukan karena dipecat, dan orang pasti akan memecat pekerjanya karena pekerja itu memiliki catatan kerja yang buruk. Dilihat dari penampilan luarnya dia adalah orang yang baik, itu sudah cukup bagi ibu."
"Tapi bagaimana ibu menerimanya dengan begitu mudah? Apa lagi ibu tidak menanyakan data dirinya, meskipun syarat yang ditulis tidak perlu membawa data diri, tapi saya selalu menanyai data diri para calon pekerja untuk sekadar dilihat saja."
"Kevlar, ada satu alasan kenapa ibu tidak memasukkan keharusan membawa data diri dalam syaratnya, itu karena sekarang ini banyak sekali orang jahat. Mereka menghalalkan segala cara agar mendapatkan tujuan mereka. Dalam kasus mencari, ibu yakin pasti ada seseorang yang sangat membutuhkan sebuah pekerjaan namun dia tidak punya data diri yang dibutuhkan oleh orang yang akan mempekerjakannya. Dan lihatlah zaman ini, teknologi sudah canggih, semua barang bisa dipalsukan, mulai dari uang, tas, jam tangan hingga identitas. Ada beberapa orang di dunia ini yang memiliki bakat untuk membuat Kartu Tanda Penduduk palsu dengan caranya sendiri, dan KTP buatannya sangat mirip dengan yang asli. Yang ibu takutkan adalah apa bila kita menerima orang yang salah yang menggunakan kartu identitas palsu. Itulah satu-satunya hal yang ibu takutkan jika membuka lowongan pekerjaan seperti ini, oleh karena itu, ibu akan mencari data dirinya dengan bantuan dinas kependudukan, namanya Karin Nevilda, kan? Umurnya tiga puluh tahun, data dirinya pasti tercatat oleh negara, baik ketika dia lahir atau pun sudah dewasa, jika kita tidak menemukan data dirinya dengan bantuan dinas kependudukan, itu artinya nama aslinya bukanlah Karin Nevilda."
"Kalau ibu akhirnya meminta bantuan dinas kependudukam, kenapa ibu tidak meminta data dirinya saja? Maksud saya, jika dia memberikan data diri palsu, maka akan lebih mudah mengetahuinya karena datanya tidak ditemukan."
"Ibu tahu hal itu sejak awal dan sudah memperkirakannya, tapi akan ada banyak kemungkinan apa bila kita memegang sebuah identitas palsu, contohnya saja jika dia benar-benar orang yang memiliki niat jahat, bisa saja dia memanggil polisi dan menuduh kita telah melakukan pemalsuan identitasnya. Kevlar, orang jahat memiliki lebih dari seribu rencana licik, apa pun itu, ibu rasa akan lebih aman jika seperti ini berjalannya. Dan tentang yang lainnya, ibu lihat dia memenuhi kriteria, seluruh jawabannya sudah memuaskan ibu."
Kevlar terdiam. "Kapan ibu akan memeriksa data dirinya? Apa saya saja yang memeriksanya?"
"Tidak usah, biarkan ibu yang melakukannya, jika ibu memiliki waktu untuk itu, ibu pasti akan memeriksanya."
"Baiklah."
Jhana dan Arini memutuskan untuk kembali ke masjid dengan berjalan kaki, dan dijalan mereka pun tak lupa untuk berbincang.
"Astaga, aku masih tidak mempercayai ini," ujar Jhana pada Arini.
"Tapi, kalau kau diterima, artinya kita akan berpisah?" kata Arini.
"Kita pasti bertemu lagi suatu hari nanti. Eh! Jangan bicarakan tentang hal seperti itu, kita masih bersama sekarang."
Arini terkekeh kecil.
"Tapi, kenapa Nyonya Zemira menerimaku dengan semudah itu?" Jhana tampak heran.
"Pasti ada alasan yang akan sulit kita ketahui."
"Apa dia tahu kalau aku ini Jhana?"
"Aku rasa tidak, dia mengetahuimu sekarang sebagai Karin Nevilda. Jadi tugasmu nantinya bukan hanya bekerja disana, kamu juga harus mencari tahu kenapa Nyonya Zemira bisa menerimamu dengan mudah. Jangan khawatirkan tentang identitasmu, kau pernah mengatakan kalau mereka tidak pernah melihatmu tampil dengan make up penuh, jadi mereka termasuk Nyonya Zemira pasti tidak akan mengenalimu."
"Tapi sejak malam itu ada beberapa orang yang tahu bagaimana aku tampil dengan make up penuh."
