Siang hari, tanggal 4 Januari.
Hari ini aku akan pulang ke Tokyo bersama Madoka. Namun Madoka akan tinggal di Tokyo mulai musim semi, karena dia harus mengurus beberapa dokumen pindah sekolah.
Jadi dia akan di Tokyo selama satu Minggu saja dan kami akan berpisah selama 2 bulan.
"Kalau begitu, paman, bibi terima kasih telah merawatku selama ini. Mungkin terima kasih saja belum cukup, karena itu kalau ada masalah di penginapan panggil saja aku," ucapku sambil menundukkan kepalaku kepada paman dan bibi sebagai tanda hormat sekaligus terima kasih kepada mereka.
"Kaname, kau harus menjadi laki-laki yang dapat melindungi Madoka dan kalau kalian sudah lulus, kau harus menjadi laki-laki yang mapan dan rupawan," ucap paman sambil memegang pundak ku.
"Baik paman!," Balasku.
Bibi mendekatiku dan Madoka lalu memeluk kami bersamaan. "Kaname, siapapun dirimu kamu sudah ibu anggap seperti anak ibu sendiri. Karena itu kalau ada masalah jangan kabur lagi ya."
"Baik, ibu," balasku.
"Lalu Madoka, setelah satu Minggu kamu di Tokyo, kamu harus langsung pulang. Kamu tidak mau kan musim semi tidak bersama Kaname lagi."
"Tenang saja ibu. Madoka juga tidak ingin berpisah dari Kaname lama-lama. Nanti dia bisa selingkuh."
Aku langsung menatap Madoka dengan tatapan sinis dan dia hanya membalasnya dengan senyuman manisnya.
Aku mengangkat tas yang isinya bajuku selama tinggal disini lalu membuka pintu. "Kami berangkat dulu, ibu, ayah," ucapku.
"Ya, sampai ketemu lagi Kaname."
———
Aku dan Madoka langsung menuju halte bus. Aku sedang membeli tiket ke Takayama di loket tiket sedangkan Madoka membeli beberapa makanan hangat untuk perjalanan.
"5 menit lagi bus akan sampai," ucapku lalu duduk disebelah Madoka.
Lalu Madoka memegang tanganku. "Kaname, apa kamu takut?".
"Sedikit. Aku takut untuk kembali ke sekolah itu. Rumor buruk ku pasti sudah menyebar ke satu sekolah."
"Tenang saja. Aku akan bersamamu Kaname. Walaupun aku baru pindah bulan April."
Aku mengusap kepala Madoka. "Tapi kalau aku bersama mu, sepertinya aku tidak akan takut Madoka."
Lalu tanpa kami sadari Bus telah sampai. Aku dan Madoka bergegas untuk masuk ke dalam bus. Tapi saat aku hendak masuk kedalam bus, Takeya dan Shinobu menghampiri aku dan Madoka.
"Kaname! Jangan pernah lupakan aku ya!," Ucap Takeya.
"Aku juga! Madoka! Walaupun kau hanya pergi seminggu jangan lupakan aku ya!," Teriak Shinobu.
"Aku tidak akan melupakan mu kok Shinobu!".
"Walaupun sebentar, tapi aku senang dapat berteman dengan kalian!".
Lalu aku masuk dan bus pun jalan. Di dalam bus aku sedikit sedih karena harus meninggalkan desa ini. Aku bakal kangen dengan pemandangan yang indah di desa ini. Aku bakal kangen bangunan-bangunan yang ada disini.
"Nih Kaname" Madoka memberiku sekaleng kopi hangat.
"Terima kasih."
Lalu perjalanan panjang kami menuju Tokyo pun dimulai. Satu jam perjalanan menuju Takayama, lalu kami istirahat sebentar sembari mencari oleh-oleh untuk ayah dan ibu nanti.
Setelah cukup beristirahat, aku dan Madoka pun naik kereta ke Tokyo. Butuh 9 jam 30 menit untuk ke Tokyo dengan menggunakan Kereta. Karena lama akhirnya aku dan Madoka pun memutuskan untuk tidur sampai kereta sampai pada tujuan.
————
Malam hari, pukul 20:30 dihari yang sama.
Aku dan Madoka pun sampai di Tokyo. Sesampainya di Tokyo semua otot ku kaku karena tidak ku gerakan selama 9 jam.
"Jadi ini stasiun kereta Tokyo ya…," ucap Madoka yang kelihatan kagum dengan stasiun kereta Tokyo.
Aku pun memegang erat tangan Madoka dan langsung menuju ke rumahku. Aku tidak ingin berlama-lama disini, aku ingin sekali bertemu ayah dan ibu.
———
Sesampainya di depan rumah, niatku yang tidak sabar bertemu dengan ayah dan ibu langsung hilang! Tiba-tiba aku merasa takut karena bisa saja ayah akan menebasku menggunakan katana kesayangannya.
"Ada apa Kaname?".
"A-Aku takut."
