Chereads / Detak jantung cinta kita / Chapter 22 - Klarifikasi

Chapter 22 - Klarifikasi

Winda cukup terkejut karena dipindah tugaskan ke departement IGD. Hah, kenapa harus departement itu. Keluhnya dalam hati.

"Baik ibu kepala, saya menerimanya."

Winda tidak ada pilihan lain. Winda berpikir, karena ini untuk akreditasi dan beberapa perawat di rolling kemungkinan Ari juga di rolling ke departement lain. Winda masih merasa tidak nyaman jika harus bekerjasama dengan orang yang telah melukai hatinya, pasti akan terasa sangat canggung. Harapan Winda begitu besar, smoga ... Ya semoga saja dia tidak harus bekerjasama dan berada satu departement dengan Ari.

"Bagus, Aku tau kamu tidak akan pernah menolak setiap tugas yang aku berikan." Kepala perawat bernafas lega.

Winda selalu bisa diandalkan oleh Kepala perawat, itulah mengapa dia menjadi salah satu perawat kesayangan bu Sukmawati. Winda sudah beberapa kali sukses melaksanakan tugas cukup berat dari Kepala Perawat dan bisa menjalankannya dengan baik. Seharusnya Winda begitu mudah naik jabatan jika dia mau menerima bantuan dari Kepala perawat, tapi dia menolaknya. Bagi Winda dimanapun posisi dia jika dia melakukan tugasnya dengan ikhlas, benar dan pasien puas dengan pelayanan keperawatannya, maka ini baru disebut sukses yang sesungguhnya.

Di tempat lain di kantor Luis termenung cukup lama di depan tumpukan dokumen yang harus segera dia periksa dan ditanda tangani, Luis sedang melamun memikirkan alasan apa lagi yang harus dia gunakan supaya bisa sering bertemu dengan Winda lagi. Sekilas dia terpikir tentang Zafran, tapi ah, dia akan menggunakan musuh kecil itu pada pilihan terakhirnya, terlalu ribet jika harus mengurus Zafran. Atau harus melukai dirinya lagi, itu juga bukan ide bagus, dia pernah melakukan itu walau tidak di sengaja.

Uhm, Aku tau. Ini cukup beralasan walau tidak bertemu tiap hari, setidaknya dia bisa bertemu Winda dan selanjutnya nanti Aku pikirkan alasan lain. Ya, ide ini perlu dicoba, Luis tersenyum penuh makna.

***

Keesokan hari berikutnya, pukul 06.45 wib Winda dan Lisa sudah berada di ruang Kepala departement IGD beserta satu perawat wanita dan dua perawat pria dari departement lain, mereka berlima sama-sama di rolling ke departemen IGD. Hari ini mereka tidak langsung bertugas, akan tetapi mereka akan melakukan orientasi dan adaptasi singkat selama satu shift full. Mereka harus belajar cepat menghafal ruang, perlengkapan keperawatan dan tugas perawat IGD.

"Selamat datang dan selamat bergabung di departement IGD, untuk membantu kalian agar cepat beradaptasi, saya telah menyiapkan Kepala tim disini untuk membimbing kalian. Nah, itu sudah datang orangnya" Kepala departement menunjuk ke arah pintu di belakang para perawat tersebut duduk.

Winda merasa was-was, semoga bukan orang yang tidak ingin dia temui, ingatan Winda pada kejadian kelam sore itu masih terekam jelas di benaknya. Winda takut tidak bisa mengontrol emosinya jika bertemu dengan Ari, dia berharap untuk waktu dekat tidak bertemu dulu dengan mantannya itu.

Namun, harapan Winda hanyalah harapan, kenyataannya berkata lain. Sosok pria yang tidak ingin dia temui dalam waktu dekat ini ternyata sekarang menjadi kapala tim di tempat barunya, sehingga mau tidak mau sejak saat ini dia harus membiasakan diri untuk sering bertemu bahkan bekerjasama di Rumah Sakit, bukan bekerjasama tapi lebih tepatnya dia harus mengikuti perintah mantannya itu di tempat kerja. Rasanya suasana hati Winda menjadi mendung, untungnya Winda segera dapat menguasai emosinya, dia teringat ucapan Kepala perawat " Tidak lama, hanya satu bulan. Setelah akreditasi Rumah Sakit selesai, kamu akan kembali di tugaskan di departement VIP" kata Bu Sukmawati kemarin berharap Winda mau bertahan sejenak.

