Sebuah Tindakkan kecil akan mengubah semuanya, karena sesuatu yang dianggap sepele justru itu yang paling penting.
Sssssttttt
Jaga mulutmu
=========
(20 Jam Sebelumnya)
____
Hufttt olah raga hari ini menguras banyak tenaga. Kuberlari menghampiri Awan yang dari tadi terlihat asyik duduk melihat anak-anak bermain bola Volly.
"Ada apa?"
Dia menanyaiku sembari aku duduk disebelahnya.
"Nggak papa, cuma seneng aja lihat kamu. Menikmati banget lihat anak-anak bermain bola Volly"
Sekarang aku berbicara menggunakan telepati dengannya, ya memang seharusnya begitu. Karna kalau tidak, aku di kira orang gila sama teman-teman di belakangku.
Bukan dikiria, tetapi memang mereka sudah menganggapku demikian.
"Setelah ini apakah kamu mau pulang langsung?"
Awan membuyarkan lamunanku.
"Ahh, hmm masih nanti. Kenapa?"
"Gak papa"
Jawab ketus kemudian mengalihkan pandangan kembali ke anak-anak yang bermain bola volly.
Dasar,kumengumpat dalam hati. Untung saja dia tidak bisa membaca isi hatiku, baguslah.
Kumeninggalkannya tanpa pamit kepadanya, karna aku haus dan perlu sesuatu untuk meredakan hausku.
Kupergi kekantin untuk pesan jus semangka, ya kamu harus tahu bahwa salah satu jus favorite ku adalah jus Semangka.😂😂😂
Kuambil duduk di bagian pojok dari kantin ini, pas sebelah jendela jadi aku bisa melihat situasi luar dari jendela ini.
Dalam kantin lagi sepi anak sih, cuma aku dan berberapa anak saja disini. Karena kebanyakan dari mereka sedang masuk pelajaran dan banyak juga yang sedang asyik olahraga.
Kuperhatikan keluar jendela agak lama, banyak anak yang sedang aktivitas. Hmmm mau gabung rasanya tapi gak usahlah, percuma.
Hufttt.
"Ahhhhhh"
Brakkkkkkk
Aku terjatuh dari kursiku, semua anak menatap tajam kepadaku, dan lagi-lagi mereka membicarakanku.
Gimana tidak tiba-tiba saja datang makhluk tidak diundang berada pas di depan wajahku.
Kubangkit dari jatuhku dan merapikan lagi tempat dudukku, dan ya dia masih memandangku. Dia hanya diam.
Kumundurkan sedikit kursi yang kududuki.
Dia... mempunyai rambut yang panjang hingga menutupi wajahnya, pakaian serba hitam, kulit banyak yang terkelupas dari tangannya, hingga terlihat juga sebagian dari tulang jemarinya.
Dia masih diam. Dan kuputuskan untuk menanyainya, menggunakan bahasa pikiran.
"Siapa kamu?"
Dia tidak bergeming, Dan masih terdiam.
Kumau mencoba mengacuhkannya tetapi aku tidak tenang dan tidak bisa.
Tanganku yang berada di atas meja terselimuti erat oleh rambutnya.
Apa sebenarnya yang akan dia lakukan di siang bolong seperti ini.
"Awan kemarilah"
Dengan sekejap Awan sudah berada di sampingku.
Kemudian dia mendekat kearah makhluk yang berada di depanku.
"Ada apa dengannya?"
Ku tanyakan hal itu kepada Awan.
"Aku rasa dia ingin berbicara denganmu"
Awan diam sebentar sambil mengelilingi makhluk itu.
"Hmmm tetapi dia minta satu permintaan kepadamu."
"Apa itu, lekas tanyakan langsung padanya"
Anak-anak yang berada di kantin melihat kearahku dengan aneh, karena mereka melihat ekspresi ku yang aneh juga yang sedang mereka lihat.
Kemudian perlahan makhluk itu mengangkat kepalanya dan melihatku.
Apa....😨
Mulutnya terjahit oleh sebuah benang hitam.
Dia menangis melihatku.
"H, dia minta untuk kamu melepaskan jahitan yang berada di mulutnya"
"Apa, yang benar saja. Buat apa, aku tidak mau!"
