Anda memasuki waktu : Sendok di tangan kanan Handphone di tangan kiri dan jodoh tetap di tangan Tuhan.
-Unknown-
ยฉ
"Ateu yaya... "
Teriakan itu membuat Tria berjengkit, satu pelukan hangat menempel di pahanya.
"Kafka kangen," ucap Kafka. Mata Tria menyipit meminta penjelasan Gean, bagaimana bisa Gean kembali dengan Kafka. Tadi Gean pergi makan siang di luar, lalu sekarang kembali setelah pukul dua dengan Kafka yang mengekor.
"Tante juga kangen sama Kafka, gimana sekolahnya?"
"Seneng!" seru Kafka dengan wajah riangnya. "Tadi Kafka main bola."
Dengan terburu-buru Kafka membuka tas gendong miliknya, meletakkannya di atas laci hitam. "Kafka laper Atteu?"
"Tante pesenin makan, Kafka tunggu ya," Tria menggiring Kafka untuk duduk di sofa yang memang ada di ruangan Gean.
"So, what?" sebelah alis Tria menukik penuh tanya.
"Kakak saya ada urusan, dia titip Kafka. Baby sitternya lagi diare di rumah, dia nggak mau nitip Kafka di daycare. Mau dititip ke Mamah. Mamah lagi ada arisan, jadi yang paling aman diajak kesini," jelas Gean. Ia melangkah ke arah sofa lalu merebahkan dirinya di sana.
"Om... " kesal Kafka saat Gean mengganggu dirinya yang tengah duduk nyaman memainkan mobil-mobilan yang selalu ia bawa kemana-mana.
"Oom ngantuk," kata Gean. Ia kembali merentangkan kakinya. "Belum tidur."
"Terus tadi Pak Gean nyetir sendiri?" biasanya Gean memakai supir kantor. Tapi tadi Gean sengaja tak memakai supir. Ia mengemudikan mobilnya sendiri. "Padahal lagi ngantuk berat, Pak Gean udah bosen napas ya?"
"Mana bawa-bawa Kafka lagi, kalau kenapa-napa di jalan gimana. Kenapa nggak pake supir."
Di balik muka bantalnya Gean justru tersenyum mendengar omelan Tria.
"Ateu nggak boleh marah-marah. Kasian Om Gege." ucap Kafka. Ia mengusap-ngusap rambut Gean dengan sayang.
"Nice Kafka." Gean mengecup pipi Kafka.
Tria hanya menggeleng tak percaya dengan kelakuan Gean hari ini.
"Kafka, mau makan apa?"
"Kafka mau mie goreng boleh?" tanya Kafka dengan mata berbinar.
"No, Ateu Tria pesenin ayam goreng ya?" tawar Tria.
"Buatin Mie goreng di pantri aja, minta tolong Pak Deri." Gean membalikkan tubuhnya yang sejak tadi menelungkup bagai perahu terbalik.
"Nggak ada." tolak Tria.
"Ya udah saya yang bilang sama Pak Deri," kata Gean santai. Ia beranjak dari posisi berbaringnya. Melewati Tria yang sebal dengan tingkah Gean.
Semoga Pak Deri lagi nganter es ke Antartika, batin Tria. Kenapa anak kecil suka sekali mi instan padahal ada banyak makanan yang lebih nikmat.
Ponsel Tria berbunyi.
Hilman : Look what i found.
Tria mengernyit, Hilman menemukan kekasih yang telah lama hilang?
Tria : What?
Hilman : Hello It's me Hilya, do you wanna adopt me?
Senyum Tria merekah begitu saja melihat pesan dari Hilman, gampang banget buat Tria bahagia. Kasih boneka aja udah kayak dapet lotre, senengnya minta ampun. Bukan karena Bonekanya mungkin, lebih karena ke siapa yang memberi.
Untuk pertama kalinya ada Pria yang memberikan Tria boneka dengan niat lebih dari sekedar teman, ada perasaan senang yang kini merayap perlahan mengisi hatinya.
"Kamu kenapa?" Gean sudah mengintip di balik punggung Tria. "Senyum-senyum kayak kebanyakan makan gula."
"Nggak kenapa-napa," Tria berbalik meninggalkan Gean, mengantongi ponselnya tanpa sempat membalas pesan Hilman.
"Tria... "
"Kenapa Pak?"
"Kamu kenapa senyum bahagia begitu?"
Kening Tria mengernyit, ia kemudian menggelengkan kepalanya tak yakin. Karena Hilman kah? Ibaratnya hati Tria itu tanah kering gersang yang rindu akan hujan, tiba-tiba hujan itu menjelma dalam diri seorang Hilman.
Salahkah Tria bahagia? Terlepas dari perasaannya terhadap Gean, Tria tetap ingin bahagia. Meski masih ada sedikit nyeri mengingat Gean memang tercipta bukan untuknya, waktu telah membuat Tria jatuh untuk Gean. Waktu pula yang akan membawa Tria ke dalam pelukan Hilman, asalkan tekad Tria kuat ia pasti menemukan bahagia bersama Hilman.
"Liat deh Pak," Tria sengaja memperlihatkan chatnya dengan Hilman. "Lucu yah, ini hadiah pertama yang saya dapet dari Pria."
"Selama kerja dengan saya lima tahun, saya sering ngasih kamu sesuatu. Terus maksud kamu saya bukan Pria?" suara Gean terdengar emosi.
Tria tanpa tahu malu justru semakin melebarkan senyumnya, seperti orang yang baru pertama kali mengenal cinta. "Maksudnya Pria yang punya niatan menjalin hubungan lebih dari sekedar teman, hubungan lelaki dan perempuan yang didasarkan dari hati yang berdebar."
