"KAMU NGAPAIN?" teriak Zeno dengan keras menghentikan tindakan adiknya yang bodoh itu. "jangan bertindak bodoh... apa kamu sudah gila ha?" sentak Zeno sambil merampas semua obat yang ada di tangan adiknya dan membuangnya. walaupun ia masih merasa kecewa atas adiknya itu tapi dia tidak akan tega bila terjadi sesuatu pada adiknya itu.
tangisan itu mulai menjadi-jadi seakan akan seseorang telah merampas segalanya darinya, nafasnya mulai sesak karena tangisan itu dan tubuhnya melemas bahkan tidak ada apapun yang bisa membuatnya mempertahankan hidupnya. keputusasaan yang membuatnya berfikir hanya kematian yang bisa mengakhiri semua keadaan ini, kehidupan yang dulu nyaman dan bahagia kini berubah bagaikan neraka, setelah kejadian itu tidak ada yang menganggapnya ada, tak ada yang mau berbicara padanya serasa hidup dihutan belantara dan hidup dengan kehampaan tak tau hari esok.
aku tidak pernah memohon pada tuhan atas hidupku bahkan aku tidak pernah memohon pada tuhan untuk dilahirkan, apa salahku kenapa tuhan memberikanku masalah seperti ini. kenapa tuhan begitu kejam padaku.
"dengarkan kakak baik-baik kamu masih bisa hidup dengan baik kenapa kamu harus menyia-nyiakan hidupmu dan mati dengan sia-sia." sambil memegang pundak adiknya yang rapuh itu.
fikiran gadis ini sangat kacau. "kakak..., Zia tidak sanggup hidup lagi, tidak ada yang menginginkan Zia hidup, Papa mama semuanya sudah tidak mau menerima Zia lagi." ia berkata dengan terbata-bata di tengah-tengah tangisannya seoalah-olah tangisan itu bisa menyayat hati.
"dengarkan kakak, jangan lakukan hal bodoh lagi seperti ini. kau masih punya masa depan. bila kau ingin hidup dengan pria itu maka mintalah ia untuk menikahimu maka semua tuntutan yang akan jatuh padanya akan hilang". mungkin Papa akan melepaskan kalian, tapi ..." Zeno menghentikan kata-katanya.
gadis itu mulai mendengarkan apa yang dikatakan oleh kakaknya itu.
"mungkin Papa tidak mau menganggapmu sebagai anggota keluarga lagi". tertunduk lesu dan melanjutkan kata-katanya yang lebih lembut berusaha untuk membujuk "tapi bila kau menuruti apa yang diperintahkan Papa untuk menikah dengan anak dari koleganya mungkin Papa akan memaafkanmu dan melupakan semuanya. Papa sekarang sedang mencarikanmu calon suami, kau harus merelakan pria itu, dan memulai hidup baru mu". bujuk Zeno kepada adiknya.
Zia menggelengkan kepalanya tanpa mengatakan sepatah katapun, ia tidak mungkin merelakan seseorang yang mulai dia cintai di penjara dan menikah dengan orang yang belum dia kenal. membayangkannya saja membuat hatinya pedih. ia harus melepaskan semuanya demi hidup barunya yang tak pasti atau menghancurkan semuanya dan meninggalkan keluarganya demi orang yang membuatnya bahagia.
memikirkan semua itu membuatnya mengambil keputusan yang sangat berat baginya dan dia telah memantapkan niatnya untuk pergi dari rumah bila ada kesempatan dan meninggalkan keluarganya untuk selama-lamanya. "kau gila Zia, kau sungguh gila ... " dia menghina dirinya sendiri ketika memutuskan untuk kabur dari rumahnya. ketika semua orang rumah sibuk dengan urusannya masing-masing dia mulai pergi. "maafkan aku Ma Pa Kakak aku akan memilih masa depanku sendiri".