Kemudian makhluk itu menundukkan kepalanya lagi dan aku tidak tahu apa yang sedang dia lakukan.
Dia diam sekarang.
.
.
.
masih diam
.
.
.
Diam
.
.
Dan
"Ahhhhhhh, siapa itu?"
Kuterkejut karena ada salah satu anak menjerit dan menunjuk ke arahku.
.
.
Bukan lebih tepatnya ke arah makhluk yang berada di depanku.
Kemudian makhluk itu memutarkan kepalanya sampai berbalik ke anak yang menjerit tadi.
"Ahhhhh, dia ada disana, kepalanya,... mulutnya terjahitttt"
Dan...
Dia pingsan, banyak anak berbondong-bondong kearahnya.
"Hei, hentikan itu. Kamu bisa melukai dia dengan cara kamu menunjukkan diri kepadanya!"
Kemudian makhluk tanpa mulut berbalik lagi kearahku.
"Dia ingin menyampaikan sesuatu H, tapi kamu harus melepaskan jahitan itu terlebih dahulu"
Huhfff mengapa harus aku. Hmmmm
"Ok, ok cukup. Akan kuturuti maumu"
Kumendekat kearahnya, melihat dengan sangat dekat ke wajahnya.
Ewwww😷, sangat menjijikkan.
Kulepas satu persatu, benang yang terikat di bibirnya.
Disaat aku melepas jahitan itu aku sambil berpikir, mengapa sampai bisa dia terjahit mulutnya.
Darah hitam keluar dan menetes dari setiap benang yang kucabut dari bibirnya.
Ewwww tanganku bergemetar, dan dingin.
Awan malah pergi melihat anak yang pingsan tadi.
Sesudah benang itu terlepas semua, dia kemudian menggerak-gerakan bibirnya ke atas dan kebawah. Aneh
"Terimakasih"
Ahh dia bicara.
Aku hanya menganggukkan kepalaku.
Kuberdiri dan kuputuskan untuk pergi ke kamar mandi.
"Ahh"
Tanganku di pegang erat olehnya.
"Lepaskan aku!"
Kumemberontak padanya, dan anehnya dia bisa memegang tanganku dan tidak ada sengatan listrik atau hal lainya yang terjadi.
"Jaga ucapanmu, Ucapanmu Harimaumu"
Kemudian dia melepaskan tanganku dan menghilang.
Apa maksud dia barusan.
"Jaga ucapanmu, Ucapanmu Harimaumu"
Tanpa pikir panjang aku langsung meninggalkan kantin.
Awan juga kutinggalkan disana.
Hmmmm sambil berjalan aku masih memikirkannya apa maksud dia, huhhhhhfff kenapa ucapannya memenuhi pikiranku. Membuat ku terngiang-ngiang akanya.
Hmmmm.
"Brakkk"
Aku terjatuh dengan keras kebawah.
Duhh, siapa lagi yang menabrakku.
"Jalan tu pakai mata. Anjing!"
Kumendongak keatas dan yang benar saja, tebak siapa...
mereka yang dibicarakan yoga tadi siang Hendra & Wenda.
Kuputuskan untuk diam, dan berlalu.
Tapi mereka memegang kedua tanganku bersamaan.
"Lepaskan!"
Aku meminta mereka untuk melepaskanku.
Tak lama setelah itu, mereka berdua mendorongku kebelakang hingga membuatku terjatuh.
"Hei, Aneh. Lo gak usah sok-sokan disini. Gak jelas Hidup mati sama aja!"
Hendra mengataiku dengan nada suara yang keras.
"Hei, anjing. Teman loe mana, para kutu buku itu hahahahah. Dasar aneh"
Dia mengataiku dengan menjambak rambutku.
Aku hanya terdiam saat itu, mau gimana lagi memangnya.
Tak berhenti disitu saja. Mereka berdua membuat bajuku lusuh dengan debu kotoran, dan
Paling parahnya mereka merobekkan kancing bajuku.
Oh Tuhan. Aku tidak bisa menahan ini semua.
"Siapa sih, Orang tua yang mau melahirkan Anak Aneh seperti mu!"
