Di pintu masuk departemen lantai bawah seorang wanita memaksa untuk bertemu dengan Tuan Luis padahal belum membuat janji, seorang wanita berbaju seksi dengan sombongnya mengatakan bahwa dia anak dari relasi kerja Tuan Luis yang sangat penting. Wanita tersebut menerobos dan menuju ruang kerja Luis
Niko menghadang di depan pintu ruangan Luis, dia paham jika Tuannya pasti tidak ingin bertemu dengan wanita ini. Namun wanita tersebut memanglah licik dan punya banyak cara hingga Niko bisa dikelabui. Wanita tersebut menerobos masuk ruangan, Luis sedang duduk di meja kerjanya dan sangat tekun menatap laptop di depannya.
"Halo Tuan Luis, kita bertemu lagi.." sapa manjanya. Wanita tersebut fokus menatap Luis begitu masuk ruangan tersebut hingga tidak sadar jika ada Winda yang sedang duduk di sofa bagian kiri dari ruangan tersebut.
"Aha, Jesika. Aku sungguh takjub melihat wanita sepertimu" ucap Luis membalas dengan senyuman dipaksakan.
"O ... hohoho ... tentu saja, Aku tau betul siapa diriku. Memang banyak orang mengagumiku" kata-katanya sombong.
Winda melihat ke arah suara tersebut, dia nyengir sedikit ke arah wanita tersebut. Aikh, wanita itu lagi?" Winda masih ingat betul kata-kata sombong Jesika. Namun, Winda segera mengendalikan emosinya. Bagaimanapun dia harus menghormati wanita yang disukai Luis, batinnya. Ternyata Winda masih salah paham.
"Iya Aku takjub mengapa ada rubah yang begitu tidak tau malu. Sampai-sampai Aku tidak tau harus berkata manis seperti apa lagi agar, KAU JESIKA! Paham bahwa kehadiranmu tidak diinginkan."
Luis memberikan penekanan saat menyebut nama wanita tersebut. Luis begitu kesal sebab wanita ini seperti benalu, hama yang selalu ingin menempel.
Lagi-lagi muka Jesika merah padam karena menahan marah, tangannya mengepal kuat. Jesika benar-benar marah kali ini, dia berbalik untuk keluar tapi matanya menangkap Winda yang sedang terduduk manis di sisi kiri ruangan. Jesika berjalan mendekati Winda, dia sangat marah dan mencoba melampiaskannya ke Winda. Ia mengambil kesimpulan sendiri, menganggap jika ini semua gara-gara Winda. Sebab Jesika dua kali bertemu dengannya saat ia ingin bertemu Luis.
Plaakk ...!
Jesika menampar pipi kiri Winda dengan sangat kuat, "Ini hadiah untuk seorang pencuri" ucap Jesika sambil melotot ke Winda.
"Jesika! beraninya kau!" Luis berteriak. Luis berjalan cepat menghampiri Winda yang masih terduduk dan memegangi pipinya yang masih perih dan memerah. Jesika buru-buru pergi dari ruangan tersebut.
Luis berlutut di depan Winda dan coba meraih pipi merah Winda, pandanganya begitu sedih melihat ke arah Winda.
"Pasti sakit ya? Maafkan Aku, ini salahku" kata Luis penuh penyesalan.
"Aduuh, apa-apaan sih? nggak apa-apa, justru Aku yang minta maaf, gara-gara ada Aku disini Jesika jadi salah paham dan kalian bertengkar. Nanti Aku akan jelaskan padanya" kata Winda.
"Hahahaha ..." Luis malah tertawa keras, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa.
Winda jadi bingung sendiri, "Apakah Aku salah ngomong" batin Winda.
"Kamu begitu polos Winda, jadi banyak orang jahat yang memanfaatkanmu" kata Luis tersenyum jail.
Hah! Apa maksud ucapannya? Aku nggak ngerti deh. Hemm, mungkin itu caranya untuk menghibur diri. Dia hanya coba menginkari krnyataan karena sebenarnya ia tidak rela kekasihnya bersama pria lain. Hemm, mungkin seperti itu. Kata Winda dalam hati.
***
Sore ini Winda dalam perjalanan pulang ke rumah, Winda berpikir untuk singgah sebentar ke rumah Ari, dia merasa tidak seharusnya kemarin begitu kasar dengan Ari. Ya, memang betul Ari sudah tidak sopan tapi setidaknya Winda tidak juga harus membalas dengan kasar, jadi Winda berpikir tidak ada salahnya untuk bertemu Ari dan membuatnya lebih baik. Sehingga besok dia bisa tugas ke luar negara dengan tenang tanpa beban rasa bersalah.
