"Tapi, Bu, kalau kebahagiaan anak Ibu ini adalah kesendirian bagaimana?"
"Ibu tidak peduli. Pokoknya tahun ini juga kamu harus menikah!"
Mendengar hal itu ingin sekali Dika pergi dari sana, namun tidak bisa. Ia tidak bisa membantah orang tuanya.
Dika tahu sang Ibu melakukan hal ini untuk kebahagiaannya, namun wanita itu tidak mengerti bahwa kebahagiaan anaknya adalah menjalani kehidupan yang sedang ia jalani saat ini. Ia tidak mengerti.
"Pokoknya, Ibu tidak mau tahu. Kamu harus menemui gadis tersebut dan menikah dengannya. Sudah cukup waktu kamu untuk sendiri, kamu harus tumbuh dewasa dengan memiliki keluarga kecil yang akan kamu pimpin."Meskipun sang anak adalah Direktur utama di perusahaannya, namun Anne ingin melihat juwa pemimpin pria itu dari sudut yang lain. ia ingin melihat bagaimana sang anak menjadi pemimpin di sebuah keluarga,
"Iya, besok saya akan menemuinya."Mendengar kalimat barusan Anne sangat senang mendengarnya. "Tapi kalau saya tidak tertarik dengan gadis itu, saya tidak akan menikah dengannya," ucap Dika membuat kesepakatan dengan Gina. Wanita itu mengangguk setuju.
Dika melihat ke arah arlojinya, setengah jam lagi ia akan meeting bersama sponsor.
Pria itu pun berpamitan dengan Ibunya dan segera pergi meninggalkan ruangan tersebut.
"Jangan lupa besok kamu harus menemuinya, sesibuk apa pun!" tegas Gina pada Dika.
"Iya, Ibu," ucap Dika tanpa semangat. Ia keluar ruangan meninggalkan sang ibu di sana.
"Benar ya, jangan bohong sama Ibu. Pokoknya kamu harus pergi ke tempat itu atau kamu tidak akan ibu anggap sebagai anak lagi!" ancam Gina pada pria itu.
Ibunya penuh dengan penekanan. Dika tidak tahu apa yang akan terjadi jika dirinya menolak pertunangan ini? Mungkinkah wanita itu akan mencari gadis lain sampai dirinya menyetujuinya, namun itu bukanlah hal yang bagus. Menghindari gadis-gadis tersebut bukanlah yang terbaik.
Dirinya harus mendapatkan persetujuan dari gadis ini untuk mendapatkan kepercayaan Ibunya, dengan begitu dirinya akan bebas dari kencan buta yang selalu dijadwalkan setiap minggunya. Kalau boleh jujur Dika sangat risih dengan hal itu. Ia tidak ingin kencan buta lagi dengan wanita asing.
Setelah beberapa menit berlalu akhirnya Mira memberikam kawanannya. Gadis itu menghela nafas panjang kemudian menghembuskan nya secara perlahan dan berkata, "yasudah saya setuju." Mira akhirnya menyetujui tawaran tersebut. "Tapi Pak Dika harus janji kalau ini bohongan."
"Iya, iya, saya tahu. Kita akan membuat kontrak. Kamu tulis apa yang boleh dan tidak boleh saya lakukan dan saya juga akan melakukannya. Jadi, perjanjian itu yang akan membuat kita sepakat untuk tidak mengganggu satu sa lain. Gimana?" kata Dika untuk meyakinkan gadis itu kembali. Lala menyetujuinya, mereka berdua akan membuat sebuah surat perjanjian sebagai kontrak.
*****
Dika membuka pintu mobil untuk Mira.
Gadis itu keluar dari kendaraan tersebut dan mengucapkan terimakasih pada Dika yang sudah mengantarnya. Gadis itu membungkkan dirinya seperti sedang berada di tempat kerja.
Melihat apa yang dilakukan gadis itu pun Dika memegang kedua pundak Mira dan membuat gadis itu berdiri tegak. "Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu membungkuk seperti itu? Ini kan bukan di tempat kerja, kamu bersikap biasa aja pada saya."
Habis, bagaimana pun juga kan saya ini keryawan Pak Dika. Jadi saya harus tetap menghormati Pak Dika," ucap Mira bersikap sopan pada pria itu. Ya, apa yang dikatakan oleh Mira tidak salah, gadis itu memang karyawan Dika dan pria itu pernah mengatakan kalau meskipun siapa pun karyawannya bertemu dengan dirinya di luar jam kerja, mereka harus bersikap sopan dengannya, dan itu lah yang dilakukan oleh Mira.
"Bapak sendiri kan yang mengatakannya?" ucap gadis itu mengakhiri kalimatnya. Kedua matanya menatap Dika seperti sedang memberikan pertanyaan yang pria itu pun sudah tahu jawabannya. Mendengar itu Dika terlihat frustasi, tidak di sangka ia akan terkena bumerang dari ucapannya sendiri.
Dika menghela napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan, ia harus menahan emosinya. Sabaar, sabaaar, harus sabar Dika, ucap pria itu dalam hatinya.
Jangan sampai ada pertengkaran di hari pertama perjanjian mereka.
"Iya, saya memang pernah mengatakannya dulu," ucap Dika mencoba untuk tetap tenang.
"Tapi kamu sendiri selalu melanggarnya kan?" ucap pria itu membuat Mira melebarkan kedua matanya.
"Mau di tempat kerja ataupun di luar jam kerja kamu selalu bersikap tidak sopan pada saya, kamu selalu berteriak dan menatap saya dengan tatapan tidak suka."
"Dan bukan hanya itu, kamu juga sering membicarakan saya tentang hal yang buruk, ketika saya panggil kamu menghindar kemudian ada lagi ... mmph!" Dika tidak bisa melanjutkan ucapannya karena Mira membekap bibirnya sehingga pria itu tidak bisa berbicara.
"Iya, iya, saya tahu saya selalu melanggarnya," kata Mira pada pria itu. Gadis itu mengtaakan dirinya akan membukakan bekapan tersebut jika Dika tidak membicarakan hal tersebut kembali dan Dia memberikan jawaban dengan menganggukkan kepalanya. Hal itu membuat Mira membukakan bekapan tersebut dari Dika.
"Satu lagi, kamu melakukan hal ynag lancang dengan membungkam saya dengan cara seperti itu," ucap Dika untuk yang terakhir kali. Lala melototinya kemudian menggerakkan tangan hendak memukul pria itu, namun Dika mengatakan bahawa itu adalah yang terakhir. Pertengkaran mereka pun berakhir sampai di sana.
"Yasudah, kalau begitu khusus untuk kamu saya akan menarik ucapan saya itu. Semua karyawan harus bersikap sopan pada saya di jam atau pun di luar jam kerja, kecuali kamu," kata pria itu menambahkan pengecualian di akhir kalimat. Mendengar itu Mira pun terlihat senang, sepertinya gadis itu ingin memanfaatkan privillage yang ia dapat itu, Dika mengetahuinya.
"Kalau begitu, karena ini adalah hari baru kita, saya ingin kita berdamai mulai dari sekarang," ucap pria itu.
"Kamu jangan lagi menatap saya dengan tatapan tidak suka seperti itu, nanti orang tua kita akan tahu."
"Pokoknya, saya tidak mau apa-apa, semua peraturan sudah ada di perjanjian kita, yang saya mau hanya satu."
"Yaitu, jangan sampai rencana kita ini ketahuan dan kamu jangan sampai mengacau, mengerti?" ucap pria itu memperingati. Lala menjawabnya dengan anggukan mengerti.