"Siapa?" tanya Arini yang menghentikan langkahnya.
"Anak-anakku, ayah dan Dina. Mungkin hanya mereka, tapi mereka pasti akan sering bersentuhan dengan mansion itu, apa lagi ayah," jawab Jhana yang ikut menghentikan langkahnya.
"Aku tidak melihat anak-anakmu tadi, apa mereka ada di mansion itu?"
"Entahlah, aku merasa bersyukur karena tidak melihat mereka tadi, karena kalau aku melihat mereka, mereka pasti akan mengenaliku."
"Begitu rupanya. Sekarang kau juga tahu siapa saja yang perlu kau hindari di mansion itu agar identitasmu tidak terbongkar."
"Tapi, bukankah aneh jika Nyonya Zemira tidak meminta data diriku?"
"Aku tahu itu, tapi persyaratan yang ditulis memang seperti itu, dia tidak hanya tidak meminta data dirimu, tapi juga para pendaftar lainnya, jadi itu bukanlah suatu hal yang aneh, jangan khawatirkan tentang hal itu."
Jhana tersenyum. "Baiklah."
"Sebaiknya kita cepat kembali, sebelum maghrib," ujar Arini.
"Yasudah, ayo," kata Jhana.
Malam hari di mansion Dhananjaya, Indira dan Kania masih sibuk di dapur untuk membuat makan malam. Beberapa menu makanan sudah berada di meja makan, dan di ruangan makan sudah ada Shirina, Bunga, Kevlar dan Arvin.
Isa yang dari siang hanya berada di kamar, akhirnya keluar dari kamarnya, namun yang paling tidak disangka adalah ia keluar secara bersamaan dengan Raya yang juga baru keluar dari kamarnya, meski kamar mereka berdua dipisahkan oleh kamar Shirina, kamar Arka dan kamar Arvin, tapi mereka menutup pintu dengan tubuh yang berhadapan, kamar Isa berada di ujung lantai 2, dan ia keluar menutup pintu dengan posisi tubuh menghadap tangga, sedangkan kamar Raya berada di dekat tangga, dan Raya menutup pintu dengan posisi tubuh menghadap ke Isa.
Sepertinya itu sebuah kebetulan, tapi yang lebih kebetulannya lagi, mereka akhirnya saling bertatap muka. Raya melemparkan senyuman pada Isa, dan hal itu tentu saja membuat Isa bingung, apa lagi setelah itu Raya menuruni tangga dengan santai.
'Apa dia tidak tersinggung dengan perkataanku tadi? Padahal jika dia tidak tersenyum seperti itu aku akan meminta maaf,' batin Isa.
Sementara itu, dari arah kamar Ny. Zemira dan Tn. Farzin, terlihat sang Nyonya besar sedang mendorong kursi roda Tn. Farzin, suaminya itu terlihat santai duduk di atas kursi roda itu.
Ada sebuah hal yang membuat Ny. Zemira bingung ketika ia mendorong suaminya untuk membawanya ke ruang makan, ia melihat Tantri yang berlari ke arahnya.
"Tantri, ada apa?" tanya Ny. Zemira.
"Permisi, Tuan, Nyonya," ucap Tantri yang akhirnya berhenti berlari.
"Nyonya Zemira, saya ingin bertanya," sambung Tantri dengan nafas yang terengah-engah.
"Iya, silakan saja," ujar Ny. Zemira.
"Apa wanita yang melamar kerja tadi Nyonya terima?"
"Kenapa memangnya?"
"Sejujurnya tidak ada apa-apa, tapi, saya benar-benar butuh rekan untuk membantu saya disini."
Ny. Zemira tersenyum. "Iya, dia diterima bekerja disini, mulai besok dia adalah rekan kerjamu."
"Hah?! Benarkah, Nyonya?!"
"Iya."
"Wah! Terima kasih, Nyonya Zemira!" seru Tantri dengan penuh kegembiraan, ia lalu mencium tangan Ny. Zemira dan kemudian berlari menuju dapur.
"Dia pasti akan mengatakan hal itu pada Kania dan Indira," gumam Ny. Zemira.
Di ruang makan, Arvin terlihat sedang bercengkrama dengan Shirina, sedangkan Bunga dan Kevlar asyik mengobrol.
"Ternyata sudah ada orang disini," ucap Raya yang baru datang ke ruangan itu.
"Dan ada Arvin juga disini? Tumben sekali," lanjutnya.
"Ruang makan ini jadi lebih menyenangkan karena ada paman Arvin!" ujar Shirina.
