Zia hanya diam tanpa sebuah tanda persetujuan dalam fikirannya pria ini, pria yang baik dan tidak akan melakukan sesuatu yang aneh apa lagi di luar batas. tapi semua fikiran itu berubah dengan seketika ketik tiba-tiba sebuah kissmark mendarat di lehernya yang putih itu dan terlihat sangat jelas. "apa yang kamu lakukan?" sentaknya Zia. gadis ini tidak berfikir bahwa kekasih barunya akan meninggalkan tanda merah di lehernya. benar-benar sesuatu yang tidak dia harapkan fikiranya mulai bergejolak "semua laki-laki ternyata sama" batinnya kesal. entah kenapa setiap laki-laki ingin memberi tanda di setiap tubuh pasangannya sebagai tanda kasih sayang atau tanda kepemilikan. sebuah tanda, ya hanya sebuah tanda bahwa mereka adalah sepasang kekasih yang saling mencintai, sebuah kasih sayang yang dapat menciptakan tanda merah itu. tapi di benak gadis ini tanda merah ini adalah sebuah penghinaan, rasa malu, ketidak nyamanan dan sama sekali tidak ia inginkan.
waktu sudah petang Zia berada di kamar asramanya mengetik sebuah pesan.
"💌Maafkan aku. aku tidak berniat membuatmu kecewa. tapi aku ingin jujur padamu bahwa ayahku tidak sengaja melihat tanda merah di leherku dan dia sangat marah sekali dan dia melarangku untuk berpacaran dulu. sebaiknya kita berteman saja".
sebuah pesan yang dibumbui dengan kebohongan akan terkesan lebih baik dari pada kita berkata secara langsung. sebuah kejujuran hendaknya lebih baik tapi sebuah kejujuran yang buruk akan menyakiti orang lain. Zia tidak ingin mengungkapkan bahwa dia merasa kecewa dan jijik dengan perlakuan dari pacar barunya itu dan juga Zia tidak ingin melukai perasaan seseorang yang telah menyukainya, maka dari itu dia berbohong agar orang itu tidak membencinya. pesan yang bermakna putus itu ia kirimkan kepada Anto pacar barunya yang baru dia terima sebagai pacar selama satu hari, dan setelah pesan itu terbaca maka berakhirlah setatus pacaran mereka. ada sebuah rasa kelegaan dihatinya bagaikan terjatuh dalam air dan kembali kedaratan lagi. sudah cukup baginya berurusan dengan laki-laki itu tanpa menunggu balasan dia tertidur dengan lelap.
beberapa hari berlalu tapi kismark itu tidak juga hilang hanya memudar sedikit tapi masih terlihat jelas. seperti biasa Veris menemui Zia di asramanya ketika ia libur.
semua berjalan seperti biasa dengan suasana biasa dan percakapan sederhana dan biasa. tapi tiba-tiba atmosfir bumi berubah menjadi dingin dan dingin walaupun matahari masih bersinar cerah di atas kepala mereka. suasana hati Veris yang awalnya riang dengan senyum manis di bibir tipisnya kini berubah menjadi mendung dan dingin. dia terdiam untuk beberapa menit tanpa sepatah katapun ketika ia tanpa sengaja melihat tanda merah itu. perasaannya sangat kesal dan marah, perasaan di hianati dan kecewa yang teramat hingga membuat mendung dihatinya semakin menebal. dia hanya diam membeku bagaikan sebongkah es. ia tak tau apa yang harus ia lakukan apakah dia harus marah tapi itu tidak mungkin karena dia bukan pacarnya. ia hanya terdiam dan berusaha untuk mengabaikannya semua perasaannya. dia tau statusnya tidak memberikan hak khusus untuk melakukannya dan itu membuatnya merasa tersiksa.
Zia tau kondisinya saat ini, dengan sikap dingin Veris kepadanya Zia berusaha untuk mengungkapkan kejujuran yang memalukan itu, rasa bersalahnya itulah yang mendorongnya untuk memberanikan diri menceritakan semuanya.
suasana mulai mencair walaupun pada awalnya dapat dirasakan es itu semakin lama semakin mengeras tapi dengan sedikit kehangatan es itu dengan mudah mencair.