Madoka mengambil kedua tanganku dan menaruhnya di dadanya. "Aku bersamamu, tenang saja."
…
"Baiklah."
Aku membuka pintu rumah dan masuk ke dalam rumah. Suhu hangat dalam rumah langsung menjalar keseluruh tubuhku.
"Aku pulang!".
Aku melepas sepatu ku dan menaruh tasku yang penuh dengan baju di lantai.
Setelah aku melepas sepatu, aku mendengar suara langkah kaki yang berjalan dengan cepat.
"Kazuto…"
Aku melihat kearah ibu yang kelihatan nya kaget melihatku.
"A-Aku pulang… ibu."
Ibu berlari dan langsung memelukku. "Dasar anak bodoh! Kemana saja kau selama ini!?".
"Maaf telah mengkhawatirkan ibu."
Setelah memelukku, ibu memukulku dengan sendok sayur yang sedang dia pegang. Madoka yang melihatnya tertawa kesenangan.
"Lalu dia siapa Kazuto?".
"Dia adalah orang yang menyelamatkan ku Bu. Kalau tidak ada dia, mungkin aku sudah bunuh diri."
Madoka menundukkan kepalanya. "Nama saya Yumikara Madoka. Salam kenal ibu."
Huwahh langsung panggil ibu dong.
"Alama, anaknya yang sopan dan cantik lagi. Terima kasih ya telah menyelamatkan Kazuto."
"T-Tidak usah berterima kasih kok Bu. Kaname juga sudah banyak membantu saya."
"Kaname?," Ibu melihat kearah ku.
"Itu namaku selama aku tinggal bersama Madoka."
Setelah itu aku mendatangi ayah yang berada di ruang tamu. Dia sedang duduk termenung melihat bulan yang kelihatan lewat jendela ruang tamu.
Aku duduk didepannya dan bersujud didepannya sebagai tanda permintaan maaf. "Ayah, aku pulang. Maafkan aku telah menghilang selama dua bulan."
"Selama ini kau berada dimana?".
"Aku berada di desa Shirakawa. Aku bekerja di penginapan Mizutani. Aku bekerja disitu berkat Madoka, dia yang menyelamatkan ku ayah."
Ayah membalikkan badannya. Dia mendatangi ku lalu menamparku dengan sangat keras.
"Berarti kau sudah tenang sekarang?".
"I-Iya."
Ayah langsung memelukku. Dia melihat kearah Madoka dan mengajaknya berpelukan juga.
Kalau sudah begini berarti ayah berhutang budi dengan Madoka. Jarang sekali ayah dapat memeluk seseorang selain keluarganya.
"Jadi Kazuto, hubunganmu dengan…."
"Ah, saya Yumikara Madoka. Salam kenal ayah."
Ayah tersenyum kepadaku dan Madoka. "Kalau begitu ayah tidak usah banyak tanya lagi ya."
Lalu ayah sedikit menundukkan kepalanya yang membuatku dan Madoka tidak enak melihatnya.
"Ayah juga minta maaf—".
"A-Ayah tidak perlu minta maaf! Aku yang harusnya minta maaf karena telah bersalah, lari dari masalah dan menyusahkan banyak orang."
Ayah melihatku dengan senyuman hangat nya. "Dari ucapanmu, kau merasa sangat bersalah ya Kazuto. Kau sudah berubah Kazuto, ayah bangga kepadamu."
Aku melihat kearah Madoka yang masih tersenyum dari tadi. "Aku berkat berubah dia ayah. Semuanya gara-gara dia. Sekarang aku tidak bisa lagi hidup tanpanya."
"Hooh. Kalau Reina bagaimana?".
"Hatiku tetap bersama Madoka. Dia adalah wanita pilihan ku, ayah."
Ayah menganggukkan kepalanya perlahan. "Kalau begitu, Madoka apa kau bersedia menjadi bagian dari keluarga Kigahara?".
"Iya. Saya bersedia selama Kaname mau menerima saya apa adanya."
"Kaname?".
"Itu namaku selama tinggal bersama Madoka."
Setelah itu aku berbicang banyak hal bersama ayah. Aku menceritakan tentang penginapan Mizutani, desa Shirakawa, dan pertemuan ku dengan Madoka.
Lalu aku memberi ayah dan ibu oleh-oleh dari Takayama dan mereka senang menerimanya.
Ayah memberitahu kepadaku kalau aku akan menerima kelas khusus untuk 2 bulan kedepan agar aku dapat naik ke kelas 3. Dan ayah juga setuju jika Madoka akan tinggal bersamaku di Tokyo dan pindah ke SMA Tojidai mulai musim semi.
Lalu besok aku akan bertemu dengan teman-teman. Aku akan menemui mereka bersama Madoka sekalian memperkenalkan mereka dengan Madoka.
Lalu aku tidak bisa bertemu dengan Reina sekarang ini. Pokoknya aku tidak ingin bertemu dengannya.