Chereads / Detak jantung cinta kita / Chapter 19 - Dinas luar negara (1)

Chapter 19 - Dinas luar negara (1)

Di dalam taksi saat perjalanan pulang ke rumah, Winda masih merasa dirinya sangat konyol. Aku menyesal begitu mudah luluh dengan mulut manis seorang pria hingga mengesampingkan nasehat orang tua. Bahkan meragukan ucapan sahabatnya sendiri dan kenyataanya apa? pria yang di perjuangkan menghianatinny. Seharusnya Winda sadar dari awal bahwa hubungan ini tidak akan berakhir baik, seharusnya dia yakin pada keraguannya sejak awal.

Sesampainya di rumah, Winda terus memeluk Bundanya. Winda meminta maaf karena selama ini tidak menuruti nasehat orang tua. Winda sangat menyesal, dia berjanji kedepannya akan berubah lebih baik, lebih memperhatikan nasehat Bunda.

Winda lalu menceritakan semua kejadian yang dia lihat tadi. Bunda Puspitasari pun memeluk anaknya dengan penuh kasih sayang, menenangkan anaknya dan memaafkan anak kesayangannya itu bahkan sebelum dia minta maaf.

Ternyata kepekaan hatinya selama ini terbukti. Orang tua pasti lebih dapat menilai kekasih anaknya dwngan teliti. Seorang ibu bisa tau keadaan anaknya hanya dengan melihat. Karena orang tua lebih tau segalanya yang terbaik untuk anak-anaknya.

"Tidak apa-apa nak, ketika kamu telah melakukan yang terbaik yang kamu bisa, maka kegagalan bukan sesuatu yang harus disesalkan, tapi jadikanlah ia sebagai pelajaran hidup. Selalulah berusaha yang terbaik karena orang baik akan mendapatkan orang yang baik pula" kata-kata Bunda yang selalu dapat melegakan hati Winda.

"Makasih Bunda" Winda memeluk bundanya dengan senyum terkembang. "Ohya Bunda, Ayah kemana?" Winda melihat ke berbagai penjuru rumah.

"Ayah kamu pergi tugas luar negara nak, ya mungkin untuk beberapa hari."

Winda pun becerita dan minta izin ke Bunda bahwa dia juga akan tugas luar negara besok, Bunda memberi izin dan katanya biar Winda cepat sembuh dari luka hatinya.

Hari mulai larut Winda terbaring di tempat tidurnya, dia sedang mengobrol di ponsel dengan Intan. Winda menceritakan semua kejadian tadi sore. Intan berasa lega malahan sangat senang mendengar berita putusnya hubungan Winda dengan Ari. Bahkan menurut Intan sepatutnya Winda sudah memutuskan hubungan dengan Ari sejak masih awal lagi, Winda terlalu baik untuk pria seperti Ari.

"Coba saja tadi Aku bersamamu pasti sudah aku bantu kamu untuk menjambak-jambak rambut Wanita tidak tau malu itu dan pasti Aku pun ingin memukul kepala Ari dengan balok kayu, dasar pria buaya!" spontan Intan memaki-maki pasangan memalukan itu yang tidak tau diri bermain di belakang.

Intan sahabat yang baik, berlebih baik bahkan untuk Winda,ndia selalu ada disaat Winda membutuhkan bantuannya atau sekedar untuk mencurahkan isi hati.

***

Keesokan paginya Winda sudah bersiap untuk berangkat ke rumah Luis, saat Winda sedang berpamitan dengan Bunda sebuah mobil BMW hitam berhenti di depan rumahnya. Ternyata Niko yang datang untuk menjemput Winda. Niko menyarankan Winda untuk tidak membawa barang terlalu banyak, sebab Luis sudah mempersiapkan segala keperluan Winda.

Mobil itu segera melesat ke Adisudjipto International Airport sebab Luis sudah lebih dulu ke sana. Luis melambaikan tangan dari kejauhan menyambut kedatangan Winda dan Niko. Setelah mengurus semua surat kelengkapan terbang mereka bertiga duduk manis di ruang tunggu keberangkatan.

Luis duduk santai dan agak menyerong ke arah Winda yang duduk disampingnya, Winda hanya duduk diam tampa sembarang ekspresi, Niko sengaja duduk agak jauh dari mereka berdua. Memberi ruang bagu merwka untuk saling bicara.