"Bibi, dimana Arka? Dia harus bergabung denganku dan paman Arvin juga, tidak sering paman Arvin mau bergabung dengan kita," sambung Shirina.
"Dia ada di kamarnya," jawab Raya.
"Selamat malam semuanya," sapa Isa yang langsung duduk di samping Shirina.
"Dari mana saja kau? Aku pikir kau tidak berada dirumah satu harian ini," tanya Kevlar pada Isa.
"Ya ..., aku hanya menghabiskan waktu di kamar," jawab Isa.
"Bibi, kenapa Arka tidak keluar?" tanya Shirina pada Raya.
"Dia sedang dikurung, sayang," ujar Bunga pada Shirina.
"Tidak, dia sedang sakit," ucap Raya.
"Siapa yang dikurung? Dan siapa yang sedang sakit?" timpal Ny. Zemira yang datang bersama Tn. Farzin.
"Arka, nek. Ibu bilang dia sedang dikurung, tapi bibi Raya bilang dia sedang sakit, jadi yang mana yang benar?" jawab Shirina.
"Raya, kau mengurung Arka?" tanya Ny. Zemira yang sudah duduk.
"Tadinya iya, ibu," jawab Raya sambil duduk.
"Kenapa?"
"Ada kesalahannya yang tidak bisa kukatakan disini, tapi yang jelas, aku mengurungnya sebagai bentuk hukumannya tadi. Ketika aku memeriksanya, dia demam dan dia bilang dia tidak ingin makan dan minum, dia juga tidak ingin keluar dari kamarnya dan tidak ingin bertemu dengan siapa pun saat ini, jadi dia tidak akan bergabung dengan kita malam ini."
"Semoga dia cepat sembuh. Kau sudah berikan obat padanya kan?"
"Sudah, ibu."
"Bagus."
'Kali ini aku selamat, mereka tidak tahu kalau sebenarnya Arka tidak sakit dan sangat ingin makan dan keluar dari kamarnya, tetapi besok, aku harus memastikan kalau Arka tetap mengunci mulutnya untuk tidak mengatakan yang sebenarnya pada mereka,' batin Raya.
"Breaking news!!" seru Tantri pada Kania dan Indira yang berada di dapur.
"Berbincangnya nanti saja, ya. Kami harus mengantarkan ini dulu ke meja makan," ucap Kania, ia dan Indira kemudian pergi mengantarkan makanan terkahir.
"Ih!" gerutu Tantri.
"Anak-anak itu sudah makan belum, ya? Coba aku periksa mereka dulu," gumam Tantri, ia pun lantas berjalan menuju pintu depan dan keluar dari mansion, dan berjalan menuju kamarnya.
Tanpa mengetuk pintu dahulu, Tantri langsung masuk kedalam kamarnya dan melihat anak-anak Jhana sudah tertidur pulas di atas ranjangnya. Gadis itu kemudian menghampiri meja makan di kamarnya dan melihat isi tudung saji yang masih lengkap.
'Kenapa mereka tidak memakannya?' batin Tantri.
Di sisi lain, Arka berusaha tidur untuk menahan rasa laparnya, namun ia tidak bisa, bagaimana pun posisinya tidur, tetap ia tidak terlelap. Jika bukan rasa lapar yang tiba-tiba menderanya, rasa haus yang akan menyerangnya.
Arka menjadi gelisah, ia membolak-balikkan tubuhnya agar mendapatkan posisi yang nyaman untuk tidur, tapi tetap tidak bisa.
Senyaman apa pun ranjangnya, matanya tidak benar-benar tertutup. Perutnya mengeluarkan bunyi, pertanda lambungnya membutuhkan makanan untuk dicerna.
'Ibu tahu kalau aku tidak makan siang tadi, jadi kenapa ibu tega tidak membiarkan aku makan malam,' batin Arka.
Tak sanggup untuk menahan rasa lapar dan hausnya, Arka akhirnya menangis sambil menutup matanya.
'Apa aku akan hidup sampai besok pagi jika aku tidak makan sejak tadi pagi?'
"Tuhan, jangan biarkan rasa lapar dan haus ini menempel padaku, biarkan aku tidur agar aku bisa melupakannya," doa Arka.
"Aku ingin tidur," sambungnya.
Air matanya masih terus mengalir walau matanya tertutup.
Tidak lama setelah itu, Arka berhasil tidur dalam posisi miring ke kanan. Meski sudah tertidur, matanya masih meneteskan air dan tangan kanannya meremas perutnya. Ia tidur dengan posisi meringkuk.