Pok ame-ame belalang punya akar, Aku sayang kamu. Kamunya punya pacar.
-Unknown-
©
"Minggu ini," Gean mengingatkan Tria soal acara pernikahan sepupu Aruna. "Kamu mau tetep temenin saya kan?"
"Saya kan profesional, masa cuman ditolak Pak Gean saya harus uring-uringan." jawab Tria.
Ingat hari sabtu lalu, saat Tria menanyakan apakah Gean sayang Tria makanya posesif. Jawaban Gean dengan wajah tanpa emosi membuat Tria mengusap dada.
"Nggak, ini cuman sifat proteksi karena kamu sekretaris saya. Satu-satunya perempuan yang betah sama saya. Kalau kamu suka sama saya, silahkan aja. Tapi saya nggak bisa balas, itu hak kamu menyukai seseorang.
Jawaban bagus yang bisa bikin hati Tria kembang kempis setelah mendengarnya. Okay, Tria memang menyukai Gean.
Di tengah-tengah waktu makan siang Tria mengucapkan apa yang selalu terlintas di pikirannya.
"Dulu waktu pertama kali interview user, saya pikir bos saya nanti itu perutnya gendut, rambutnya sudah menipis dan tua."
Yang ada dalam benak Tria saat itu adalah, pria tua yang tegas dengan peraturan. Meski ekspektasi Tria tak sepenuhnya salah, karena Gean tetap menyebalkan sebagai bos.
"Saya mematahkan ekspektasi kamu ya, ternyata saya tampan dan mempesona."
Tria mengernyit mendengar ucapan Gean, "Iya, karena terlalu mempesona saya sampai lupa Pak Gean itu bos saya."
"Ada beberapa hal yang membuat saya suka dengan Pak Gean, di luar kelakuan cacat mental Pak Gean ya."
Gean tertawa ringan, ia menikmati ekspresi salah paham yang terlukis di wajah Tria.
"Pertama kali saya terkesan sama Pak Gean itu waktu Pak Gean gendong setelah meeting dengan pihak High Tower." pikiran Tria melayang pada saat itu, ketika masa probabation saja belum ia lewati. Saat kata tidak tak pernah ia keluarkan dari mulutnya.
Saat itu adalah hari pertama menstruasi Tria, entah apa yang menyebabkan Tria merasakan keram perut yang sangat hebat. Bahkan untuk berdiri saja Tria tak mampu, keringat dingin dengan wajah pucat jelas menunjukkan bagaimana Tria tak baik-baik saja dengan kondisinya.
Ada Gean di sana, dibanding mencari bantuan orang lain Gean menawarkan punggungnya untuk Tria. Memberi rasa nyaman yang tak pernah Tria rasakan sebelumnya.
"Saya keren ya?" Gean tersenyum, mengingat lembaran demi lembaran cerita yang terlewati bersama Tria.
Lima tahun bukan waktu yang singkat, mereka sudah bersama selama itu. Tria ada dari mulai Gean belajar bagaimana mengatur Tim Sales and Marketing, sampai ia bisa di titik sekarang. Di mana hampir setiap bulan penjualan meningkat, pencapaian pasar yang semakin meluar ke beberapa segmen.
Tria bahkan tahu jatuh bangun kisah cintanya, bagaimana Gean terjatuh saat ditinggalkan Aruna sehari sebelum hari pernikahannya.
"Pak Gean itu sebenarnya selalu keren, cuman kadang kelakuan abnormal yang kambuh tiba-tiba bisa membuat nilai Pak Gean jatuh merosot di mata saya," ucap Tria tanpa malu-malu ia mengungkapkanya.
"Lima tahun, lama juga ya. Kalau itu usia anak, mungkin udah masuk TK kayak Kafka." Gean menyelesaikan suapan terakhir dari ayam taliwang yang Tria sengaja pesan hari ini.
"Terus kenapa kamu bisa suka sama saya?"
"Mungkin karena saya belum pernah deket sama cowok, pas deket sama Pak Gean. Ngobrol, dimarahin, ketawa bareng, kadang Saya pikir mungkin ini yang namanya sayang, tapi saya tahu Pak Gean itu kan cuman sayang sama Mbak Aruna.
Gean terdiam. Menelan ludah kasar yang melukiskan jelas kegugupannya.
"I don't know how to love, but I know my heart race when you smile to me. And I already fall for you." Tria tersenyum, senyum lembut penuh rasa syukur karena ia bisa mengungkapkan perasaan yang ia pendam selama ini
"Tria, you make me awkward."
"Santai aja Pak, saya pikir saya bisa menyembuhkan luka hati Pak Gean. Saya terlalu naif dan tak tahu diri, saya sadar perasaan saya ini takkan terbalas." jelas Tria, wajah Gean masih terlihat canggung. Mungkin sedikit khawatir dengan apa yang kini tengah Tria ucapkan.
"Tapi lebih baik mengatakan apa yang saya rasakan, kebanyakan perempuan mungkin akan malu dan merasa tak percaya diri mengungkapkan perasaannya lebih dulu. Tapi saya tau waktu tak pernah menunggu, hasilnya saya butuh waktu lima tahun cuman buat bilang sayang sama Pak Gean," Tria terkekeh di ujung kalimatnya, ia sangat payah dalam hal percintaan.
"Menghapus perasaan itu nggak semudah menghapus fofo di galeri. Setidaknya saya udah mengatakan apa yang saya rasakan, dan sekarang kalau perasaan saya tak terbalas. Saya bisa melupakan dan tak berharap jauh, saya nggak mau kayak Pak Gean. Terjebak terlalu lama dalam luka yang sama."
Gean mendongak menatap wajah Tria, tersirat jelas kelegaan di wajah Tria. Ia kembali tersenyum saat Gean menatapnya lamat-lamat.
"Saya mau memulai dengan Hilman, berhasil atau tidaknya. Saya nggak akan tahu kalau nggak mencoba," kata Tria. Masih dalam suasana hening penuh kecanggungan.
Tria menyukai Gean,
Tria sayang Gean,
Tria ditolak Gean.
"Pak Gean orang pertama yang ngajarin saya, kalau patah hati itu ternyata emang sakit." ucap Tria dengan nada rendah yang sedikit menyayat telinga Gean.
"Maaf," kata Gean pelan. Ia mencoba terlihat tenang, meski sebenarnya Gean takut setengah mati. Tria di depannya seperti bukan Tria biasanya.
"Setelah ini, saya nggak akan menaruh hati lagi dengan Pak Gean. Saya mau pindahin hati saya sama Mas Hilman, belajar cara mencintai yang baik dan benar tanpa patah hati yang menyesakkan."
Gean tak banyak bicara, bahkan pemilihan katanya pun cenderung cari aman. Ia takut melukai perasaan Tria lebih jauh. Karena Gean memang sepengecut ini.
"I'm still your secretary, even you already broke my heart."
TBC.
Kebanyakan perempuan mungkin nggak berani ngungkapin perasaannya, yang berujung kenapa nggak gue ungkapin saat itu.
Waktu nggak pernah bisa menunggu, It's not all about love, apapun. Kalau kalian punya sesuatu yang pengen diucapin. Mending coba perlahan. Atau kalian udah pernah rasain namanya menyesal karena nggak ngungkapin?
Happy Nice wiikkkeeeennnnndddddd.💕