Chereads / Live With my CEO / Chapter 9 - Terpaksa Menginap

Chapter 9 - Terpaksa Menginap

Mendengar itu Mira pun terkejut. Dirinya harus pulang dengan pria ittu, bagaimana bisa? Gadis itu melirik Dika yang berdiri di belakangnya, pria itu menatapnya dengan tatapan dingin. Oh tidak, sepertinya perjalan pulang akan menjadi suasana yang sangat canggung. Kenapa Tante Gina menyuruhku untuk  pulang bersama dengannya??? Teriak Mira di dalam hati. Ingin sekali gadis itu memiliki kemampuan teleportasi agar tidak pulang bersama dengan pria itu. Kepalanya hampir pecah memikirkannya.

Ia tahu, Dika pasti tidak akan setuju. Dirinya belum pernah mengalami hal ini, jadi ia tidak tahu bagaimana cara untuk menolaknya. Gadis itu berusaha bicara baik-baik pada Tante Gina agar ia bisa pulang bersama mereka, namun Tante Gina menolak. Mira harus pulang bersama dengan anaknya.

Detik kemudian, Gina dan kedua orang tuanya pamit. Kendaraan roda empat itu pun melaju meninggalkan Mira dengan pria tersebut. Kini, tinggallah Mira dan Dika.

Gadis itu tidak tahu harus melakukan apa. Dirinya sangat gugup.

"Mau sampai kapan kamu ada di situ?" tanya Dika membuka pintu mobilnya.

Mira berbalik badan dan tidak menemukan Dika di dekatnya.

Entah sejak kapan pria itu sudah berada di dekat mobilnya.

Pria itu masuk ke dalam kendaraan tersebut, sedangkan Mira tak berkutik dan masih berdiri di tempatnya.

Lagi-lagi Dika menghela napas panjang. Ia membuka kaca jendela yang berseru, "kemari! Saya antar kamu pulang."Di bilang begitu Mira pun melangkahkan kakinya menuju mobil yang ia kendarai.

Sebenarnya, kalau bukan karena perintah Ibunya, Dila tidak akan mau mengantarkan gadis itu. Seharusnya dirinya sudah sampai rumah dan mengerjakan pekerjaannya. Proposal yang dikirim oleh karyawannya baru saja ia lihat, tapi tak bisa langdung di baca karena dirinya harus mengantarkan anak itu pulang.

"Eeeh … eeeh …" baru saja Mira hendak membuka pintu mobil. Dika meneriakinya. Gadis itu tidak mengerti sama sekali, apakah dirinya melakukan kesalahan?

"Kenapa? Bapak berubah pikiran kalau Bapak gak jadi antar saya pulang?" tanya Mira.

"Kamu merasa saya ini supir kamu?" tanya Dika tanpa menjawab pertanyaan Mira.

"Kamu duduk di depan, di sebelah saya."

Raut wajah Mira mendadak merah mendengar kalimat barusan.

Ucapan yang keluar dari mulut Dika barusan, meskipun dia mengatakannya dengan tatapan dingin namun mampu membuat detak jantung Mira berdetak lebih kenang.

Namun, Mira mengangap hal tersebut adalah wajar. Karena dirinya tidak pernah bicara dengan laki-laki seintens ini. Apalagi setelah mendengar mereka akan dijodohkan, Mira merasa pria itu terlihat beda dengan yang kemarin.

Gadis itu pun membuka pintu bagian depan dan duduk di sana. Seperti yang dikatakan oleh Dika, ia duduk di sebelah pria itu. setelah pintu mobil tertutup, Mira bersiap untuk melakukan perjalanan pulang, namun Dika tidak juga menyalakan mesin mobilnya.

Mira melipat kedua tangannya di depan dada, pasti ada yang salah darinya.

"Kali ini kenapa lagi?" tanya Mira kesal. Sepertinya, dirinya selalu salah di mata pria itu.

Pria itu tidak pernah menjawab pertanyaannyam jadi bagaimana Mira tahu dia salah.

Dika tidak berbicara sepatah kata pun. Pria itu mendekatkan tubuhnya pada Mira sehingga membuat gadis itu ketakutan.

Semakin Dika mendekatkan tubuhnya, semakin Syifa berusaha menjauh. Namun tidak bisa, tubuhnya sudah mentok sandaran kursi. Tak ada yang bisa dilakukannya lagi, ia pun memejamkan mata erat tak tahu apa yang akan dilakukan oleh pria itu.

Ternyata, Dika hanya ingin memakaikan sabuk pengaman padanya. Hanya karena itu Mira hampir kehilangan kesadarannya. Ia sangat takut sekali. Bagaimana jika tiba-tiba saja pria itu melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya, sejak Mira tidak tahu harus melakukan apa. Sejak Dika mendelkatkan tubuhnya, pikiran-pikiran negat memenuhi otak gadis itu.

Setelah pria itu selesai melakukannya, Syifa membuka matanya. kali ini jantungnya bukan hanya dadanya yang berdebar lebih cepat dari biasa, namun jantungnya hampir copot karena apa yang di lakukan pria itu terhadap dirinya."Fyuuh, syukurlah gue gak kenapa-kenapa," ucap Mira merasa lega.

"Apa maksudnya kamu gak kenapa-kenapa? Emangnya kamu saya apain?" tanya Dika.

"Ehehehe … nggak kok," kata Mira cengengesam.

Dika menggeleng kepalanya pelan melihat tingkah aneh gadis itu.          

Detik kemudian Dika menyalakan mesin kendaraannya. Mobil tersebut pun melaju dengan kecepatan sedang.Menelusuri jalan ibu kota.

****

Hening. Baik Mira ataupun Dika tidak ada yang berbicara.

Setelah keluar dari area parkir restoran, keduanya sibuk dengan kegatan masing-masing. Dika yang menyetir dan Mira yang melihat pemandangan luar.

Saat acara berlangsung ponsel Dika dan Miraa di pegang oleh orang tua mereka. Hal itu bertujuan agar keduanya tidak sibuk menatap layar handphone ketika sedang bersama.Namun kenyatannya, keduanya malah terjebak di dalam suasana canggung. "Pak, nanti di depan belok kiri ya," kata Mira menunjukkan arah pada Dika. Pria itu langsung membelokkan kendaraan tersebut ke arah kiri seperti yang di katakan oleh gadis itu.

Setelah itu sudah. Hening kembali, jalan yang dilalui mereka hanya lurus. Ketika berada di perempatan lampu merah pun Dika memilih arah lurus. Dirinya tidak akan berbelok kecuali Mira mengarahkannya untuk berbelok.