Ari mulai tak terkendali, hingga ada tangan kekar yang mencengkeramnya dan menghempaskan tangannya guna melepaskan tangan Winda dari kesakitan.
"Siapa kamu? Kenapa ikut campur urusan orang!" Ari melotot marah.
Pria tersebut mengulurkan tangannya dengan santai. "Perkenalkan namaku Dirga, Aku memang tidak kenal kalian. Aku hanya kasihan dengan wanita ini. Kamu telah menyakitinya" pria tersebut berucap dengan pantas.
"Ini bukan urusanmu" Ari menunjukkan rasa tidak sukannya terhadap pria tersebut.
Ari melayangkan sebuah pukulan ke Dirga tapi berhasil di tahan, diplintir tangannya lalu dikunci ke belakang punggung Ari, hingga Ari meringis kesakitan.Ia ridak dapat berulah lagi, pergerakannya telah dikunci.
"Pergi! Atau aku patahkan tanganmu?!" usir Dirga kepada Ari. Karena merasa malu Ari pergi begitu saja.
Astaga, dia pergi begitu saja? Batin Winda di salah satu sudut. Ia lalu mendekatinpria yang telah menolongnya.
"Terima kasih" Winda masih memegangi pergelangan tangannya yang sakit.
Pria tersebut tersenyum. "Kamu tidak apa-apa? Apa perlu saya antar kamu pulang?" pria tersebut merasa prihatin.
"Tidak perlu, saya tidak apa-apa. Terima kasih atas tawarannya, tapi saya rasa masih bisa pulang sendiri" Winda tersenyum menolak dengan sopan.
Winda merasa tidak nyaman merepoti orang yang baru dia kenal. Winda mulai berjalan menjauh dari Dirga.
Dirga tersenyum, dia juga tidak mau memaksa. Apalagi mereka tidak saling mengenal. Yach, setidaknya dia sudah memberi tawaran tapi wanita tersebut kelihatan tidak apa-apa, dia masih bisa mengurus dirinya sendiri.
Di dalam mobilnya Ari mengeluarkan sumpah serapah.
"Sial! gara-gara pria tadi rencanaku jadi gagal, hilang kesempatanku untuk memperbaiki hubunganku dengan winda. Tidak bisa, Aku tidak akan menyerah. Aku harus dapatkan hati Winda kembali. Sudah lama juga Aku berusaha mendapatkan Winda, Aku tidak mau usahaku sejak awal jadi sia-sia. Aaarggh, sial!" Ari memukul mukul setir mobil.
Sementara itu, Winda pulang dengan naik taksi. Dalam perjalanan ia banyak terpikirkan tentang pria yang menolongnya tadi.
"Untung Aku bisa lepas dari Ari. Huft, makin brutal aja tuh orang. Apa karena dia sudah tertular sifat buruk wanita sombong itu ya? Ah, tidak boleh buruk sangka Winda. Sadar sadar" Winda mengeleng-gelengkan kepalanya. "Ohya, untung ada orang tadi, siapa namanya ya?" Winda berpikir sejenak mengingat-ingat nama pria tadi. "Uhm, Dirga. Ya Dirga, lain waktu Aku akan balas budi kalau bertemu lagi dengannya." Winda tersenyum bersyukur masih diselamatkan dari niat buruk orang.
Winda sampai di rumah sore menjelang petang, karena harus menuruti keinginan Ari tadi. Seharusnya sudah tidak perlu dia lakukan. Winda berjalan tak bertenaga masuk rumah, dia sekilas melihat tangannya. Uhm, masih merah. Winda masuk memberi salam kepada Bundanya. Winda terkejut saat sampai ruang tamu, Luis sudah duduk manis di kursinya dan sedang mengobrol dengan Ayah dan Bunda, mereka terlihat akrab bagai satu keluarga.
"Ehm, selamat petang Tuan Luis, sudah lama kah?" Winda mau tidak mau harus tersenyum padahal dia merasa lelah sekali.
Luis menyadari itu. Luis melihat senyum yang dipaksakan oleh Winda dan Luis sudah tau apa alasanya. Sebab Niko telah memberikan laporan secara terperinci kegiatan Winda hari ini. Saat Winda disakiti Ari di cafe sebenarnya Niko yang dia suruh untuk mengawasi Winda. Niko sudah akan menolong namun, ada pria yang menolongnya lebih dulu. Waktu itu Luis sedang sibuk meeting di kantor karena pekerjaan yang ditinggalkannya selama seminggu.
