Jenni yang telah selesai bertemu dengan Carl melangkahkan kakinya keluar mencari taksi atau kendaraan lain yang dapat ia gunakan untuk mengantarnya kembali ke rumah nya.
Dari kejauhan tampak seorang pemuda tengah memperhatikan gadis itu di dalam mobil nya.
Manik nya tampak sangat fokus pada raut wajah sang gadis.
Raut wajah gadis itu cukup sulit diartikan, bahkan pemuda itu sudah mencoba mendekatkan jarak pandangannya dengan sebuah teropong kecil yang ia siapkan di laci mobil nya.
Raut wajah gadis itu tampak datar, tanpa ekspresi sedikit pun, tak menunjukkan raut wajah senang ataupun sedih, mungkin yang dapat di jelas kan dari raut wajah Jenni saat ini hanyalah seolah dirinya sedang memikirkan sesuatu dan ingin mendapatkan solusinya.
"Hah ~."
Helaan nafas kasar kini keluar dari mulut gadis itu.
Manik nya tampak kosong, dengan tangannya yang melambaikan ke arah taksi yang berada tak jauh darinya.
Tak lama sebuah mobil yang diatas mobil tersebut bertuliskan 'Taksi' berhenti di hadapan Jenni.
Jenni segera masuk ke dalam taksi tersebut, tanpa tahu menahu bahwa kekasih nya justru mengikuti taksi yang ditumpangi oleh Jenni.
Entahlah seperti nya Daniel tak terlalu yakin akan pertemuan Carl dan Jenni berlangsung lancar, terkadang Daniel meragukan akan sikap Carl pada gadis yang berada di lingkaran Daniel, terlebih jika sekarang Carl benar benar bertemu kekasih nya sendiri, yang tak lain Jenni.
***
Wanita paruh baya yang baru saja pulang dari rumah sakit tampak merebahkan tubuhnya pelan.
Sebelumnya wanita paruh baya itu di antar oleh kekasih putrinya hanya saja setelah mengantarkan Rose, Daniel langsung pergi setelah mendapatkan sebuah telefon dari seseorang, yang Rose juga tak tahu itu siapa.
Dirumah itu tampak sepi, putri tak berada di rumah.
Rose fikir putrinya ada perkuliahan, untuk itu ia tak terlalu khawatir akan keberadaan putrinya itu.
Setelah mengistirahatkan tubuhnya selama satu jam setelah kepergian Daniel, Rose pun mulai beranjak dari tempat nya dan menyiapkan makanan makanan yang disukai Jenni. Ia ingin sekali menyiapkan makanan itu sebagai permintaan maaf dirinya karena sebelumnya ia tak pulang ke rumah tanpa memberi kabar pada putri satu satunya itu.
Ceklek
Dengan langkah perlahan seorang gadis tampak masuk ke dalam rumah sedikit gontai ke arah ruang tengah dengan arah pandang menatap lantai tanpa menatap kearah depan nya sedikit pun.
Wanita paruh baya yang kini telah berdiri di hadapan Jenni hanya menatap nya bingung dalam diam.
Menurut Rose sendiri menyadari ada kejanggalan dari sikap Jenni.
"Hai sayang, kau tak merindukanku ?" tanya Rose pada Jenni.
Sontak Jenni langsung mendongakkan kepalanya kedepan kearah Rose.
Manik Jenni tampak berkaca kaca menatap Rose. Entahlah sepertinya Jenni merindukan kehadiran Rose.
Dengan cepat Jenni menghamburkan ke pelukan Rose iya mengeratkan pelukannya pada Rose.
Sedikit kelegaan yang Jenni rasakan saat mendapati ibunya yang kini telah berada di hadapannya, dengan begitu ia dapat melepaskan satu kekhawatiran pada ibunya, yang sebelumnya memang menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Jenni sebelum dapat menemui ibunya itu.
"Ada apa Jen ? Kau baik baik saja ?" tanya Rose pada Jenni.
Jenni hanya menganggukan kepalanya cepat, dan membisikkan pada Rose bahwa dirinya merindukannya.
Kedua ujung bibir Rose terangkat sempurna, ia senang bahwa putrinya ternyata tidak apa apa, dan hanya merindukan dirinya tak memiliki alasan lain lagi, walaupun sejujurnya Rose masih merasakan sedikit ganjil, tapi sebagai seorang ibu Rose mempercayakan seluruh perkataan Jenni, dan berusaha menepis keraguannya itu.
"Mom, sudah menyiapkan makanan untukmu, ayo kita makan sekarang," ujar Rose mengajak Jenni.
Jenni pun menganggukan kepalanya, dan melonggarkan pelukannya pada Rose.
Langkah Jenni menjadi terasa lebih ringan di bandingkan sebelumnya, jika sebelumnya langkah nya terasa berat, dan membuat dirinya menjadi malas untuk melangkah, maka kini kebalikan dari hal itu.
Ia bersyukur pada waktu yang tepat Ibunya berada di dekatnya.
"Mom jangan pergi lagi, aku tak mau Mom lembur seperti sebelumnya, dan tak memberi tahuku," ujar Jenni di penuhi sindirannya pada Rose.
Tok
Tok
Sebuah bunyi ketukan pintu pada rumah Jenni terdengar keras oleh Jenni dan Rose.
Dengan cepat Jenni meminta izin pada ibunya untuk membukakan pintu terlebih dahulu.
Sejenak Rose tampak berfikir keras. Rasa takut yang sebelumnya sebenarnya masih lah ada, untuk itu Rose tampak gugup dalam mengiyakan Jenni untuk membukakan pintu tersebut.
Ceklek.
"Hallo sayang," sapa seorang pemuda tinggi dengan kedua ujung bibirnya yang terangkat sempurna, dan jangan lupakan pemuda itu tengah memegang sebuah bucket bunga.
Jenni lantas tersipu malu dibuatnya. Baru kali ini dalam hidupnya ia mendapatkan perlakuan romantis dari seorang kekasih.
"Terimakasih bang, silahkan masuk," ujar Jenni.
Daniel memberikan bucket bunga itu pada Jenni, yang tentu saja langsung diterima oleh Jenni.
Dengan penuh percaya diri, Daniel masuk kedalam rumah Jenni, dengan Jenni yang berada di depam sebagai pemandu jalannya.
Saat manik Daniel akhirnya bersibobrok dengan Rose, lantas keduanya sama sama menghela nafasnya pendek.
Jika Rose lega ternyata Daniel lah yang datang, maka lain hal nya dengan Daniel yang lega karena ternyata kekasih nya dalam keadaan baik baik saja, dan tidak ada perubahan sikap padanya sedikit pun.
"Kalian kenapa ?" celetuk Jenni saat mendapati tingkah Rose dan Daniel, yang bisa dibilang aneh.
Keduanya serempak menggelengkan kepalanya, dengan kekehan tipis nya, agar dapat sedikit menyamarkan perasaan mereka sebelumnya yang tampak khawatir satu sama lain dengan perasaan khawatir yang berbeda.
'Syukurlah kau baik baik saja Jen,'
———
Leave comment and vote