Zia masih memandangi pria yang ada di depannya yang masih terlihat tampan dengan sikap dinginnya. Dia sungguh tampan dengan rambut lurusnya yang dipotong pendek dan rapi, hidung mancung dengan mata yang seksi dan bibir tipisnya memberikan kesan imut dan mempesona. walaupun Zia terpana dengan ketampanan pria yang ada di hadapanya ini tapi hatinya belum menumbuhkan benih-benih cinta.
melihat dia sedang diperhatikan seperti itu Veris merasa tergerak untuk memeluk gadis manis yang ada di hadapannya itu seolah-olah keinginannya yang telah ia tahan-tahan tersampaikan. pelukan itu semakin lama semakin erat seakan-akan tidak ingin melepaskannya lagi. Zia hanya tersenyum manis mendapatkan pelukan hangat itu.
dan seketika Veris mencium Zia tanpa perlawanan dan benar saja Zia membalas ciuman itu dengan lembut dan menikmatinya. tak ada rasa jijik lagi tak ada rasa tak nyaman lagi tak ada rasa yang aneh itu lagi yang ada hanya sebuah kelembutan dan sebuah kehangatan dan kenyamanan, seolah-olah ia juga menginginkan ciuman itu.
untuk menunjukan kesungguhannya Veris mengajak Zia kerumah ayahnya di kota K jaraknya lumayan jauh sekitar 4-5 jam perjalanan dengan mengendarai mobil, awalnya Zia tidak mengetahui rencana itu hingga ia sampai di kediaman Ayahnya Veris dan berkenalan dengan Ayah dan ibu tirinya Veris. semua berjalan lancar mereka menghabiskan waktu di sana seharian hingga sorepun datang. perjalanan itu sungguh memakan banyak waktu sehingga mereka lupa waktu dan akhirnya Veris meminta Zia untuk menginap di rumah sepupu perempuannya yang tak jauh dari rumahnya untuk bermalam karena tak memungkinkan untuk mengantarnya kembali ke asrama.
Zia sangat mudah untuk membaur dengan keluarga sepupunya itu. suasana hangat yang diberikan oleh keluarga ini sangatlah menyenangkan tapi entah kenapa Zia merasa risau. hatinya tak tenang dan bergejolak tak karuan. Zia memikirkan sebuah kemungkinan bahwa keluarganya tidak akan menerima Veris karena mereka telah memiliki calon untuk dirinya. wajar saja calon yang ditawarkan keluarga Zia sangatlah berbobot, pendidikan tinggi, pekerjaan pasti, mapan dan juga tampan tapi sayang umurnya yang menurut Zia tidak sepadan.
ketika malam tiba Zia tidur dengan rasa gelisah dan resah memikirkan apa yang akan terjadi ketika keluarganya tau dia menolak perjodohan dan memilih laki-laki lain yang spesifikasinya jauh dibawah harapan dari keluarganya. malam itu ia bermimpi ayahnya sangat murka ketika menemukan Zia bersama dengan pria lain, ya pria itu adalah Veris. dalam mimpi itu Ayah Zia sangatlah murka hingga tak segan-segan menyeret Zia dan memukuli Zia. dalam kehidupan nyata Ayahnya sangat menyayangi Zia bahkan tidak pernah memukulnya. dia sangat takut sekali bahkan hampir menangis di dalam mimpinya dan terbangun dengan nafas terengah-engah. mimpi buruk itu sungguh terlihat nyata hingga membuatnya ketakutan dan ingin menangis. semua ingatan tentang mimpi itu ia pendam dan ia alihkan ketika sepupu Veris memanggilnya untuk sarapan. beberapa saat setelah sarapan Veris datang untuk menjemputnya. sepupu Veris berkata "wah pacar kamu cantik sekali, kamu pinter cari pacar", pujinya kepada Veris. "ah benarkah!" sambil tersipu dan tersenyum. setelah itu berpamitan dan pergi kembali ke asramanya Zia.