"Belum lama, maaf menganggu tapi Aku butuh bantuanmu" Luis menunjukkan tangan kanannya yang masih diperban, ini juga taktik Luis agar bisa berdua dengan Winda dan bebas berbicara. Bunda Puspitasari segera izin untuk menyiapkan makan malam dan Ayah izin untuk mengecek beberapa dokumen kerja. Winda segera mengambil kotak P3K untuk mengganti verban luka di tangan Luis. Akhirnya mereka punya waktu berdua.
Luis tak sengaja melihat pergelangan tangan Winda memerah, segera Luis meraih tangan Winda memakai tangan kirinya,
"Pergelangan tanganmu kenapa?" Luis khawatir, dia merasa pedih di dada karena tidak bisa menjaganya hingga Winda terluka.
"Ah, tidak apa-apa. Aku yang kurang hati-hati" Winda menarik tanganya dan melanjutkan pekerjaannya.
Luis memilih mengalihkan perhatian, Luis menghormati keputusan Winda untuk tidak menceritakan apa yang baru berlaku, hingga Luis lebih suka menggodannya untuk menghibur.
"Winda, Aku kangen" Luis mengatakannya dengan tulus, menatap Winda dengan pandangan penuh arti nampak sekali Luis memang merindukannya.
"Mulai? mau ngerjain Aku ya?!" Winda sedikit menekan luka tangan Luis.
"Aaww ..." Luis sedikit merintih kesakitan. Kemudian Luis meraih tangan Winda lagi. "Aku serius, tidak ada kata main-main jika itu tentang kamu" Luis menatap tajam ke arah Winda. Untuk kesekian detik jantung mereka sama-sama berdebar kencang tapi Winda segera menguasai dirinya dan lagi-lagi Winda menarik tangannya menganggap bahwa Luis sedang bercanda. Winda menyelesaikan mengganti verban.
"Sudah selesai, mari kita bergabung dengan Bunda untuk makan malam" Winda meninggalkan Luis di belakang punggungnya.
Kali pertama Luis makan malam bersama keluarga Hermawan, dia merasa makanan malam ini begitu nikmat. Walau hanya masakan sederhana namun, rasanya begitu sempurna ditambah ditemani anggota keluarga yang lengkap. Luis menundukkan kepala sejenak di tengah-tengah acara makan, matanya sedikit berkaca-kaca teringat masa-masa dulu saat keluarganya masih lengkap, kira-kira suasananya hampir sama. Luis merindukannya.
Acara makan malam dan beramah tamah dengan keluarga Hermawan telah usai untuk hari ini. Luis izin pulang karena sudah malam dan sangat berterima kasih karena makan malam yang begitu sempurna. Luis tidak henti-hentinya tersenyum puas. Luis mengendarai mobil sportnya sendiri tanpa di temani Niko.
Winda melirik ke arah kedua orang tuannya saat mengantar Luis sampai pintu gerbang depan rumah, Bunda puspitasari dan Ayah Andri terlihat sangat menyukai Luis. Mereka senang Luis berkunjung.
Ya, memang tidak ada alasan untuk tidak suka dengan Pria setampan dan semapan Luis, dia ternyata juga begitu hangat dan sopan apalagi terhadap orang yang lebih tua. Paket komplit, wanita mana coba yang tidak mau dengannya.
***
Rutinitas pagi hari di departement IGD yang selalu sibuk dengan hiruk pikuk keluar masuk pasien-pasien gawat darurat. Winda sedang bertugas pagi ini, dia satu tim dengan Risa dan Ari. Winda merasa ingin cepat jaga di shift sore atau malam sebab kedua shift itu membuat dirinya tidak harus bertemu dengan Ari. Karena jabatan Ari di departement tersebut sebagai kepala tim jadi mengharuskannya selalu jaga di shift pagi.
Jam istirahat siang tiba, mereka beristirahat untuk makan siang secara bergantian.
Winda duduk di kantin Rumah Sakit Kencana Medika bersama Intan yang kebetulan juga shift pagi, mereka menyantap makan siang sambil mengobrol dari kejauhan Ari terlihat menuju ke arahnya, entah mengapa pria busuk ini bisa beristirahat, seharusnya dia istirahat setelah Winda kembali bertugas. Winda sudah merasakan hawa yang tidak mengenakkan. Namun, tiba-tiba Ari berbalik arah padahal tinggal dua ratus meter lagi dia sampai meja Winda.
Glodak!
Tiba-tiba sebuah nampan berisi makanan di taruh di meja samping nampan makanan Winda, Winda mendongak ke samping atas guna melihat orang yang datang.
"Uhm, pantas Ari kabur" ucap Winda lirih.
Intan yang duduk di depan Winda masih terkejut dan menebak-nebak siapakah gerangan orang ini? Intan terpana melihat ketampanannya. Sampai ia tidak berkedip sedikitpun.