Hari ini benar-benar menjadi hari yang tidak beruntung untuk pria itu, besok banyak sekali pekerjaan yang harus ia lakukan apalagi besok banyak sekali pelamar kerja yang harus ia wawancarai. Siangnya ia harus meeting dengan pihak sponsor yang sempat tertunda.
Namun, akibat kejadian ini dirinya harus menunda pekerjaan yang seharusnya sudah diselesaikan. Sebenarnya emosi Dika sudah padapuncaknya, namun stok kesabarannya masih ada banyak yang bisa ia gunakan. Pria itu duduk di pinggir ranjang, berpikir bagaimana dirinya menyiapkan hari esok.
Sedangkan Mira sedang membersihkan diri di dalam kamar mandi. Gadis itu mengeringkan tubuhnya dengan handuk sembari bersenandung kecil. Kemudian, ia memakai piama pemberian Pak Dika yang baru saja di pesan, ukurannya pas pada tubuhnya. Ia sedikit terkejut karena pria itu tahu size baju yang ia pakai.
"Cocok juga gue pakai," komentar Mira melihat dirinya sendiri di cermin.
Gadis itu bercermin sembari bicara pada dirinya sendiri.
"Gue harus berterimakasih pada Pak Dika karena udah beliin gue baju ganti."
"Dan gue juga harus berterimakasih sama dia karena dia gak ninggalin gue."
"Hm … maksudnya gak ninggalin di saat kita kesusahan."
"Eh? Maksudnya dia gak ninggalin gue sewaktu mobilnya mogok dan mencarikan gue tempat penginapan."
"Yaa … meskipun apa yang dia lakukan itu agak rancu sih, gue beberapa kali gue salah tangkap tentang apa yang dilakukan pria itu pada dirinya,. Tapi ternyata itu hanyalah kesalah pahaman dirinya sendiri.
Mira sebenarnya terkejut dengan lamaran Dito padanya, tapi ia tidak ingin mengecewakan Tante Gina. Beliau terlalu baik untuknya selama keduanya kenal. Mungkin wajah Mira tidaklah cantik, namun Tante Gina melihat dirinya dari kebaikan. Mira tidak tahu harus menerima atau menolak lamaran tersebut.
Detik kemudian, gadis itu merapihkan rambutnya sebelum keluar dari kamar mandi.
Sambil bersenandung kecil, Mira keluar dari kamar mandi.
Ia berjalan menghampiri Dika yang duduk di atas ranjang.
"Pak Dikaa!!!" seru Mira mencoba memberi kejutan pada pria itu, namun tidak ada reaksi apa pun dari Dika.
Mira memiringkan kepalanya, pria itu seperti sedang melamun entah apa yang dipikirkannya. Gadis itu mencoba menarik perhatian Dika, ia berputar-putar menunjukkan pakaian yang dikenakannya sembari berkata, "Pak Dika, makasih ya piyamanya."
Raut wajah Dika tidak berubah, pria itu diam. Mira pun duduk di sebelah pria itu.
"Pak, Pak Dika kenapa?" tanya Mira dengan nada lembut.
"Saya pusing mikirin besok," jawab Dika bercerita apa masalahnya.
"Besok? Memangnya besok ada apa?"
"Besok tuh saya sangat sibuk," jawab Dika pusing memikirkannya. Pria itu memijit pelipisnya pelan.
"Asisten saya mengirim proposal untuk bahan presentasi saya besok pagi, tapi ponsel saya di sita oleh Ibu dan saya belum mempelajarinya. Besok juga saya ada meeting dengan pihak sponsor dan wawancara dengan calon karyawan baru."
Mendengar curhatan pria itu membuat Mira menatap Dika dengan iba. Mungkin Dika sedang sibuk-sibuknya saat ini, banyak hal yang harus di lakukan oleh pria itu namun acara ini malah mengacaukannya. Gadis itu merasa tidak enak dengan Dika, karena harus mengantarnya pulang, pria itu mendapatkan banyak masalah.
"Pak Dika, maafin saya ya," ucap Mira meminta maaf.
"Kenapa kamu malah minta maaf?" tanya Dito heran dengan ucapan gadis itu.
"Habis, gara-gara saya, Bapak jadi begini. Seharusnya Bapak udah di rumah dan istirahat."
"Ya … mau gimana lagi? Kenyataannya memang saya ada di sini kan sama kamu?" ucap Dito pasrah dengan keadaan.
Meskipun Dika berkata seperti itu, tetap saja Mira merasa bersalah. Gadis itu berpikir, apa yang harus ia lakukan agar dirinya terbebas dari rasa bersalah. Mira dengar Dika adalah Direktur di sebuah perusahaan, dia pasti sangat sibuk sehingga tidak ada waktu untuk mengurusi hal yang seperti ini.
Jarum jam menunjukkan pukul duabelas malam, tak terasa sudah satu jam mereka mengobrol. Dika menguap, pria itu sepertinya sudah tidak kuat untuk membuka matanya lagi. Mira pun merasakan hal yang sama, ia mengantuk.
"Sudah tengah malam, kalau begitu saya tidur ya," ucap Dika menarik selimut kemudian tidur di ranjang.
Melihat Dika tidur di ranjang, Mira bingung. Di mana dirinya akan tidur?
"Pak Dika … Pak … Pak Dika," panggil Mira membangunkan pria itu.
"Ada apa?" tanya Dika terbangun. Baru saja dirinya akan bermimpi.
"Kalau Bapak tidur di sini, saya tidur di mana Pak?" tanya gadis itu.
"Ya kamu tidur aja di sebelah saja, kasurnya juga cukup besar untuk dua orang," jawab Dika dengan entengnya. Kemudian ia tertidur lagi.
"Eeeeh!!!" teriak Mira mendengar apa yang dikatakan Dika. Apa maksudnya dengan ia tidur di sebelah pria itu? Bagaimana bisa keduannya tidur di ranjang yang sama tanpa status sah dari pernikahan?Ini … ini tidak benar!