Huft, gue malah disuruh antar anak kecil pulang, batin Dika malas.
Seharusnya pria itu sudah di rumah dan mengerjakan pekerjaannya.
Tapi dirinya malah terjebak dengan anak itu.
"Pak, di depan nanti belok kanan ya," ucap Mira kembali menunjukkan arah. Dika menghela napas panjang, ia membelokkan kendaraan tersebut.
"Bisa gak kamu gak manggil saya dengan sebutan 'Pak'?" kata Dika sedikit kesal dengan panggilan Pak yang diucapkan oleh Mira. "Saya merasa jadi supir kamu kalau kamu panggil dengans sebutan itu."
Mira mengerutkan alisnya.Memangnya kenapa kalau gue panggil da Bapak?
"Terus saya panggil apa?" tanya Mira pada pria itu.
"Apa aja," jawab Dika singkat.
Mira menganga, dirinya tidak menyangka Dika akan mengatakan hal itu. Ia tidak boleh memanggilnya Bapak tapi ketika ditanya dirinya harus memanggilnya apa pria itu malah menjawab apa saja. Detik kemudian, mobil Dika tiba-tiba saja melambat. Dika kebingungan dengan apa yang terjadi, pria itu pun menepikan kendaraannya.
"Ada apa?" tanya Mira pada pria itu.
"Mobil saya ada masalah," jawab pria itu.
Dika melepas sabuk pengamannya kemudian keluar untuk mengecek kondisi mobilnya.
Sementara Mira menunggu di tempat duduknya. Gadis itu melihat Dika sedang membuka bagian depan mobilnya.
Ia tidak tahu apa yang di lakukan oleh pria itu, namun sepertinya sebuah masalah terjadi pada kendaraannya. Mira melihat ke arah jam tangannya, sekarang sudah pukul setengah sebelas malam. Gadis itu menghela napas panjang, ini kali pertamanya ia pulang larut.
Tak lama, Dika membuka pintu mobil pada kursi yang Mira duduki. Pria itu mengisyaratkan agar gadis itu keluar dari kendaraan tersebut. Mira pun melepaskan sabuk pengamannya kemudian keluar dari sana.
"Mobil saya mogok," ucap Dika memberitahu yang sedang terjadi.
"Yaaah, kok bisa?" kata Mira tidak percaya.
"Saya juga tidak tahu."
Mira menghembuskan napas berat, sekarang bagaimana ia bisa pulang?
"Kamu tenang saja, saya tidak akan meninggalkan kamu," ucap Dika pada gadis itu kemudian mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.
Mendengar apa yang Dika katakan padanya, tiba-tiba saja pipi Mira memerah. Gadis itu luluh dengan ucapan Dika yang mengatakan bahwa pria itu tidak akan meninggalkannya. Bukankah kalimat tersebut diucapkan oleh pria kepada pasangannya?
Mungkin Dika mengatakan hal tersebut karena kondisi dan tidak ada maksud serta perasaan tertentu. Namun, kalimat tersebut mampu meluluhkan hati Mira, seorang gadis yang belum pernah merasakan cinta. Gadis itu merasa spesial meskipun hanya satu kalimat yang keluar dari mulut pria itu. meskipun pria itu mengatakannya tanpa maksud apa pun.
Sementara Dika mencari ponselnya di saku pakaian, tidak ada. Ia kembali masuk ke dalam mobil untuk mencari ponselnya, namun tidak ketemu. Pria itu pun baru sadar bahwa ponselnya di sita oleh Gina saat acara pertemuan keluarga tadi. Ia menghembuskan napas berat menahan emosinya, kemudian mengulurkan tangan pada Mira meminta ponsel gadis itu.
"Saya pinjam ponsel kamu," pinta Dika mengulurkan tangannya pada Mira.
"Ponsel … saya … ada … di … Mama," ucap Mira terbata-bata.
"Punya kamu juga?" kata Dika tidak percaya.
Lagi-lagi pria itu menghela napas panjang.
****
"Saya pinjam ponsel kamu," pinta Dika mengulurkan tangannya pada Mira.
"Ponsel … saya … ada … di … Mama," ucap Mira terbata-bata.
"Punya kamu juga?" kata Dika tidak percaya.
Lagi-lagi pria itu menghela napas panjang.
"Pak Dika emang gak bisa benerin mobilnya?" tanya Mira panik. Ia takut tidak bisa pulang. "Ini udah hampir jam 11 malam, loh."
"Kalau saya punya alat untuk benerin mobil ini saya akan benerin sendiri," jawab Dika sedikit kesal. Pria itu merasa terganggu dengan keberadaan Mira bersamanya. Jika mobilnya mogok dan hanya ada dirinya sendiri, mungkin ia bisa mencari hotel terdekat dan menginap di sana. Namun, ia bersama dengan seseorang.
Anak kecil yang sedang bersamanya ini merasa panic dan takut tidak bisa pulang. Jarak dari restoran tempat mereka makan cukup jauh dan keduanya baru melakukan perjalanan pulang setengahnya. Dika mencari kendaraan umum yang lewat, namun jalan raya terasa sepi dan hampir tidak ada kendaraan umum yang lewat.Sudah larut malam dan gadis yang sedang bersamanya ini sedang ketakutan.
Tak ada jalan lain, Dika melihat sebuah gedung hotel yang berada tak jauh dari posisi mereka. Daripad merengek karena tidak bisa pulang, Dito pun berpikir untuk membawa gadis itu menginap bersamanya.
"Ayo," ajak Dika menarik tangan Mira agar mengikutinya.
"Eh? Kemana?" tanya Mira tidak mengerti.
"Udah ikut aja."Seperti biasanya, Dika tidak pernah menjawab pertanyaan gadis itu.
Sesuai dengan apa yang dikatakan Dika, gadis itu mengikuti kemana Diri membawanya. Dia mengikuti pria itu tanpa tahu kemana tujuannya.
Malam-malam bersama dengan seorang pria, ini tidak lah benar. Mira segarusnya sudah berada di rumah dan tidur nyentak. Dan itu pun yang ada di pikiran Dika, jika dirinya tidak berada di sini ia pasti sedang mengerjakan pekerjaannya yang tertunda.
Dika dan Mira berjalan kaki sepanjang 800 meter, kemudian pria itu memsuki sebuah bangunan besar yang gadis itu tidak tahu apa. Rasanya masuk ke dalam gedung ini Mira merasa nyaman dan tenang, keduanya berjalan menuju meja receptionist. Di sana Dika bicara dengan karyawan di sana.