Luis juga sudah terbiasa dengan sifat manjanya Lusi dan tahu cara mengatasinya karena sejak kecil sudah sering bersama. Hanya empat tahun terakhir inilah mereka tidak pernah bertemu sama sekali, sebab Lusi melanjutkan gelar sarjananya di Luar negara.
Pada kenyataannya waktu empat tahun tidak bisa merubah Lusi menjadi mandiri dan terbiasa sendiri tanpa Luis, karena terbiasa bersama sejak kecil membuat benih - benih cinta Lusi semakin tumbuh subur mengakar hingga dalam namun belum juga berbuah hingga sekarang, bagaimana Lusi bisa berharap benih yang dia tanam sejak kecil bisa berbuah? sebab kenyataanya sekarang pohon tersebut mulai layu sebelum sempat berbunga.
Hati nurani Lusi bertarung adu mulut di dalam dirinya, satu sisi dia merasa telah kalah setelah penantiannya yang lama dan harus belajar menerima kenyataan biar bisa move on. Sisi lain dirinya berkata TIDAK, dia tidak boleh menyerah, justru dia harus lebih berusaha untuk merebut hati Luis apa pun caranya.
Di saat Lusi bertengkar dengan pikirannya, hubungan Luis dan Winda semakin dekat satu sama lain, bagai pohon yang berbunga di musim semi...begitu rindang dan penuh warna dari bunga - bunga yang bermekaran.
"Sayang...selamat bekerja ya? semangat.." Luis memberikan semangat pagi untuk Winda saat mereka sudah sampai di tempat parkir Rumah Sakit Kencana Medika.
"Iya, terima kasih untuk pagi ini, semuanya membuatku senang" ucap Winda sambil tersenyum begitu manis.
"Aah...mataku silau melihat peri kecil tersenyum" Luis menutup matanya dengan telapak tanganya.
"Aarrgh...dasar tukang jahil" Winda menghadiahi pinggang Luis dengan cubitan - cubitan kecil manja.
"Sudah cukuuup..." Luis menahan tangan Winda menghentikan cubitannya. "Masuklah.. dan bekerja dengan sepenuh hati" ucap Luis sambil mengusap lembut kepala Winda kemudian mengecup keningnya.
"Baiklah..kamu hati - hati di jalan, bekerjalah dengan benar di kantor, jangan banyak melamunkan diriku" Winda keluar mobil sambil tertawa membalas Luis. Luis pun tertawa sambil mengeleng - gelengkan kepalanya melihat tingkah Winda yang membalas kejahilannya.
Luis segera melaju kejalanan pagi yang padat merayap di daerah pusat kota Yogyakarta. Luis segera disibukkan dengan urusan kantor yang masih menumpuk untuk dia periksa.
โกโกโก
Sore ini Winda membantu Bunda memasak di dapur setelah pulang kerja, Bunda Puspitasari wanita paruh baya yang suka aktif meski kesehariannya dihabiskan untuk mengurus rumah tangga, Bunda menolak untuk di sediakan asisten rumah tangga untuk menemaninya di rumah, kata Bunda " Nanti cepat pikun kalau Bunda tidak banyak aktivitas di rumah dan juga tidak sehat karena kurang berolahraga.
// Ting..Tong...//
"Mungkin itu Ayah pulang nak.." kata Bunda.
"Biar Winda yang buka Bun".
Winda segera menuju pintu depan dan membukanya tanpa terlebih dulu melihat dari balik tirai jendela. Benar kata Bunda, Ayah pulang. Winda segera menutup pintu begitu Ayah masuk, namun Ayah segera menoleh dan memberikan tatapan heran kepada Winda. "Ada apa Ayah...?" tanya Winda bingung.
"Kamu tidak mempersilakan putra Ayah masuk?" Ayah malah bertanya balik.
Winda membuka pintu lagi dan melihat ke sekeliling... mencari tahu siapa putra yang Ayah maksud, Winda bertanya dalam hati "Bukankah Ayah cuma punya satu putri yaitu diriku" perasaan Winda tidak menentu.