"Selamat pagi semuanya, saya Ari Setyawan Kepala tim kalian, mohon kerjasamanya" Ari berbicara dengan gayanya yang cool.

"Ugh, betapa kerenya kepala tim kita ini kan?dia juga tampan" bisik Risa kepada Winda.

Tidak sembarang ekspresi yang diperlihatkan Winda, dia hanya sedikit tersenyum. Ya, senyum yang dipaksakan lebih tepatnya. Ari melihat ke arah Winda, dia memberikan senyuman memikatnya seperti telah lama merindukan kekasihnya tapi Winda bersikap datar tidak memberikan ekspresi apa-apa. Perawat Risa malah berasumsi lain, dia merasa senyuman Ari tersebut di arahkan kepada dirinya. Begitulah perawat Risa jika dalam masalah asmara dia cepat merespon.

Ari mengorientasi kelima partner kerjanya berkeliling department IGD, dan dalam beberapa kesempatan dia coba mendekati Winda.

"Lama kita tidak bertemu."

"Kita perlu bicara berdua, banyak yang perlu aku jelaskan."

"Aku merindukanmu ...."

"Usai shift nanti, aku antar kamu pulang, kita bicarakan semuanya."

Ari membisikkan beberapa kalimat saat ada kesempatan dekat dengan Winda dan di saat perawat yang lain tidak memperhatikan. Namun, Winda selalu membisu dan tidak berkomentar apapun, hal tersebut membuat Ari semakin keras berusaha mendekatinya. Dalam hati Ari sebenarnya belum rela melepas Winda. Kebersamaanya dengan Jesika akhir-akhir ini tidak membuatnya bahagia, Jesika memang hanya mainan disela-sela waktu luangnya dan Winda masih menjadi Wanita yang dia cintai. Hatinya masih pilu jika teringat Winda menjauh dari dirinya.

"Ugh, karma is real" bisik hatinya, namun Ari tidak mau menyerah. Dia masih berusaha memperbaiki hubunganya dengan Winda.

Pulang kerja Ari telah menunggu Winda di pintu keluar, Winda berlalu saja dari depan Ari, dia hanya menundukkan kepalanya sedikit untuk menghormatinya sebagai kepala tim. Itu merupakan profesionalisme kerja Winda. Winda mampu membedakan mana pekerjaan dan masalah pribadinya. Melihat tingkah Winda seperti itu Ari mengikutinya dari belakang. Perasaan Winda sudah tidak enak menyadari situasi tersebut, Winda berjalan semakin cepat, saat sampai di samping gedung IGD dekat tempat parkir, Ari justru menarik tangan Winda dengan kuat ke arah belakang gedung yang sepi. Secepat kilat Winda telah tersandar di dinding dan tangannya di paku oleh tangan Ari di dinding pula, tatapan Ari masih lembut seperti dulu. Tatapan yang pernah meluluhkan hatinya, tapi telah berbeda sekarang.

"Apa yang coba kamu lakukan?!" Winda menatap Ari dengan ekpresi tidak senang.

"Kenapa kamu mengabaikanku? kita perlu bicara, aku ingin hubungan kita baik kembali. Kasih aku waktu untuk bicara, please ..." Wajah Ari berubah memelas.

"Barang saja, kalau sudah retak tidak bisa pulih kembali, apalagi hati ..." ucap Winda tenang menahan kemarahannya yang meluap-luap. "Lepaskan aku" Winda meronta dari cengkraman Ari.

"Tidak! sebelum kamu bilang setuju untuk bicara denganku" Ari bersikeras.

