Chereads / Detak jantung cinta kita / Chapter 26 - Pengakuan

Chapter 26 - Pengakuan

Tim perawat jaga pagi disuruh kumpul oleh Kepala Rungan karena ada sedikit pengumuman. Kepala ruangan memperkenalkan dokter jaga baru yaitu dr.Vian untuk menggantikan sementara waktu dr.Dirga yang sedang cuti karena berobat ke luar negara. Semua perawat segera di bubarkan untuk mengerjakan tugasnya setelah mendengar pengumuman dan beberapa arahan dari kapala perawat.

Tanpa buang waktu lagi Ari segera menempel pada Winda, dia merasa tidak ada pengganggu lagi yang sok jadi pahlawan, hatinya berteriak Merdeka! untuk segera melancarkan aksinya mendapatkan kembali hati Winda.

"Hari ini kamu satu tim denganku, kamu jadi asistenku setiap ada pasien yang Aku tangani" perintah Ari terhadap Winda, dia mencoba menguasai Winda di sift pagi ini.

"Tidak, hari ini perawat Winda menjadi asistenku. Perawat Ari,kamu satu tim dengan perawat Risa" dr.Vian memberikan perintah sebelum Winda menjawab perintah Ari. "Ikutlah dengan ku" pinta dr.Vian berlalu dari hadapan Ari tanpa mendengar pendapatnya atas keputusannya itu.

Ari meninjukan tangan kanannya ke telapak tangan kirinya. Dia begitu kesal dan tidak setuju dengan keputusan dr.Vian yang mengambil alih Winda. Ari tak berdaya untuk melawan, sebab dr.Vian berkedudukan jauh lebih tinggi di atas Ari yang hanya perawat biasa. Sedangkan dr.Vian adalah dokter sekaligus salah satu Direktur di Rumah Sakit Kencana Medika. Jelas sekali perbedaan status di antara mereka, sehingga akan menjadi sia-sia jika Ari nekat membuat masalah dengan dr.Vian.

Sebenarnya ada satu alasan lagi, tidak hanya Direktur tapi dr.Vian juga merupakan paman dari Luis. Hanya sedikit dari pekerja Rumah Sakit yang mengetahui hal tersebut, itulah mengapa dulu Luis bisa seenak hati berlama-lama di rawat di kamar satu VIP walau dengan luka yang ringan.

"Terima kasih dr.Vian telah mempercayakan saya sebagai asisten anda" ucap Winda dengan tulus.

Sebenarnya tidak hanya itu. Winda juga berterima kasih karena telah di selamatkan dari Ari. Pria tersebut telah hilang rasa profesional kerjanya. Membuatnya tidak bisa membedakan masalah kerjaan dan pribadi. Winda takut nanti dia tidak bisa fokus pada tugasnya dan malah akan menjadi masalah jika harus bekerjasama dengan Ari.

"Bukan masalah buatku, karena ada yang merekomendasikanmu kepadaku. Jadi, saya rasa kamu cukup kompeten untuk menjadi asistenku" dr.Vian tersenyum penuh arti setelah menyelesaikan kalimatnya.

Kini giliran Winda yang bertanya-tanya siapa yang telah merekomendasikannya kepada dr.Vian, Winda tidak mungkin bertanya kepada beliau yang sangat berwibawa dan itu membuatnya canggung untuk bertanya. Sehingga Winda hanya bisa tersenyum dan sedikit menundukkan kepalanya untuk menanggapi perkataan dr.Vian.

Risa mengambil kesempatan untuk lebih dekat dengan Ari karena dari awal dia memang telah kagum dengan sosok pria itu.

***

Winda sedang bersiap di kamarnya, memilih baju yang akan dia kenakan, dia memutuskan untuk memakai dress dengan panjang sampai bawah lutut bermotif batik dan berwarna kuning campur coklat, bagian lengan ketat sepanjang siku. Rambutnya digerai dan memakai penjepit rambut kecil di sisi kanan samping memberi kesan rapi. Sederhana namun kemas dan terlihat ayu seperti gadis keraton jawa. Makeup natural yang tidak tajam menambah komplit penampilannya. Ponsel Winda berbunyi ada pesan masuk.

"[Sopirmu sudah siap di depan, tidak berani mengetuk pintu kamar lagi. Aku masih terlalu sayang dengan dahiku]" Winda tertawa setelah membaca pesan dari Luis, dia teringat kemarin telah menciderai dahi Luis.

Winda segera keluar, rupanya Luis sedang duduk mengobrol bersama Bunda di teras rumah. Luis mengagumi kesederhanaan dan kecantikan Winda. Saat Winda keluar, Luis terpaku mentapnya untuk beberapa saat di tempat duduk, sesaat kemudian lamunan Luis di buyarkan oleh kata-kata Bunda. "Jangan lupa apa yang Tante bilang tadi."

"Baik Tante, saya akan mengingatnya" ucap Luis mantap.