Luis keluar dari balik mobil Ayah Winda yang sudah terparkir di dalam garasi, dia membawa sekantong plastik berisi buah - buahan. Luis ikut heran melihat kecemasan di wajah Winda.
"Kamu sedang cari siapa?" tanya Luis penasaran.
"Apakah Ayah tadi datang dengan seorang pria? Ayah bilang pulang bersama putranya, mana dia?" Winda masih sibuk mencari ke sekeliling namun tidak melihat orang lain selain Luis di depannya.
"Hahaha...Akulah putra yang Ayah maksud" Luis berkata dengan percaya diri. "Sabar ya, sebentar lagi Ayah akan benar - benar resmi mempunyai seorang putra sekaligus beberapa cucu, kita yang akan mewujudkannya" Luis mendekatkan wajahnya ke Winda dan tersenyum jahil.
"Mulai..." kata Winda dengan nada mengancam, tangannya bersiap mencubit pinggang Luis.
"Ampuuun" Luis menyatukan kedua telapak tangannya dengan wajah memelas.
Bunda begitu bahagia melihat Luis datang berkunjung, Bunda segera memeluk pria tersebut. Mempersilakannya untuk duduk dan segera mengambilkan minum, sehingga membuat sedikit iri Ayah dan Winda karena merasa di kesampingkan. Ayah begitu bahagia...sama seperti Bunda, keluarga mereka terasa lebih harmonis dan lengkap.
Mereka makan malam bersama seperti biasa, masakan sederhana serasa bintang lima. Itulah yang membuat Luis selalu betah untuk selalu datang dan makan bersama keluarga tersebut.
Luis segera pamit setelah selesai makan, sebenarnya tadi Luis meeting bersama Tuan Hermawan, dan beliau mengajak Luis makan malam bersama dirumahnya. Tentu saja Luis tidak menolaknya karena dalam hatinya sangat menginginkan hal tersebut.
Sesampainya dirumah Lusi terus mendekati Luis, mengikuti kemana pun dia pergi. Luis membiarkanya karena ingin tau seberapa jauh dia telah faham dengan apa yang Luis sampaikan kemarin.
Namun akhirnya Luis kehilangan kesabaranya ketika melihat Lusi dengan berani membuka ponselnya saat dia sedang mandi, Luis segera mengetahui perilaku Lusi setelah dia selesai mandi dan baru saja melangkah keluar, Luis mendapati Lusi sedang serius memegang ponsel miliknya, spontan Luis menyambar ponselnya dan mengeluarkan kata - kata peringatan untuk Lusi.
Luis minta agar Lusi tidak mengusik wilayah pribadinya, dia benar-benar tidak suka dan akan murka jika hal yang sama terulang kembali.
" Aku membiarkanmu dekat denganku tapi tidak bisa lebih dari kakak, sehingga kamu harus tahu batasan batasanya. Aku dan keluargaku memang punya hutang budi dengan kamu dan keluargamu, Aku janji tidak akan lupa itu dan akan balas budi, namun tidak dengan cara menukarnya dengan cintaku, kerena Aku telah memiliki orang yang Aku suka. Aku harap kamu bisa lebih faham setelah Aku menjelaskannya lagi" ucap Luis dengan tegas.
Lusi hanya bisa menangis lagi mendengar penolakan Luis terhadap perasaannya.
"Kenapa kamu tidak mencoba untuk menerima perasaan sepupuku itu, bukankah dia sangat menyukaimu. Bukalah hatimu untuknya" nasehat Luis.
"Aku tidak bisa, Aku tidak menyukainya, perasaan suka itu tidak bisa dipaksakan" jawab Lusi sensi.
"Nah..itu kamu tahu jika perasaan suka tidak bisa dipaksakan". balas Luis. Ucapan Luis membuat Lusi terdiam dan tidak mampu berkata - kata lagi, Lusi hanya bisa berlalu pergi dari sisi Luis.