Chereads / Sekenario Cinta / Chapter 27 - mengakhiri

Chapter 27 - mengakhiri

dengan lutut melemas Zia berlutut dan memohon "jangan Pa" Jangan lakukakan itu Zia mohon". tapi Ayah Zia tidak merespon sama sekali dan Zia berbalik ke arah sebaliknya dimana kakaknya berada "kakak Zia mohon jangan laporkan Veris kepolisi kak" memohon dengan penuh air mata yang bercucuran. "maaf Zia, kakak tidak bisa membantumu" kata Zeno tertunduk lesu karena kecewa.

"kurung dia di kamar jangan biarkan dia pergi" perintah Ayah Zia. "Papa maafkan Zia Pa, Zia mohon jangan sakiti Veris pa, Zia mohon jangan laporkan dia kepolisi pa... pa... papa ". Zia meraung-raung memohon-mohon tapi tidak ada yang menghiraukannya.

"sudah papa bilang jangan terlalu memanjakan dia. sekarang ini bukan hanya kita yang malu bahkan papa bingung harus berkata apa pada keluarga Sanjaya. semoga saja belum ada yang mengetahui masalah ini. Papa akan mencarikan calon suami secepat mungkin untuk adikmu itu, tentunya yang mau menerima dia apa adanya". kata Ayahnya dengan gusar. "tapi pa..." Zia kan tidak hamil" jawab Zeno resah. "sudahlah Zeno, itu satu-satunya cara agar kita bisa menolak perjodohan dengan keluarga Sanjaya. kita bilang saja adikmu kawin lari. apa kamu mau adikmu menikah dengan pria yang dia sendiri tidak tau dari keluarga mana dan pria yang baru kenal sudah berani-beraninya menodai adikmu. pria macam apa itu... " pokoknya kamu jaga adikmu jangan biarkan dia pergi dari rumah. Papa ada urusan " perintah Ayahnya dan berlalu pergi.

Zeno merasa sangat terguncang hebat dengan kejadian ini. dia bingung harus berbuat apa, adik yang sangat dia sayangi tapi tidak bisa ia lindungi. "ma, ini salah Zeno, Zeno yang tidak bisa melindungi Zia dengan baik ma, Zeno seharusnya jadi kakak yang baik untuk Zia dan seharusnya Zeno melindunginya ma. Zeno hanya fokus dengan pekerjaan Zeno sendiri dan tidak pernah menanyakan kondisi Zia. bahkan ketika Zia terpurukpun Zeno tidak tau ma. Zeno merasa gagal menjadi kakak, ma" sambil menetes kan air mata Zeno meminta maaf kepada ibunya.

"sudahlah Zeno, ini semua bukan salahmu. Ini semua salah adikmu yang tidak bisa menjaga dirinya sendiri. bahkan dia tidak pernah memikirkan nasib keluarga kitamama merasa kecewa sekali punya anak seperti dia". mama mengeluh kesal.

Zia masih menangis di kegelapan kamarnya itu. sempat terbesit untuk melakukan bunuh diri tapi ia urungkan. ketika Ibu Zia masuk membawakan makanan untuk Zia. Zia merasa terkejut dan bertambah sedih ketika melihat perubahan sikap pada ibunya itu. ibunya yang dulu sangat baik kepadanya dan sangat menyayanginya kini menjadi dingin dan kasar "cepat makan !, jangan pernah berfikir macam-macam karena Papamu pasti tidak akan tinggal diam". kata-kata itu sangat dingin seolah-olah bagaikan panah es yang ditancapkan ke dalam hati yang mengakibatkan pendarahan dan darah itu pun ikut membeku karena dinginnya. rasa sakit yang tak yang tak nampak itu membuatnya meneteskan air mata tanpa henti. Zia pernah sesekali melihat ibunya marah kepadanya tapi tidak separah ini. seakan-akan ibunya berubah menjadi orang lain.

rumah itu sekarang terasa bagaikan neraka, hari demi hari Zia lalui dengan air mata, tidak ada yang mau berbicara dengannya tidak ada yang mau mendengarkannya, tidak ada yang menginginkan ke hadirannya. satu hari terasa bagaikan satu bulan, detik jam di dinding seakan dibebani oleh beban yang sangat berat sehingga enggan untuk bergerak, setiap detiknya bagaikan dikali lipatkan lamanya waktu, keputus asaannya kesedihannya kekesalannya pada dirinya sendiri membuatnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Zia mengumpulkan semua obat yang ada di kotak obat yang berada di dalam kamarnya, entah obat apapun itu dia kumpulkan menjadi satu ketika Zia hendak meminum semuanya dan tiba-tiba pintu kamar terbuka