"Melankolis banget kamu. Kalau mau kayak gitu saya dapet banyak dari dulu, dari perempuan yang bahkan nggak saya tau rupanya." kata Gean dengan sombongnya. Wajar memang kalau Gean mendapat banyak pemberian dari perempuan-perempuan yang menyukainya, dilihat dari sekarang saja Tria sering menerima sesuatu yang bisa dititipkan untuk Gean.
"Ya udah, itukan Pak Gean. Kalau saya baru ini, dan saya seneng." Tria melangkah mendekati Kafka, ternyata anak itu tertidur bahkan sebelum mengisi perutnya.
"Kan Pak Gean sih. Kafka jadi tidur."
"Kok nyalahin saya? Kamu tuh sibuk sama Hilman, sampai lupa ada saya sama Kafka." ujar Gean, ada sedikit amarah yang terdengar. "Padahal yang ada di depan kamu sekarang itu saya, bukan Hilman. Tapi kamu malah senyum-senyum karena Hilman.
Mata Tria melebar, ada apa dengan Gean?
"Kamu kalau saya kasih hadiah nggak pernah seseneng itu, bilang terimakasih aja kalau inget. Biasanya nyela aja minta hadiah yang lebih bagus, ini dikasih boneka kecil seupil gitu senengnya udah kayak dapet undian menang jaguar."
"Hah?" sebelah alis Tria terangkat. Ini Gean beneran kurang tidur kayaknya. "Tidur aja Pak, Pak Gean ngaco kalau kurang tidur."
"Nggak mau," rajuk Gean. Dia justru pergi ke arah kulkas mini yang berisikan beberapa minuman. Mengambil satu kaleng soda lalu menegaknya sampai habis, itu hidung nggak sakit apa? Atau keselek gitu minum soda langsung.
"Katanya kurang tidur." Tria mengambil selimut kecil yang ada di sudut ruangan, dengan telaten ia menyelimuti Kafka yang tertidur. Padahal yang mengantuk kan Gean, yang tidur malah Kafka.
"Giliran disuruh tidur sebentar bareng Kafka malah nggak mau," Tria berdecak, entah apa maunya Gean.
"Kamu sengaja nyuruh saya tidur biar kamu bisa ketemu Hilman ya?" tatapan Gean memicing penuh kecurigaan. "Kamu mau ambil boneka beruang itu kan?"
"Nggak Pak," tarik napas, sabar, jangan ngambek. "Saya kasian liat kantung mata Pak Gean."
Bodohnya Tria justru mengusap kantung mata Gean dengan jemarinya, "Pak Gean keliatan capek banget, apa salahnya tidur sebentar."
"Saya nggak mau," suara Gean tiba-tiba berubah menjadi sedikit serak tertahan.
"Saya takut kamu pergi sama Hilman."
Hubungan Tria dan Gean itu terlalu sulit dijelaskan. Mereka sudah melalui banyak hal selama lima tahun, Tria pernah tanpa sengaja memergoki Gean hanya menggunakan celana dalam.
Bahkan Tria pernah melihat Gean dengan percaya dirinya berjalan hanya mengenakan handuk kesana kemari di apartemennya padahal Tria di sana tengah menunggunya.
Mereka pernah menginap satu hotel bersama karena ada kesalahan teknis saat pergi dinas, banyak hal yang terjadi sudah terlewati sampai kadang Tria melupakan batasan antara dirinya dan Gean.
*
Menjelang jam pulang Tria menyiapkan beberapa kudapan untuk Gean dan Kafka yang akan pulang. Pastry dan teh hangat, ia sengaja agar Gean terlihat lebih segar tidak lusuh seperti kain pel ibunya yang tidak dicuci satu minggu.
"Kamu mau ikut saya nganter Kafka?"
"Nggak Pak, Pak Gean aja." Tria membantu Kafka mengambil cookies nya kemudian mengambil tisu untuk membersihkan remahan cookies di atas baju Kafka.
"Tadi kamu bilang khawatir sama saya. Kenapa sekarang kamu nggak mau ikut?"
Kenapa jadi kayak Mbak-Mbak ngidam sih? Sensitif sekali.
"Pakai supir aja, Pak. Pak Gean tinggal duduk nyaman."
"Makanya kamu supirin saya." Gean mengambil kunci mobilnya, tanpa menunggu persetujuan Tria ia menyerahkan kunci mobilnya tepat di atas tangan Tria.
"Saya nunggu kamu di Lobby. Mobil saya diparkir di tempat biasa," ucap Gean. Ia mengajak Kafka untuk pulang, keluar ruangan lebih dulu meninggalkan Tria yang sedang mengatur napas kesal.
"Oh iya." pintu kembali terbuka, ada Gean di sana. "Saya punya sesuatu buat kamu, ada di dekat laci meja saya."
Gean menunjuk laci coklat yang biasanya dipenuhi dokumen, sesuatu yang terbungkus oleh paper bag pink.
Mata Tria langsung auto fokus pada paper bag tersebut, Gean kembali meninggalkan Tria dalam kebingungan.
Buat T-R-I-A.
Jangan menerima hadiah dari lelaki lain, kecuali dari Geanno Adhiyaksa.
Ps. Ini bonekanya kayak kamu. Keliatannya galak, tapi selalu bikin kangen. ๐
TBC
Jangan merasa terbebani dengan vote, kalau kalian suka tinggal vote. Kalau nggak yoweess ben๐ Akhir-akhir ini readersnya lebih aktif ngasih komen. Seneng deh ๐ Say hi to my IG if you want Sashalia28