Kehidupan itu beragam. Yang kedua, cuma bagaimana saja caranya kita untuk melaluinya.
==========
-
----
Malam ini aku rasa bukan menjadi diriku yang sebenarnya.
Aku yang sebenarnya takut akan gelap dan takut akan berada di hutan, sudah tidak kurasakan ada di benakku lagi untuk saat ini. Garis bawahi ya.. Untuk Saat ini.
Malam ini tepatnya pukul 22.03, aku meninggalakan rumahku berangkat bersama dengan Ayahku ke hutan.
πNgapain ke hutan malam-malam?
Yang benar saja, Ayahku adalah seorang pemburu. Ya aku memang tidak menceritakan begitu banyak tentangnya, dia orang yang pendiam, pendemdam, orang yang misterius. Tapi orangnya sangat baik dan ramah kepada setiap orang yang Ayah kenal maupun Ayah baru bertemu untuk pertama kalianya.
πHmmm. Berburu apa?
Apapun yang bisa di buru pada malam hari, misalnya Monyet, Tringgiling, Ular, Rusa, dan masih banyak lagi.
πUntuk apa?
Biasanya kita komsumsi, untuk yang berdaging dan untuk yang kita jual hidup ada Ular dan tringgiling.
Aku dan Ayah sudah berada di depan dari sebuah gapura yang menunjukkan tanda bahwa kita akan memasuki sebuah Hutan yang bisa di bilang masih liar.
Kami berjalan, tidak menggunakan kendaraan apapun. Pakaian lengkap dan juga sepatu Pull, Membawa minum, roti, senter, tas punggung, sabit, pisau, dan seutas tali tambang.
Maaf aku lupa.
Aku dan ayah tidak sendirian, kami di temani oleh Helly anjing Kesayangan Keluargaku. Anjing yang telah menyelamatkan nyawa ayahku saat ayahku terpeleset hendak jatuh ke jurang, Helly lah yang menyelamatkannya. Tidak tahu bagaimana caranya tetapi itu nyata. Hingga ayah masih bersama dengan kami, kejadian 2 tahun silam.
Kamu pasti juga tahu mengapa kami membawa Anjing?.. Karena Indera mereka juga sangat peka akan segela sesuatu yang berada di sekelilingnya. Termasuk mereka yang tidak terlihat yang bisa ku lihat, anjing pun bisa melihat atau merasakanya.
Aku sudah melewati gapura barusan, hawa yang kurasakan langsung berubah seketika. Hmmm. Aku kurang nyaman dengan hawa yang seperti ini.
Dingin menusuk, berkabut, dan gelap. Huhhhhhh. Memang bukan Ayah yang memintaku ikut, tapi memang kemauanku sendiri untuk ikut.
Hanya senter yang memandu jalan kami saat ini. Awan tidak bersamaku sekarang.
Aku belum memanggilnya saja, hmmm mungkin disaat waktunya nanti aku butuhkan dia akan kupanggil.
Pasti kamu sedang menanyakan dan berpikir.. apakah aku melihat sesuatu yang lain..???
Yaaaaa... benar sekali, aku melihat nya saat ini. Begitu banyaknya mereka...
Di saat di gelap meskipun aku tidak mengarahkan senterku ke mereka, aku masih bisa melihat mereka berdasarkan sebuah energi yang yang keluar dari mereka.
Bermacam-macam ku lihat, dan berbagai macam warna pula.
Kebanyakkan dari mereka energinya berwarna jingga, dan Biru gelap.
Ayah menyampaikan pula tadi sebelum masuk hutan,
"Disaat kamu melihat sebuah Energi yang berwarna Merah kekuningan seperi kobaran api, kamu harus cepat sampaikan ya."
Ayah hanya menyampaikan seperti itu, dan tidak memberitahuku apakah itu. Hmmm Hewan atau yang lainnya aku juga belum tahu.
"Kamu capek a Nak?"
Tiba-tiba ayah menanyaiku.
"Ahh, Nggak kok Yah. Ini masih berapa lama lagi Yah?"
"Kita harus melewati jembatan kecil terlebih dahulu baru kita ke sebuah tempat namanya Watu Parang disana banyak hewan yang bisa di tangkap"
Aku hanya menganggukkan kepala kepadanya.
Dan tiba-tiba, leherku terasa dingin seperi Es.
Dan Helly mengonggong gak jelas ke arahku.
Sekarang yang kurasakan adalah berat.
Hanya Berat yang kurasakan.
Duhhhh Apa lagi sih ne.
Ayah kemudian langsung memperhatikanku sejenak.
Berat ini semakin nyata kurasakan, dan aku tidak bisa berjalan hanya bisa diam yang bisa kulakukan saat ini. Berat rasanya kakiku untuk melangkah, dan untuk berbicara pun sulit.
Ayah kemudian menaruh tasnya dan sedang mencari-cari sesuatu di dalamnya.
Hmmm. Ada sesuatu yang merangkulku dari belakang. Dia besar, kubisa merasakan dari hembusan nafasnya dan ukuran badan yang sedang memelukku dari belakang.