Winda melirik curiga ke arah Bunda dan Luis secara bergantian, Winda mencurigai percakapan apa yang telah mereka bicarakan tadi. Luis segera mengajak Winda untuk berangkat, dia tidak ingin membuang-buang waktu lagi. Mereka berdua segera menuju ke sebuah mall di sebelah timur kota, mereka menonton film horor yang menjadi pilihan Luis di bioskop. Beberapa kali Winda mencengkeram, kadang bersembunyi di lengan kekar Luis sehingga membuat pria tersebut tersenyum-senyum bahkan tertawa pelan takut Winda menyadari bahwa memilih film horor adalah modus.

Satu setengah jam kemudian film berakhir, Luis mengajak Winda makan di sebuah Restorant dalam mall tersebut. Sambil menunggu makanan yang dipesan datang, Luis segera meraih tangan Winda dan menatapnya untuk mengatakan sesuatu.

"Winda. Dulu aku memang bermimpi sekali untuk bisa menjadi seorang astronot dan kini impianku itu menjadi kenyataan. Sekarang aku dekat dengan bintang hatiku, yaitu kamu. Winda, Aku mencintaimu." Luis melihat ekspresi Winda untuk beberapa saat.

"Aku ..." ucapan Winda terpotong.

"Aku tidak buru-buru. Semua ini, perasaan di dalam hatiku aku ungkapkan agar kamu tahu kalau Aku benar-benar serius menyukaimu. Bukan hanya dirimu, aku juga merasa nyaman dengan kedua orang tuamu, berkat beliau Aku bisa merasakan kehangatan sebuat keluarga lagi. Aku tidak pura-pura untuk menarik perhatianmu, ini tulus aku lakukan karena aku nyaman dan karena aku menginginkannya. Datanglah padaku, utarakan isi hatimu saat kamu telah yakin dan mau bersamaku. Saat itu... tanganku selalu terbuka lebar untuk menyambutmu" Luis merasa lega telah menyelesaikan kalimat panjangnya.

Tangan Winda bergetar mendengar pernyataan Luis. Sederhana tapi penuh makna dan yabg terpenting mampu menyentuh hatinya. Luis yang sedang memegang tangannya dapat merasakan jika Winda tersentuh oleh kata-katanya.

"Terima kasih atas pengertiannya, Aku hanya butuh waktu sedikit lagi untuk sembuh. Aku tidak mau datang kepadamu saat hatiku masih terluka. Aku akan datang padamu saat Aku benar-benar telah sembuh dari sakit hatiku. Saat hatiku yakin bahwa kamu yang terbaik diantara yang lain. Tunggulah aku dengan sabar jika kau benar-benar menginginkan hatiku seutuhnya."

Winda tersenyum begitu manis saat memberikan jawaban yang sama bijaksananya seperti yang dilakukan Luis.

"Kamu hanya perlu membuka hatimu, maka Aku akan membuatmu menjadi wanita paling bahagia karena telah memilihku. Yang perlu kamu ingat bahwa Aku selalu menantikanmu" Luis tersenyum menawan.

Luis dan Winda saling pandang, kini hanya tinggal menunggu waktu saat hati mereka benar-benar terikat.

Makan malam segera mereka selesaikan dan berlanjut menghirup udara dingin malam hari di jalan Malioboro. Luis meraih tangan Winda dan tak melepaskanya. Winda pun tidak memberikan perlawanan, dia pasrah digandeng sepanjang jalan agar tidak hilang, Hahahaha.

Setelah puas berjalan-jalan, Luis mengantar Winda pulang kerumah. Di ujung pertemuan manis malam ini, Luis minta izin untuk mencium kening Winda, dengan malu-malu dan pipi memerah, Winda perlahan menganggukkan kepalanya tanda memberi izin. Ya, sejak percakapan mereka tadi, Winda berjanji pada dirinya sendiri untuk mulai membuka pintu hatinya untuk Luis.

Luis mencium kening Winda dengan penuh rasa kasih sayang, ingin rasanya selalu berada disisinya, tidak mau kehilangan waktu walau cuma sedetik dan kalau perlu hentikan waktu agar mereka terus bersama.

Sesampainya di rumah, Winda masuk ke kamarnya berbaring di atas kasur empuknya, bibirnya mengukir senyum sambil tersipu malu. Harus dia akui kalau hatinya kini sedang berbunga-bunga dan memang dia pun merasakan hal yang sama dengan Luis, siapa juga seorang wanita yang sanggup menolak pria seperti Luis. Tugas Winda saat ini bahwa dia harus segera menyingkirkan luka yang dia rasakan, sebab Winda tidak ingin ada rasa luka sedikit pun yang ikut dalam perasaannya saat mulai menjalin kasih dengan Luis. Winda tertidur pulas dengan senyum di bibirnya.

Di tempat lain yaitu kamar Luis, dia terlihat seperti pria paling bahagia di dunia karena cintanya mendapat respon yang baik. Luis menari di kamarnya. Berdansa dengan bantal guling serta memeluk dan menciumnya seperti orang gila yang sedang dimabuk cinta. Sungguh pemandangan yang sangat langka, seorang Luis yang biasanya bergaya, cool, keren, berwibawa, dan tidak sembarangan berekspresi hari ini dia bersikap kebalikannya, lebih tepatnya seperti anak kecil yang akan pergi berlibur.