Chereads / Sekenario Cinta / Chapter 22 - makan malam

Chapter 22 - makan malam

"baiklah"

"akan aku jemput seperti biasa. "sebentar kakak ada rapat nanti kita sambung lagi" jawab Zeno mengakhiri panggilan teleponnya.

rapat selesai dan Zeno pergi restoran untuk makan siang dan tak sengaja bertemu dengan Tama.

"hai kak" seru Zeno sambil melambaikan tangannya menunjukan posisi duduknya berada. pria yang gagah dan tampan itu mulai menoleh dan menghampiri Zeno yang duduk sendiri.

"kebetulan sekali aku bisa bertemu denganmu hari ini "bagaimana kabarmu kak?" tanya Zeno dengan senyumnya. "baik" jawab pria itu singkat. "sudah lama aku tidak melihatmu, kau mulai bertambah tampan dari terakhir kali kita ketemu." tambah Zeno memulai pembicaraan dan dibalas dengan sebuah senyuman.

"oh iya..." ketika Zeno ingin berkata lagi tapi sudah di dahului oleh pertanyaan dari Tama.

"bagaimana keadaan adikmu bukankah tahun ini dia lulus kuliyah" tanya Tama penuh rasa ingin tahu sambil menaruh tangannya diatas meja dan meminum minuman yang telah dipesannya.

"oh itu, iya mungkin tahun depan setelah dia lulus kuliyah ayahku akan memintanya untuk bekerja di perusahaan milik keluarga juga", kau kan tau adikku belum pernah bekerja dan belum ada pengalaman sama sekali dan juga sifat kekanak-kanakanya itu yang membuat ayahku memintaku untuk mengawasinya." jelas Zeno panjang lebar dan di sambut dengan jawaban "oh..." pria itu telah merasa puas dengan jawabannya dan seketika Zeno berkata lagi "sudah beberapa minggu dia tidak pulang kerumah karena sibuk dengan kuliyahnya aku sedikit merasa khawatir. "tapi minggu ini dia memintaku untuk menjemputnya." mungkin ibuku akan masak makanan yang banyak agar dia senang." ringkas Zeno.

"oh benarkah?" bukankah lebih baik lebih banyak orang akan lebih seru". dengan senyum samar.

"menurutku juga begitu apa harus aku meminta ibu untuk memesan restoran atau membuat acara di luar." mungkin itu ide yang bagus dan itu akan menghilangkan penatnya selama di kampus", asumsi Zeno. Tama berpamitan terlebih dahulu yang sudah dia tunda sedari tadi.

___-___-____-____

di kampus, sinar mentari masih bergerak menyinari jalanan. Zia berjalan dengan mengangkat tangannya ke depan wajah putihnya dan berada tepat di atas alisnya, sinar matahari itu membuat pipi putihnya memerah karena panas dan menyilaukan penglihatannya ketika berjalan.

"hei kamu Zia ya,? tanya seorang pria yang kurang lebih seumuran dengan Zia dan ia adalah teman satu kelasnya Zia. "oh Anto ada apa?" sambil menatap pria itu melalui celah ditangannya.

"tidak apa-apa, ayo kita masuk ke kelas". ajak Anto.

______-_____-_____

Minggu ini Zia memutuskan pulang kerumahnya menuruti apa kata sahabatnya itu, seperti biasa sang kakak yang sangat menyayangi adiknya menjemputnya di asrama dan mengajaknya pulang.

"dek, kakak mau tanya apa sih yang biasanya disukai sama perempuan?" tanya Zeno membuka percakapan. "tergantung tipe ceweknya sih kak" jawab Zia seperti biasa " Cie kak punya pacar ya, Cie kenalin donk kak !" pinta Zia penasaran. "iya kemarin kakak bawa pulang untuk kakak kenalkan kepada mama tapi mama sepertinya tidak suka" jawab Zeno lesu. Zeno men ceritakan bahwa mereka sudah berpacaran selama 4 tahun lebih, karena gadis yang menjadi pacar kakaknya ini adalah adik kelasnya dulu. tapi kedua belah pihak keluarga tidak ada yang setuju dengan hubungan mereka walaupun mereka saling mencintai. dan lagi Zeno bercerita bahwa sang gadis atau pacarnya itu tidak mau diajak untuk memperjuangkan cinta mereka membuat Zeno semakin merasa terpuruk apalagi ditambah tuntutan keluarga Pratama atau keluarga Zeno dan Zia yang menginginkan Zeno untuk cepat-cepat menikah di umurnya yang hampir 30 tahun. "sabar kak, kalau memang dia jodohmu pasti ada jalan". Zia berusaha menjadi adik yang baik dan berusaha menghibur kakaknya sepanjang perjalanan.