Dan tangan itu berbulu, aku bisa melihatnya. Hitam panjang dan kukunya yang runcing.
Apakah ini monyet ?,gorila?,atau apa...
Kuberanikan diri untuk menoleh kebelakang. Berat rasanya tapi memaksakan diri.
Setengah aku sudah bisa melihat bayangan hitam besar, kumenoleh kebelakang semakin jauh. Dan kunmelihat, Dua bola mata besar yang melotot le arahku. Mata itu benar-benar besar, dan berwarna kemerahan.
Dia memiliki taring yang amat panjang. Seluruh tubuhnya di penuhi oleh bulu.
Kumembalikkan kepalaku pada posisi awal, tidak kuasa aku melihat wajah itu.
Kumelihat ayah membuat seperti tempat bakar-bakar di depanku.
Duhhh ayah ini mau ngapain sih, bukanya nolongin tapi malah mau menghangatkan diri. πππ.
Tapi, ayah belum membakarnya. Gundukkan kayu ranting itu sudah siap untuk di bakar, tetapi tiba-tiba ayah pergi ke sebuah lahan sebelah kami. Ayah menjabut sebuah pohon, hmmm pohon singkong kalau tidak salah.
Iya, ayah mengambil buahnya dan menaruhnya di atas gundukan ranting yang hendak ayah bakar.
Mau apa sih ayah ini..π
Tangan dan kaki itu sudah mulai menyelimuti keseluruhan dari badanku.
Dan ayah mengeluarkan rokok buatan sendiri yang di gulung di tempat dan di racik di tempat.
Tuhan, ini rasanya sudah sangat berat sekali. Mataku sudah tidak kuat lagi untuk menahan rasa berat yang memintaku untuk memjamkan mata dengan segera.
Kali ini aku sudah tidak bisa mendengar suara di sekelilingku, semuamya menjadi hening.
Kumelihat samar-samar ayah membakar ranting tersebut.
Dan rasa berat, sesak dan segala macam yang kurasakan mulai meringan.
Kubisa melihat, mendengar dengan jelas apa yang terjadi sekarang.
Dan melihat Sesosok makhluk hitam besar di hadapanku.
"Genderuwo?"
Aku menanyakan hal itu kepada ayah.
"Ya, nak. Ayo kita lanjut perjalanan"
Kuberjalan melaluinya, tetapi dia sibuk dengan Rokok dan singkong yang ayah bakar di hadapannya sekarang.
Baru kali ini aku benar-benar dekat dengan Genderuwo, bukan dekat lagi uhhhhh.
Matanya yang besar dan melotot, seluruh tubuhnya diselimuti oleh rambut gimbal panjang.
Uhhh dia mirip sekali dengan gorila-gorila di film-film Fantasy.
Kami melanjutkan perjalanan menuju Watu Parang yang kata ayahku sudah sangat dekat dengan tempat kami akan berburu malam hari ini.
Jembatan yang ayah sempat ceritakan pun sudah ada di depan kami.
Hmmm. Jembatannya biasa saja sih, dari bambu dan sungainya juga kecil dan biasa saja sih. Aku belum tahu apa spesialnya jembatan ini.
Saat kuinjakkan kakiku ke bambu ini, hmmm masih biasa saja.
Krakk
Ada sebuah patahan ranting di belakangku. Dan ada sesuatu yang berlari ke arah semak-semak disamping kananku.
Kuabaikan saja. Ya, karena ini sebenarnya sudah menjadi makanan sehari-hari untuk bisa merasakan, melihat dan segala macamnya.
Padahal jembatan ini tidak begitu panjang jaraknya, hanya sekitar 2 meteran. Tetapi mengapa rasanya masih jauh sekali aku melangakah.
"Nak, jangan melihat kebawah, belakang atau manapun. Fokus lihat lah kedepanmu"
Hmmm rasanya baru kusadari bahwa jembatan ini bukan sembarang jembatan biasa.
Setelah aku melakukan apa yang di minta ayahku. Aku dengan sangat cepat sampai di ujung. Aneh.
Apakah ini terjadi pada siang hari???
Setelah aku masuk. Hawanya berubah menjadi hangat. Huuuuuu
Dan asal kamu tahu, bahwa Watu Parang adalah batu besar menyerupai sebuah gunung yang berada di desaku.
Dan konon katanya, jikalau batu besar itu runtuh seluruh desaku akan habis terlindas. π¨π¨π¨
Ya, jangan bahas itu dulu.
Okay sekarang aku dan ayahku berjalan menuju sebuah tempat seperti Gua, di bawah pohon beringin Besar Sekali. Yang berada tepat di bawah Watu Parang.
Kami duduk bertiga.
Tunggu.. bertiga.??
Kami memang sedang duduk bertiga sekarang. Ayah disebelah kiriku dan satu orang lagi di sebelah kananku.
Helly, hanya diam tertunduk. Tidak mengonggong sama sekali.
Kulihat dengan meliriknya. Dia mengenangkan Kain jawa, atau bisa di bilang Jarik.
.
.
.
==========
Jangan katakan bahwa dia adalah sosok yang sama yang pernah aku temui sebelumnya.
.
.
.
.
.