Chereads / INDIGO / Chapter 19 - #Tragedi Semampir

Chapter 19 - #Tragedi Semampir

Waktu berlalu tanpa harus memberi tahu, hari berganti tanpa harus menunggu janji.

Kehidupan dan kematian seseorang telah di gariskan dan dijadwalkan di sebuah buku besar, sebuah antrian tak menentu sudah siap untuk menunggu.

Lari, tak bisa kita lari. Makhluk bersayap telah diberangkatkan, pasti akan ada yang di pulangkan.

.

.

.

Aku termenung di teras rumahku, sambil menunggu jemputan dari teman kelasku.

Hari ini hari jum'at, jam pulang sekolah lebih awal dari hari biasanya.

"Kamu mau kemana H?"

Awan bertanya kepadaku.

"Ahh Aku diajak temanku Doni, pergi ke Kediri kota."

"Untuk apa?"

Awan bertanya mendesak kepadaku, apa maksudnya dia bertanya seperti itu.

Aku hanya meliriknya sebentar dan memalingkan wajah darinya.

"Memangnya kenapa?, kamu mau ikut? Kamu mah kemana aja bisa"

"Tidak apa-apa, aku hanya bertanya saja padamu"

Aku tak membalasnya. Aku hanya diam dan memandang jalan dengan tatapan kosong.

"H,... H.. Tuh kan ngelamun!"

Lagi, lagi Awan mengagetkanku. Aneh sekali sih dia.

"Kenapa sih Wan, ada sesuatu yang kamu mau sampaikan?"

Kuberikan ekspresi jengkel padanya.

"H, Kamu sehat kan?"

Kumenoleh kearah jalan, dan mati gaya di depan Doni. Aku tidak menyadari kehadirannya.

"Ahhh, iya iya"

Duh, tuh kan aku mati gaya. Aku tidak tahu seberapa lama Doni memperhatikanku berekpresi dengan aneh dan ngobrol sendirian. Karena dia yang tidak tahu bahwa aku sedang ngobrol dengan Awan.

Ya ya ya... harus di maklumi.

"Eh, langsung brangkat aja yok!"

Tanpa menggubris Awan lagi, aku langsung memotong topik barusan dan langsung menggeret Doni pergi ke motornya.

"Aneh, banget lu H."

Doni mengataiku, sambil menyalakan motornya.

Hmmm.. yaaa Aku iyain aja.

Aku hanya tersenyum kepadanya.

Hari ini Doni mengajakku untuk main ke rumah barunya. Di Kediri kota.

Ya sebenarnya dia bukan teman baikku sih, kenal aja baru 3 hari lalu. Dan juga dia belum tahu aku yang sebenarnya, mungkin kalau dia tahu hari ini aku gak bakalan ke Kediri kota bersamanya. Dia anak baru pindahan di sekolahku, asalnya dari kalimantan.

Ya kalau diminta untuk ceritain si Doni ini seperti apa, aku juga masih belum tahu banyak tentang dirinya. Yang pastinya dia anaknya ramah, dan mudah bergaul.

Memang sejak pertama kali dia masuk ke kelas, dia langsung menempati tempat duduk pas disebelahku jadi ya, rasanya dia baru mengenal diriku saja.

Perjalanan yang di tempuh kira-kira 2 jam an.

Karena ya kamu tahulah, rumahku di pelosok desa jadi jarang bertemu dengan Kota.

Ini untuk pertama kalinya aku mengunjungi Kediri Kota.

"Kamu udah makan H?"

"Ahh, Sudah sudah. Kamu belum makan a?"

"Aku udah juga😊"

Aku mencoba masuk kedalam pikirannya,

Gelap

Gelap

Tidak ada gambaran apapun dari dia.

Hmmm Aneh, kok aku gak bisa baca dia.

***

Aku dan Doni berhenti sebentar di pom bensin, daerah Kediri. Kami istirahat sebentar, karena sudah merasakan pinggang sakit dan bokong panas. Hehehehe.