Luis terus mengamati Winda dan menangkap ada mata panda dan agak bengkak kelopak matanya.

"Apa kamu sangat terharu Winda, karena bisa pergi berlibur denganku?" tegur Luis memecah keheningan.

Winda yang sedang melamun spontan menoleh ke arah Luis, Winda menangkap kalimat sindiran dari Luis. "Kamu selalu mengejekku" ucap Winda memalingkan wajah dan mengucek-ngucek matanya yang sebenarnya tidak gatal.

Luis tertawa pelan, "Jangan biarkan seseorang menjadi prioritas jika kamu hanyalah sebuah pilihan untuk mereka." Luis menepuk-nepuk pelan kepala Winda seperti anak kecil.

Winda bahkan tidak menepis tangan Luis, dia malah merasa sangat nyaman dan tanpa terasa air mata mengalir dari matanya yang memang sudah sedikit bengkak, karena rasa kecewanya ia menangis semalaman. Winda sedikit terkejut bagaimana bisa Luis begitu mengerti suasana hatinya.

"Terkadang Aku berpikir andai bisa jadi anak kecil lagi yang bisa begitu mudah sembuh setelah terjatuh" ucap Winda lirih.

"Jangan jadi kecil, Aku tidak akan tahan untuk menyeka ingus yang keluar dari hidungmu" Luis tersenyum jahil dan menyilangkan tangannya di dada seolah memberikan ekspresi ngambek.

"Hahaha ... dasar!" tawa Winda pecah, dia memukul- mukul lengan Luis.

Entah sejak kapan hubungan mereka berdua menjadi akrab, kini tanpa sungkan keduanya saling bercanda. Niko mengamati dari kejauhan, dia turut tersenyum-senyum. Niko ikut senang akhirnya setelah kematian Tuan besar dan nyonya Adijaya kini Tuan muda Luis bisa kembali tertawa lepas dan dekat dengan orang di sekitarnya.

Dua jam kemudian mereka bertiga sampai di Bandar Udara Internasional Pulau Penang Malaysia, sudah ada sopir pribadi kakaknya Luis yang menjemput disana. Mereka segera menuju kediaman kak Lisa. Setelah tiga puluh menit perjalanan mereka sampai di sebuah rumah yang cukup besar dengan gerbang kokoh di depan, sebuah rumah bergaya bangsawan Malaysia. Rumah besar tiga lantai dengan jendela- jendela besar dan pilar-pilar penyangga yang besar bediri kokoh, rumah yang mewah tidak jauh berbeda dengan kediaman keluarga Adijaya di Yogyakarta.

Pintu utama rumah besar tersebut terbuka sesosok Wanita cantik, bergaya elegant dan nampak cerdas menyambut kedatangan mereka.

"Selamat datang di Penang" Lisa Putri Adijaya memeluk adik kesayangannya. Luis membalas pelukan tersebut dan tersenyum hangat.

"Halo Nik, apakabar?" Lisa menyapa Niko kemudian melirik Winda yang berdiri di samping Niko. "Dan yang ini?" Lisa menunjuk Winda namun pandangannya meminta jawaban ke Luis. Luis hanya menjawab dengan senyuman penuh arti dan Lisa sudah tau jawabanya, Lisa pun tersenyum kemudian menatap Winda sekali lagi.

"Baiklah mari saya antar kalian ke kamar masing-masing untuk beristirahat sebentar, tapi satu jam kemudian turunlah, kita makan siang bersama" Lisa menjelaskan jadwalnya.

Winda sedang memindahkan baju dalam koper ke dalam lemari, tiba-tiba seorang anak laki-laki mungkin dalam umur lima tahun masuk ke dalam kamarnya, dia begitu imut dan tampan. Dia hanya berdiri di ambang pintu, kemudian Winda mendekatinya.

"Hai pria kecil, siapa namamu?" Winda tersenyum ramah.

"Hai, namaku Zafran" ucapnya malu-malu.

"Wah ... nama yang bagus."

"Aunty siapa? kenapa datang kesini dengan papi Luis?" tanya zafran dengan muka imut.

Opsh, apa pria kecil ini bilang? Papi Luis?

Hah! Siapakah Zafran ini?