Malam itu benar saja ibu Zia membuat makanan malam yang enak dengan porsi yang banyak termasuk masakan kesukaan Zia. Ibu merasa kawatir karena melihat tubuh anaknya menjadi tambah kurus bahkan sangat kurus. "ma, makanannya banyak sekali ada acara apa ini?" tanya Zia ingin tahu.

"cepatlah makan mama masakin ini semua karena mama ingin Zia makan yang banyak" lihatlah tulang dibawah lehermu terlihat jelas" cepat makan yang banyak mama tidak ingin kamu jatuh sakit". perintah mama.

sebelum sempat Zia memakan makan malamnya suara bel berbunyi "thing" thong" thing" thong" membuyarkan semua orang yang ada di ruang makan. Ketika ibu Zia ingin membuka pintu tapi Zia sudah menawarkan diri terlebih dahulu.

"iya sebentar, siapa ya" sahut Zia. sebelum Zia mendapatkan jawabannya, Zia tersentak dengan sosok pria yang masih terlihat tampan walaupun usianya tidak muda lagi bahkan terlihat lebih dewasa dan elegan dengan baju kasualnya yang terlihat santai dan gagah, pria ini lebih tua dari kakaknya dan lebih tampan.

"bolehkan aku masuk" jawab pria itu membangunkan pandangan dan lamunan Zia yang masih bingung.

"siapa Zia?" tanya ibu nya mulai menghampiri. "ini..."Dia.." kata-kata itu berhenti di jalan karena Zia tidak tau harus berkata apa karena Zia tidak mengenalnya dan hanya beberapa kali tidak sengaja bertemu.

"oh... nak Tama ayo silahkan masuk," dan menuntun pria itu masuk kerumah, sedangkan Zia masih bingung dengan keadaanya sendiri." kenapa pria itu bisa kesini" gumamnya dan masih bengong dan menutup pintu.

"oh iya ini baru saja akan makan malam, nak Tama apa sudah makan? kalau belum ayo makan sama-sama" tanpa meminta jawaban ibu Zia menuntun Tama ke ruang makan.

"duduklah di sini" pinta ibu dan mulai mempersiapkan makanannya. "Zia duduk yang manis kita kedatangan tamu".perintah ibunya.

"siapa dia ma, kenapa dia ada disini, kenapa dia ikut makan dengan kita?" Zia bertanya kebingungan.

"Zia tidak sopan bertanya seperti itu..." ibu meperingatkan putrinya dan sebelum selesai menjawab semua pertanyaan Zia, Ayahnya Zia mulai angkat bicara.

"dia itu Tama Sanjaya calon tunanganmu" jawab ayahnya singkat.

"apa Pa!??" jawab Zia spontan. Pria yang selama ini sering dia temui secara tidak sengaja dan sering membuatnya jengkel setengah mati, pria paruh baya yang akan menjadi suaminya berada di sebelahnya, walaupun dari segi wajah bisa dikatakan bahwa dia tampan tapi tetap saja difikiran Zia pria itu adalah pria yang tidak laku dan menyebalkan.

Zia berlari ke kamar setelah berkata" aku sudah selesai, permisi". dan membanting pintu kamarnya karena merasa kesal.

setelah makan malam selesai Tama berpamitan dan meminta maaf karena berkunjung tanpa mengkonfirmasi terlebih dulu, sebaliknya keluarga Pratama meminta maaf atas prilaku tidak sopan yang dilakukan Zia tadi dan mengantar Tama ke pintu keluar.

Ayah Zia marah sekali dia berteriak dengan keras "Zia, apa yang kamu lakukan sungguh keterlaluan, kamu itu mempermalukan papamu di depan calon suamimu, didepan keluarga Sanjaya." suara itu terdengar sampai ke kamar Zia dengan jelas membuat Zia merasa bertambah kesal dan sedih. berfikir kenapa ayahnya sekarang berubah lebih membela pria asing itu daripada anaknya sendiri membuat air matanya mengalir.

"pa, tenanglah biarkan aku yang berbicara dengannya" pinta Zeno. "urusi adikmu yang kekanak-kanakan itu" perintah ayahnya.