Winda sampai depan rumah Ari, dia turun dari taksi dan masuk ke dalam, Ari pasti ada di rumah sebab mobilnya terparkir di depan. Winda ingin mengetuk pintu, tapi pintu membuka sedikit, dia akhirnya langsung masuk pelan-pelan untuk memberi kejutan. Ari tidak ada di depan TV maupun di dapur.
Uhm, mungkin dia sedang tidur, dasar ceroboh! tidur di kamar tapi pintu depan tidak di kunci. Kebiasaan nih orang, batin Winda dalam hati sambil tersenyum. Winda masuk membuka pintu kamar Ari perlahan, takut membangunkan Ari.
Jeduaaarr!!!
Bagai petir di siang hari, tanpa awan mendung dan hujan. Runtuh semua rasa Winda selama ini, kekasihnya tengah bercumbu dengan wanita lain, Winda berdiri mematung masih memegangi handle pintu, tanpa terasa air mata Winda mengalir, mata itu seperti ingin menyangkal bahwa yang dilihatnya hanyalah mimpi buruk dan semuanya akan baik-baik saja saat membuka mata di pagi hari. Perih! perih bagai tersayat-sayat dan ditaburi garam hati ini. Perih, Pria yang selama ini dia jaga perasaanya hingga mengesampingkan nasehat orang tua, sungguh tidak sepadan dengan apa yang dia dapat sekarang, begitu menyesalnya Winda.
Lama kelamaan tangis Winda tak terbendung lagi, isakan tangisnya semakin kuat hingga Ari tersadar ada orang lain di sana. Ari tersentak dan reflek mendorong Jesika yang ada di pangkuannya dengan setengah berpakaian hingga terpental ke ranjang. Ari segera bangkit dan mendekati Winda.
"Sayang, ini tidak seperti yang kamu lihat, Aku bisa jelaskan" rayu Ari dengan gugup. Ia sudah tidak mengenakan atasan, hanya celana pendek yang masih melekat di tubuhnya.
Melihat hal tersebut, Winda hanya bisa melempar pandangan jijik.
"Cukup! se-semuanya su-sudah jelas!" ucap Winda dengan marah dan masih sesegukan karena menangis. Winda sudah tidak mau mendengar ada negosiasi lagi.
"Apa-apaan ini? siapa wanita tidak sopan ini?" Jesika bangkit dengan bersarungkan selimut dan merangkul lengan Ari. Namun, Ari berusaha melepaskan tangan Jesika.
"Ooh, wanita pencuri rupannya, kenapa kamu selalu ganggu kesenanganku!" Jesika berteriak di depan Winda. Ari menoleh ke arah Jesika, dia terkejut kenapa Jesika bisa mengenal Winda.
"Aku tidak ada urusan denganmu, Aku kesini menemui kekasihku" ucap Winda.
"Hah! nggak usah ngaku-ngaku, Ari ini kekasihku. Kami sudah berpacaran satu tahun!" Jesika menyelesaikan kalimatnya dengan sombong. Ari hanya terdiam tidak mampu berkata-kata lagi, kedoknya telah terbongkar.
Winda kemudian menyeka air matanya, dia rasa sia-sia semua air mata yang telah keluar. Pernyataan Jesika yang mengejutkan dan tanpa disangkal oleh Ari itu berarti benar adanya.
"Ok, karena sudah jelas sekarang jadi lebih baik kita sudahi sekarang juga, setelah ini tidak ada lagi hubungan diantara kita, silakan dilanjutkan dengan wanita sombong ini. Selamat, kamu mendapat wanita yang tepat!" kata Winda di hadapan Ari.
Winda kemudian melangkah ke depan Jesika, "Perlu kamu tau, Aku dan Ari sudah berpacaran dua tahun, jadi kamu pasti tau siapa yang mencuri siapa sekarang?!" akhirnya Winda dapat menyelesaikan kalimatnya dengan tegas. Winda melangkah pergi dari ruangan terkutuk itu.
"Ala ... kamu pun sama, memijak dua perahu yang sama dalam satu waktu dengan Tuan muda itu." ucap Jesika tidak mau kalah.
Winda berbalik dan "Plaaak!" menampar Jesika. "Jangan menuduh dan mencemarkan nama baik orang tanpa bukti" ucap Winda sambil tersenyum sinis ke Jesika.
Entah mengapa Winda tidak bisa menahan diri untuk memberi pelajaran ke wanita tidak tau malu seperti Jesika saat nama Luis di sangkut pautkan. Winda langsung pergi setelah itu, dia sudah muak untuk berlama-lama disana.