Chessa berusaha siang dan malam untuk membantu Jesika dengan menggunakan kemampuannya. Jaerk bahkan membantu Chessa untuk mencari semua info terkait dengan benang merah. Jaerk juga sedang menjalankan misinya agar dapat membuktikan bahwa Janno dan Jesika berjodoh sehingga ia tidak perlu berharap.
Sudah tiga minggu Chessa, Jaerk, dan Kakek Govard mencari cara, namun hasilnya nihil. Tetapi ada satu petunjuk dari Nenek Omlah terkait gunting sakti yang dapat memutuskan ikatan takdir seseorang.
"Jika kakek ingin memakai saya sebagai media spiritual kakek dalam mencari petunjuk, saya bersedia," ucap Jaerk kepada Kakek Govard.
Chessa menahan lengan Jaerk. "Kamu gila? Kalau kamu tidak bisa kembali, apa yang harus kukatakan kepada Jesika?! Kamu mau aku bohong?"
Jaerk menepis tangan Chessa dan menatap Kakek Govard. "Saya sangat penasaran, apakah ada cara bagi saya untuk mengetahui benang merah seseorang."
Kakek Govard menggeleng. "Ini terlalu beresiko, Jae. Kamu tidak memiliki banyak pengalaman. Saya takut jika roh jahat akan berusaha mengambil ketampananmu."
Chessa tertawa keras. "Ah, masa sih kakek?" Jaerk juga ikut tertawa. "Bisa aja si Kakek."
Kakek Govard menatap mereka tajam. "Saya tidak main-main, Jaerk."
Jaerk dan Chessa pun terdiam, sementara Kakek Govard masih berusaha meramal sesuatu dengan memejamkan mata dan bantuan bola ramalan di depannya.
Kakek Govard bisa meramal masa depan, mengetahui masa lalu, serta menebak pikiran seseorang dengan benar. Ia juga bisa bermain kartu tarot. Tetapi, dalam kasus ini tidak dibutuhkan tarot karena semua ini berhubungan dengan hal mistis dan langka.
Benang merah. Kakek belum bisa melihat benang merah membentang dari orang satu ke orang lainnya. Kakek belum sejauh itu. Atau bahkan ia tidak ingin sejauh itu.
Baginya, ini adalah kasus berat namun harus dipecahkan. Ia juga penasaran, apakah ada cara untuk mengubah takdir benang merah.
Gunting sakti di Rumah Omlah yang berada di pedalaman Jawa Tengah hanya menjadi satu-satunya solusi. Seminggu yang lalu, mereka berhasil meminjamnya dari Nenek Omlah.
Kakek Govard pun mengeluarkan gunting sakti itu dari nakasnya. Ia memperlihatkan gunting berwarna keemasan yang gemerlapan. Chessa dan Jaerk menganga.
"Apakah ini gunting yang kita ambil tempo hari?" , tanya Chessa.
Kakek Govard mengangguk. "Aku harus mendeteksi dahulu apa kelebihan dan kekurangannya. Kalian bisa membantuku menggunakan energi kalian untukku serap."
Chessa dan Jaerk setuju, lalu memejamkan matanya dan mengikuti instruksi Kakek Govard. Terhipnotis melakukan apa yang sang kakek suruh membuat energi mereka terambil dan masuk ke dalam raga kakek.
Kakek Govard mengambil gunting itu menggunakan kemampuannya dan menggenggamnya erat. Matanya menutup begitu erat hingga menimbulkan kerutan-kerutan di kelopak matanya.
Deg!
Chessa dan Jaerk pun tersadar kembali ketika Kakek Govard membuka matanya. Badan sang kakek yang kurus renta itu berkeringat.
Chessa pun menghampiri sang kakek. "Kakek gak apa-apa?"
Kakek Govard menarik dan menghembuskan napas berkali-kali dan menggeleng. "Kakek hanya menemukan kerugian yang sangat banyak, Ches, Jae."
Suara berat sang kakek berdeham. "Gunting ini tidak bisa mengubah ikatan takdirmu, hanya bisa memotong benang yang terhubung di antara keduanya. Jika salah satu pihak telah menggunting benang di antara mereka, akan ada salah satu pihak, entah yang menggunting atau tidak, yang akan kehilangan nyawa."
Chessa dan Jaerk melongo. Jantung mereka sama-sama berdegup kencang. Napas mereka tercekat.
"Kakek tidak yakin jika kamu memberikan solusi ini kepada Jesika, Chessa," ucap Kakek pelan. Jaerk pun meraih gunting sakti itu. "Kakek, biarkanlah salah satu di antara kami menyimpannya."
Kakek mengangguk, membiarkan Jaerk mengambil gunting itu.
Chessa hanya mematung. Air matanya menetes. Jika Chessa memberikan gunting itu, Jesika pasti akan memakainya apapun resikonya.
Chessa sudah tahu apa yang akan terjadi...
.
.
.
***
.
.
.
Jesika pun duduk di ranjang Chessa. Kamar yang sejuk itu tidak bisa membuat keringat di dahi Chessa berhenti. Tangannya dingin. Mulutnya terasa kelu untuk bergerak.
Jesika tersenyum lebar. "Bagaimana, Chess? Aku tahu kamu sudah menemukan solusinya."
Chessa terdiam, enggan menatap Jesika. Ini terlalu berat. Ia tidak bisa membiarkan sahabatnya pergi begitu saja hanya karena cinta...
"Chess—"
"Semua bisa dipikirkan lagi, Jes. Siapa tahu, Reva bukanlah yang terbaik untuknya dan memang kamu, Jes. Waktu akan menyembuhkan dan bisa memutarbalikkan semuanya. Kamu gak akan tahu," sela Chessa dengan air mata menetes.
Jesika memudarkan senyumnya. "Katanya kamu akan membantuku, Chess. Aku tidak mau mengambil resiko! Janno jika sudah mencintai, dia tidak akan melupakannya. Ia harus dipaksakan oleh takdir ini untuk bersamaku. Aku tidak mau."
Chessa menatap kesal dengan sesegukan. "Waktu kalian masih panjang! Apakah kamu mau mempersingkat hidupmu hanya karena ini? Kamu hanya perlu mengikuti alur hidup, Jes! Tuhan tidak meminta leb—"
Jesika mengernyitkan dahi. "Kenapa sekarang kamu jadi ngomong soal Tuhan, Chess? Apa sih maksudnya?"
"Kamu bisa meninggal, Jes! Aku tidak mau kamu meninggalkanku!"
Deg!
Jantung Jesika melompat dari tempatnya. Matanya melebar. Dadanya kembali merasa sesak. Ia menarik napasnya, menahan air mata yang hendak mengalir.
"Memangnya, apa solusinya?" , tanya Jesika dengan suaranya yang mulai memelan.
Chessa menatap Jesika geram sambil sesegukan. Ia melangkah ke meja belajarnya dan mengambil sebuah kotak berwarna coklat yang bermotif seperti peti mati. Chessa membuka kotak coklat itu dan meraih gunting berwarna keemasan.
Jesika menganga melihat gunting itu. Jesika meraihnya dan melirik benang merah yang terlilit di kelingkingnya. Matanya berkaca-kaca.
"Gunting ini tidak bisa mengganti takdirmu, hanya bisa memotong benang itu! Kamu bisa terancam kehilangan nyawa, Jes. Aku mohon jangan lakukan ini.. Aku mohon."
Jesika hanya berdiri mematung menatap gunting keemasan tersebut. Entah apa yang harus dilakukan olehnya setelah ini..