Dan kalimat terakhirnya berhasil membakar emosiku. Semua darahku naik, dan panas rasanya disemua badanku.
Semua badanku bergetar hebat, dan satu yang membuatku riuh adalah lidah ku gatal ingin untuk mengatai mereka balik.
Kucoba untuk menahannya, tapi sia sia.
Tidak tahu entah mengapa tiba-tiba aku mengatakan sebuah kalimat yang terlontat dari mulutku.
"Tuhan tahu, Tuhan itu Maha. Aku pastikan kalian akan menyesal nantinya, AKU PASTIKAN TANGAN DAN MULUT KALIAN BISA BERISTIRAHAT UNTUK MELAKUKAN HAL YANG SEPERTI INI. Camkan Ucapanku. KALIAN AKAN MENYESAL. LIHAT BESOK APA YANG AKAN KALIAN ALAMI, LIHATTTTT SAJAAAA!!!!"
Semua terjadi begitu saja, air mataku menetes setelah mengucapkan kalimat barusan. Angin kencang menerpa kami bertiga di sebelah toilet. Badanku lemas, dan lidahku kelu Kusandarkan badanku di dinding depan toilet.
setelah itu mereka berdua pergi meninggalkanku.
Kemudian ada seorang menghampiriku.
"H, Kamu tidak apa-apa?, ayo aku antar kamu pulang"
Yoga mendatangiku dan menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Jujur aku tidak berdaya saat ini.
.
.
.
***
.
.
.
Pagi ini aku masuk sekolah seperti biasa.
Sendirian lewat lorong kelas, sudah biasa.
Hmmm
"H, haiii H. Tunggu aku!!!"
Ahh, siapa yang memanggilku. Ku menoleh ke belakang, hmmm Yoga, ada apa dia memanggilku dengan tanda seru gitu.
"Ada apa Yog, tumben"
Dia berhenti dihadapanku, napasnya terputus-putus.
"Tenangkan diri dulu Yog"
Setelah dia rasa dia sudah baikan dia kembali tegak dan aku rasa dia akan menyampaikan sesuatu.
"Kamu tahu, apa yang kamu bilang kemarin itu benar terjadi!!!"
Kemarin??, aku mencoba mengingat sebentar tentang apa yang aku lakukan kemarin. Hmmm
"Maksudmu apa?"
"Itu si Hendra & Wenda dia benar-benar ada di rumah sakit sekarang!"
"Apa!!!, apa mmaksud kamu bilang bahwa yang aku bilang kemarin benar, dan Hendra, Wenda di rumah sakit! Apa hubungannya?"
Aku meninggikan suaraku kepadanya, karena aku benar-benar tidak tahu apa yang dia coba sampaikan kepadaku.
"Astaga, kamu tidak ingat sama sekali???"
"Apa, Yog. To The Point aja ngomongnya!"
Aku mulai nyolot padanya.
"Kamu kemarin gak ingat, kamu ngatain mereka apa?, hingga akhirnya mereka sekarang bener-bener di rumah sakit!"
_ _ _ _ _
Setelah Yoga menjelaskan secara detail tentang kejadian kemarin, aku baru teringat tentang apa yang telah terjadi.
Dan Yoga ternyata juga menyaksikan secara langsung aku melakukannya.
Hmmm. Apalagi ini yang aku perbuat, apakah itu salah satu dari sebuah kemampuan??
Atau itu hanya kebetulan saja terjadi.
Ini membuatku semakin bingung.
Apakah aku harus diam mengunci mulutku, agar tidak mengucapkan sesuatu yang diluar kendaliku.
Hmmm. Coba aku pikirkan lagi, apa sebenarnya ini.
.
.
.
Astaga, apakah ini yang dimaksud oleh Makhluk Bibir terjahit kemarin, yang sempat aku tolong. Dan dia mengucapkan kalimat tersebut.
Oh.. tidak, jangan bilang karna aku lepaskan Jahitannya. Dan membuatnya bisa berbicara, itu juga berpengaruh kepadaku.
"Jaga ucapanmu, Ucapanmu Harimaumu"
.
.
.
.
=========
Aku harus mencarinya, pasti dia tidak jauh dari sini. Aku harus segera mencarinya.
==========