Sepeda di parkir di halaman Pom Bensin, aku dan Doni duduk santai di seberang jalan masuk Pom ini.

"Don, kira-kira jarak yang di tempuh berapa lama lagi?"

Dia berbalik memandangku, memotar kedua bola matanya dan tersenyum.

"Hmmm 15 menitan"

"Ahhh Ok ok"

Setelah merasa badan sudah enakan lagi, aku dan Doni pun melanjutkan perjalanan.

Hari ini jalanan rame.

Baru saja keluar dari pom langsung ngantri, karena di depan rasanya sedang Lampu Merah.

Tetapi jarak antara lampu merah dan tempat kami saat ini sangatlah jauh. Hmmm Macet benget.

Aku jarang sekali berpergian keluar rumah jauh-jauh, apalagi dengan banyak kendaraan di sekelilingku. Rasanya aneh.

Kumenyipitkan mata untuk melihat, hitungan ke belakang dari lampu merah yang berada jauh di depanku.

16 detik lagi.

Kumenoleh kanan kiri, melihat pemandangan jalan yang penuh dengan kendaraan bermotor, mobil, truk, dan bis.

Kumenyipitkan mata kembali, dan warna lampu sudah berubah menjadi hijau.

Dan sialnya hanya 16 detik pula.

Semua kendaraan mulai berjalan dengan perlahan.

Berjalan pun tidak secepat yany kubayangkan lampu hijau tinggal 5 detik, tetapi antrian masih panjang.

Dan akhirnya lampu merah menyala kembali.

Baru terlihat bahwa ternyata di depan memang sangat macet, perempatan.

Kumelihat papan penunjuk arah dengan nama Perempatan Semampir Kota Kediri.

Hmmm. Di semampir ternyata rumahnya Doni.

Tidak terasa lampu hijau menyala kembali.

"Don, don, ayo jalan, lampunya sudah hijau"

"Ehhh ehh iya"

Doni yang kaget langsung mengegas dengan kencang.

Tinggal 3 detik lagi, jarak kami pun masih jauh sekitar 6 meteran untuk melalui lampu tersebut.

Kalau di paksakan bisa, tetapi perasaan ku tiba-tiba berubah menjadi tidak enak.

Ada apa ini.

"DONNNNN!!! BERHENTI!!!!"

Aku berteriak dengan keras kepada Doni, dan mencengkram pundaknya.

Doni pun sontak mengerem dengan cepat.

"ADA APA SIH H!!!, KAMU BIKIN AKU KAGET, KALAU JATUH GIMANA?, INI JALAN RAYA"

Aku hanya terdiam, dan bingung mau membalas bagaimana. Memang kelihatanya aku yang salah, karena memintanya berhenti seketika di tengah-tengah perempatan.

Tidak lama kemudian perlahan Doni mengegas dan hendak untuk melanjutkan perjalanan kembali.

"Don, tunggu jangan jalan dulu. Tunggu sebentar"

Kali ini nadaku rendah.

Aku tidak tahu mengapa aku harus berkata seperti itu.

"Kenapa sih H, kamu gak dengar banyak klakson di belakang kita?"

Aku hanya diam dan tidak menjawabnya.

Dia kembali lagi mengegas perlahan.

Dan disaat yang bersamaan pula, kami berdua melihat Truk Gandeng Tabung Gas, melaju tepat di depan kami. Dalam keadaan lampu jalan di sisi kanan kami masih merah.

(Brakkkkk)

Banyak teriakkan dimana-mana. Teriakkan itu terdengar sangat nyaring di telingaku.

Aku melihatnya

Aku melihatnya

Perempuan yang berteriak itu aku melihatnya,

Aku melihatnya tepat di bawah Ban truk itu.

Bukan hanya satu sekarang, melainkan banyak teriakkan yang ku dengar.

Dan aku melihatnya.

Aku melihat mereka.

Mereka yang terlindas truk tabung gas yang terus melaju saat lampu masih merah.