Winda berpikir sejenak, dia tau betul sifat keras kepala Ari. Jika dia ikut keras maka tidak ada jalan penyelesaian. Winda melihat ke sekeliling mencoba mencari sesuatu dan dia menemukan ide saat melihat Risa di kejauhan yang sedang menuju tempat parkir.

"Ok, aku pergi denganmu" ucapnya kemudian. Ari merasa lega akhirnya masih ada harapan pikirnya. "Sekarang lepaskan tanganku" kata Winda.

Mereka berjalan menuju mobil Ari di parkiran, perkiraan Winda mereka akan berpapasan di tempat parkir. Dan perkiraan Winda itu tepat. Sehingga Winda bisa memanfaatkan Risa agar bisa terlepas dari Ari. Maaf Ris, aku butuh bantuanmu saat ini. Kata Winda dalam hati.

"Hai Risa ... Kamu mau pulang?" tanya Winda.

"Hai Winda, iya nih. Eh ada Bang Ari" Risa tersenyum menggoda ke Ari.

Nah tepat dugaan Winda. Risa pasti kecentilan jika melihat Ari. Persis seperti saat orientasi tadi.

"Ah, tadi tidak sengaja kami bertemu, kamu bareng kita aja, Ari pasti tidak keberatan. Dia kan orang yang BAIK" Ada sedikit penekanan di akhir kalimat.

"Ha ... hahaha, tentu saja" Ari merasa tidak ada kalimat yang tepat selain menyetujuinya.

Mereka bertiga masuk ke dalam mobil Ari, Ari merasa tidak bisa menyelesaikan masalahnya dengan Winda jika ada Risa, dia menjadi tidak leluasa untuk membujuk Winda. Ari mulai memutar otaknya mencari cara agar Risa bisa jauh dari mereka berdua, akhirnya Ari menggunakan alasan pekerjaan untuk menurunkan Risa di jalan, dan itu berhasil.

Kini tinggal Winda dan Ari, kemudian mobil silver tersebut berhenti di sebuah cafe coffe, Winda terpaksa mendengarkan alasan Ari, memberinya kesempatan untuk berbicara.

Ari menjelaskan bahwa selama ini Jesika yang menggodanya dan selalu menghubunginnya, sebagai lelaki dia merasa lemah jika selalu digoda.

"Aku selalu menolaknya, mencoba bertahan. Namun, dia begitu licik dan menjebakku hingga aku menjadi lemah. Aku terpaksa menuruti keinginannya, tapi kamu perlu tau bahwa kamu yang ku cintai dan hanya kamu di pikiranku. Kita sudah bersama cukup lama dan hubungan kita baik-baik saja, kita berdua bahagia jadi kita bisa mulai lagi dari awal. Kita pasti bisa bahagia lagi seperti dulu, Kamu percaya Aku kan?" Ari mengeluarkan kata-kata untuk membuat luluh hati Winda dan merubah keputusannya.

"Kamu yang bermain api dan terbakar kemudian, kini pada akhirnya semua sudah hangus kamu masih berharap bisa kembali pulih seperti awal? Aku sudah membuat keputusan waktu itu dan kamu diam tanpa mencegahku pergi dengan kata lain kamu setuju dengan keputusanku. Lalu kenapa sekarang masih dipertanyakan?" Winda menjelaskan dengan tenang.

"Tidak, Aku tidak mau menyudahi hubungan kita" Ari tetap ngotot mempertahankan keinginannya.

"Semua sudah selesai, aku mau pulang. Permisi" Winda bangkit dari tempat duduknya.

Ari mencegahnya dengan memegang erat tangan Winda sambil terus berucap tidak mau pisah. Tanpa disadari genggaman Ari semakin kuat dan mulai menyakiti Winda, hingga ekspresi kesakitan muncul di wajah Winda, ia terus mencoba melepaskan diri dari Ari. Ari mulai tak terkendali, hingga ada tangan kekar yang mencengkeramnya dan menghempaskan tangannya guna melepaskan tangan Winda dari kesakitan.

"Siapa kamu? kenapa ikut campur urusan orang!" Ari melotot marah.