Seorang pria yang memakai jas berwarna abu-abu memegang tangan calon istrinya yang terbaring lemah di atas kasur dengan berbagai selang infus menempel di tangan juga selang oksigen di hidungnya. Mesin perekam detak jantung masih berupa grafik, menandakan bahwa sang calon istri masih bernapas. Setidaknya, itulah yang membuat calon suaminya bersyukur dan masih setia menunggu.
"Bukalah matamu, Jesika. Aku sungguh merindukanmu." Pria itu mengeratkan genggaman tangan kekasihnya. Air mata pria itu selalu mengalir ketika mengenang hal apa saja yang telah mereka lakukan bersama selama lima tahun menjalin hubungan. Cincin pertunangan mereka masih melingkar di jari manis tangan kanan Jesika dan sesekali kekasihnya mengecup pelan dan mengelus tangan halusnya.
Deg!
Salah satu jari tangan sang kekasih bergerak. Pria itu tersenyum dan membekap mulutnya. Ia langsung mengecup tangan kekasihnya berkali-kali, lalu memanggil dokter dengan suara kencang.
Sang dokter pun masuk dan memeriksa keadaan sang kekasih menggunakan stetoskopnya. Jantung pria itu berdegup kencang, tidak sabar melihat gadis yang sangat dicintainya membuka mata.
"Bagaimana keadaannya, Dok?"
Sang dokter menoleh ke arah pria itu. "Keadaannya membaik, Jaerk. Sebentar lagi Jesika akan membuka matanya." Pria itu—Jaerk menunjukkan rentetan giginya dan membungkuk. "Terima kasih atas informasinya, Dok."
Deg!
Mata kekasihnya terbuka perlahan, membuat Jaerk mendekati wajahnya dan mengecupnya. Ia pun menatap mata Jesika yang tampaknya kebingungan. Jesika memicingkan matanya.
Jaerk menggenggam tangan Jesika. "Syukurlah kamu sudah sadar, sayang."
Jesika menepis tangan Jaerk pelan, lalu mengalihkan pandangannya. Jaerk mengernyitkan dahinya, bingung dengan tingkah kekasihnya.
"Jaerk, dimana Janno?", tanya Jesika tiba-tiba dengan dingin.
Deg!
"Janno? Siapa Janno, Jes? Kita tidak pernah mengenal yang namanya Janno," jawab Jaerk dengan jujur dan pelan.
Jesika melotot. "Aku mau Janno sekarang, Jaerk! Kemana Janno? Kenapa ia tidak ada di sisiku?"
Dada Jaerk terasa sakit. Mengapa setelah berbulan-bulan Jaerk menunggunya, ia malah menanyakan pria yang sama sekali tidak mereka kenal? Ia menatap Jesika yang masih mengalihkan pandangannya.
"Sayang, kenapa kamu berubah begini?" Jaerk mengelus rambut Jesika.
Jesika menepisnya. "Aku mau Janno! Bawa Janno ke sini, Jaerk!"
Deg!
Hati Jaerk merasa begitu sesak. Siapakah Janno? Apakah Janno adalah masa lalu Jesika yang terkubur?
.
.
.
***
FLASHBACK -
.
.
.
Satu tahun yang lalu,
Tepat di tanggal yang sama, Jaerk dan Jesika merayakan Anniversary hubungannya yang keempat. Mata Jesika berbinar menatap kotak kecil yang berisi cincin terarah kepadanya. Salah satu lutut Jaerk jatuh ke lantai dan menatap calon istrinya penuh harap. Dengan jas berwarna hitam dan rambut kuning kecoklatan, ia menyunggingkan senyum tipisnya.
"Kamu lah satu-satunya wanita di hidupku, Jes. Aku sungguh mencintaimu dan sangat ingin meminangmu sebagai istriku. Will you marry me?" Jaerk menatap istrinya begitu dalam. Jesika yang menelan ludah karena gugup, terdiam menatap Jaerk. Ia sangat bersyukur memiliki kekasih yang sangat mencintainya, memberikan seluruhnya agar Jesika bahagia.
Ia bisa melihat betapa banyak perjuangan Jaerk untuknya...
Betapa banyak hari yang sudah mereka lewati bersama...
Dan Jesika rasa, inilah saatnya untuk memulai jenjang yang lebih serius, bersama pria yang ia cintai.
"Yes, i will, Jaerk!" , seru Jesika tiba-tiba. Jesika langsung mengangkat prianya berdiri dan memeluknya erat. Kotak yang berisi cincin itu masih berada di genggaman Jaerk.
Jesika mengajak Jaerk melompat-lompat dalam pelukannya, namun Jaerk bersikeras untuk melepaskan pelukannya.
Jesika mengernyit. "Kenapa Jae?"
Jaerk tidak menanggapi pertanyaan Jesika dan langsung menyematkan cincin ikatan mereka di jari manis tangan kiri Jesika. Jesika berbinar menatap cincin itu dan kembali memeluk calon suaminya. Jaerk membalas pelukannya lebih erat.
"Aku siap menata masa depan bareng kamu, Jae," ucap Jesika dengan lembut dan suara bergetar. Jesika berusaha menahan air matanya, walau itu tanda kebahagiaan. Ia tidak suka menangis di hadapan Jaerk.
Jaerk hanya mengangguk dan mengangkat tubuh calon istrinya sedikit ke udara. Jesika yang terkejut hanya bisa memekik senang.
.
.
.
Detik-detik sebelum pernikahan,
Lima bulan yang lalu...
Gaun putih yang memiliki ekor panjang dan berbahan furing itu membuat Jesika sulit melangkah. Ia melihat Jaerk berada di seberang jalan. Bersama dengan Ibunya, Jesika menyeberang jalan dengan sangat hati-hati. Jantung Jesika sangat berdegup kencang ketika tatapan dalam Jaerk mengguncang matanya. Hatinya. Mengalirkan panas ke dalam darahnya.
"Tunggu aku, Jaerk sayang," batin Jesika dalam hati ketika dua langkah lagi sampai ke hadapan Jaerk
Braaaagggg!!!
Tubuh Jesika terpental oleh mobil yang ternyata sudah melaju kencang di sampingnya. Semua ini terjadi begitu saja. Tidak ada yang menyadari bagaimana caranya mobil itu menabrak Jesika dengan sangat cepat. Tidak ada yang tahu bahwa mobil itu ternyata sudah melaju kencang saat Jesika menyeberang. Mobil itu hilang begitu saja, bahkan sebelum mata Jaerk menangkap plat nomor mobil itu.
Semua ini masih menjadi misteri dan menggoreskan kenangan indah Jaerk dan Jesika. Dengan isak tangis dan teriak tanpa suara, Jaerk membawa Jesika ke rumah sakit. Semua berlalu begitu saja, hingga Jesika dinyatakan koma. Otaknya mengalami pendarahan yang sangat banyak akibat benturan keras saat Jesika terpental.
Jaerk memutuskan untuk melupakan mobil itu dan menunggu istrinya. Menunggu mata itu terbuka kembali dan mereka bisa kembali bersama.
Banyak kemungkinan yang menyatakan Jesika tidak akan selamat, namun melalui doa Jaerk, kemungkinan itu tidaklah benar. Jesika masih bernapas. Harapannya untuk hidup masih ada, walaupun kecil...
.
.
.
***