Mendengar itu pun Adnan melebarkan kedua matanya, bagaimana bisa pertunangan terjadi jika si pengantinnya tidak saling menyukai? Bukankah itu akan menjadi pertunangan secara terpaksa?
Setelah mengatakan hal tersebut Gina pergi dari sana dan meninggalkan Dika dengan makanan kesukaannya. Gina merasa percuma memasakkan makanan kesukaan pria itu karena tujuannya adalah untuk merayu Dika agar menerima pertunangan dengan Mira. Namun, ternyata memang susah membuat anak laki-lakinya ini menikah.
Yang ada di pikiran laki-laki itu hanyalah karir, karir dan karir. Ia tidak pernah memikirkan masa depan yang melibatkan keluarga kecil yang akan ia bentuk di masa yang akan datang, sepertinya pria itu terlalu terobsesi pada hal-hal yang menyangkut dunia, padahal ketika tua pun yang dibutuhkannya hanyalah pasangannya. Mata pria itu masih tertutup oleh hal tersebut.
Dika menghela napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan. Pria itu tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menanggapi hal seperti ini karena ini akan melibatkan Mira yang juga akan dihadapkan oleh masalah yang sama dengannya. Jika keduanya tidak bersatu untuk melakukan sesuatu, mereka berdua pasti akan berada di posisi yang tidak aman.
Dika pun segera menghabiskan makanannya kemudian melangkahkan kakinya masuk ke ruangan kerja. Pria itu menelpon salah saru bawahannya untuk meminta informasi tentang nomor karyawan yang bernama Mira, di situasi genting seperti ini, tidak seharusnya keduanya memikirkan ego masing-masing karena ini saatnya mereka harus bekerja sama dalam mencari jalan keluar bersama-sama. Tak lama setelah Dika meminta nomor Mira pada bawahannya, ponselnya berbunyi dan tertera nomor Mira di sana.
Pada saat itu juga Dika mengirim pesan pada gadis itu.
"Mira, ini saya, Dika. Ada yang mau saya bicarakan dengan kamu."
*****
Malam-malam begini, Mira mengendap-ngendap untuk keluar dari rumahnya.
"Huh, Pak Dika kenapa sih tiba-tiba nelpon gue terus bilang mau ketemu?" kesal gadis itu.
"Kalau udah jam Sembilan malam kan gue gak boleh keluar rumah.kenapa dia malah ngajak ketemu?"
Gadis itu memegang knop pintu kemudian memutarnya secara perlahan. Matanya was-was kalau orang tuanya melihatnya seperti ini. bisa-bisa dirinya dianggap ingin kabur dari rumah karena tida mau bertunangan dengan Dika.
Dengan penuh ketegangan, Mira pun berhasil pergi dari rumah. Gadis itu memesan taxi online karena jam segini Bus yang biasa ia naiki tidak beroperasi di malam hari. Dika telah mengirimkan alamat tempat mereka akan bertemu dan Mira hanya perlu menunjukkannya pada supir taksi tersebut. Dan pria itu mengangguk mengiyakannya.
Selama perjalanan, Mira penasaran apa yang membuat pria itu ingin menemuinya secara tiba-tiba. Ia berpikir alasan apa yang membuat pria tersebut mengajaknya bertemu, terlebih ia ingat-ingat keduanya tidak pernah saling bertukar nomor telpon atau ia pun tidak pernah memberikan nomor telponnya kepada pria itu. Kalau urusan pekerjaan besok juga bisa kan? Kenapa pria itu membuang-buang waktunya hanya untuk bertemu di waktu mereka beristirahat? Buang-buang waktu saja! Kalau begitu lebih baik gadis itu tidur di kamarnya.
"Kira-kira, apa ya yang bikin Pak Dika pengin ketemu sama gue?" tanya Mira dalam perjalanan.
Gadis itu bersandar dan terus berpikir apa yang ingin Dika katakan padanya nanti.
"Jangan bilang kalau ini tentang pertunangan kita yang tinggal seminggu lagi?!" tebak gadis itu.
Mira menepuk jidatnya, gadis itu hampir lupa kalau ada topic tentang hal itu. bagaimana Lala bisa melupakan hal penting seperti itu? Mungkin pria terebut ingin membicarakan tentang hal tersebut.
Tapi, Mira tidak pernah memikirkannya. Bagi gadis itu pertunangan tersebut hanyalah omong kosong belaka. Dirinya masih ingin menikmati masa-masa mudanya dan belum siap untuk menjadi seorang istri. Apalagi untuk menikah dengan pria yang tidak ia sukai. Rasanya itu akan sulit.
Namun, sepertinya itu juga yang akan dipikirkan oleh Dika. Pria itu pasti berpikir pula untuk tidak menerima lamaran ini, tapi tanggal sudah di tetapkan dan keduanya tidak bisa berbuat apa-apa. Meskipun Mira mengatakan dirinya belum ingin menikah, tapi Ibunya berkata jika pertunangan ini dibatalkan akan membuat masalah keluarga mereka. Kedua orang tua dari Mira ataupun Dika sudah menyiapkan semuanya dan akan masalah jika dibatalkan.
Mira menghela napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan. Ia harus tenang dan jangan mengambil langkah terburu-buru. Sepertinya pertemuannya dengan Dika ini pun berhubungan dengan rencana pertunangan mereka, bisa saja pria itu memiliki solusi dari maslaah ini karena ia tahu pria itu pun belum menginginkan sebuah pertunangan terjadi pada dirinya. Huh, pokoknya datang aja dulu dan dengarkan apa yang ingin dibicarakan oleh Pak Dika. Setelah itu, baru gue bisa lakukan apa yang gue mau lakukan.
Taxi yang dinaiki oleh Mira melaju dalam jalanan gelap Ibukota. Mira melihat ke arah jam tangannya, sudah jam Sembilan malam dan dirinya berada di luar rumah. Ayah dan Ibunya pasti mencarinya ketika sadar diirnya tidak ada di rumah. Tapi, mau bagaimana lagi? Ada hal penting yang harus Mira kerjakan dan ini menyangkut masa depannya, lebih tepatnya kebahagiaannya di masa depan.
Dika memberikan alamat yang jauh dari rumah Mira. Membutuhkan waktu setengah jam untuk sampai di tempat mereka bertemu. Taxi yang ditumpangi oleh gadis itu berhenti di sebuah Restoran mewah dan supir Taxi tertebut menurunkannya di depan Restoran tersebut. Kata sang supir ini adalah alamat yang ditunjukkan Mira padanya. Gadis itu pun segera turun dan berterima kasih pada Pak Supir yang kembali melajukan kendaraanny. Kini hanya ada Mira sendiri yang menatap Restoran tersebut.