Doni hanya diam, diam dan diam. Dia hanya terpaku melihat kejadian yang secara langsung dia lihat dengan mata kepalanya sendiri.

Mereka berteriak kesakitan dan meminta tolong.

Kuputuskan untuk turun dari motor, dan menuju kearah mereka.

Darah berceceran dimana mana.

Truk yang melaju tadi, berhenti karena menabrak sebuah paparan jalan.

Truk yang melaju tidaklah cepat, melainkan melaju dengan perlahan.

Mataku tercengang, mereka berantakan. Banyak orang berbondong-bondong datang hanya melihat mereka, orang yang datang hanya berani untuk melihat tidak menyentuhnya. Karena badan mereka sebagian ada yang hancur.

Tangan, kaki, dada mereka,ada  kepala pecah dan berserakkan dimana mana.

Astaga aku tidak bisa berbuat apa apa, hanya diam dan terpaku.

Arwah yang keluar dari badan mereka terlihat bingung dan menatapi badan mereka sendiri-sendiri.

Ada arwah mereka yang berlarian meminta tolong. Aku bisa mendengarnya.

Ada satu arwah yang melihatku, karena dia merasa aku bisa melihatnya. Dia menghampiriku.

"Tolong aku, anakku masih kecil dirumah. Tolonglah aku"

Dia memohon kepadaku untuk menolongnya.

"Dimana tubuhmu?"

Dia menunjukkanku dimana tubuhnya berada.

Kuberjalan melewati kerumunan banyak orang.

Dan dia menujukkan ku dimana tubuhnya berada.

"Ini aku, tolong kembalikan aku pada tubuhku"

Aku tidak bisa berbuat apa apa, aku hanya terdiam meneteskan air mata di hadapannya.

Sangat tidak memungkinkan dia kembali ke tubuhnya. Tubuhnya terbelah menjadi dua bagian pinggang keatas dan Paha kebawah.

Dan dia tidak mengerti dengan kejadian ini.

Tuhan tentramkanlah mereka Tuhan.

Dan sekarang bukan hanya dia saja yang kebingungan, melainkan ke enam orang yang terlibat dari kecelakaan itu. Arwah mereka kebingungan dan ada yang teriak-teriak meminta pertolongan.

Tubuh mereka tidaklah utuh, truk yang besar itu telah menghancurkan tubuh mereka.

Apakah hanya aku seorang yang melihat mereka dan mendengarkan mereka?.

Jujur aku sebenarnya tidak kuat melihat ini semua, bayangan mereka pada waktu terlindas benar-benar terekam oleh mataku. Hingga proses arwah mereka keluar dari tububnya aku pun melihatnya.

Semua itu tidak bisa hilang dari kepalaku.

"H, hei ayp buruan pergi dari sini"

Aku tidak menghiraukan apa yang di katakan oleh Doni, aku terpaku di tengah-tengah perempatan hanya memandangi mereka.

Bagaimana dengan orang yang mereka tinggalkan.?.

Apakah ini firasatku dari tadi, meminta Doni untuk memberhentikan Motor. Karena kalau tidak, aku sudah menjadi salah satu dari mereka.

Mereka mendatangiku sekarang...

Mereka datang kepadaku.

Mengesot, menangis, bersujud di bawahku. Mereka meminta pertolongan.

Tapi sekarang bukan hanya ke aku saja.

Kumelihat kebelakang, mereka menuju ke Doni juga.

Doni hanya diam, dan sebentar berpindah tempat, dan menjauh, kemudian datang menghampiriku.

Aku masih belum putus pandanganku pada Doni.

Jadi, Doni sama sepertiku.

Mengapa dia tidak memberitahuku dari awal.

Apakah dia benar-benar sama sepertiku? Bisa melihat mereka?

.

.

.

.

==========

Dia juga tahu, Doni juga sama sepertiku...

.

.

.

.

.

(Searching di Youtube Dengan Judul yang Sama)