Istirahat kedua suasana menjadi lebih tenang. Hari ini adalah hari kamis, dan pelajaran Bahasa Inggris adalah pelajaran terakhir. Viva Angels duduk di tempat duduknya. Anka dan Eka membalik posisi duduknya sehingga mereka bisa mengobrol bersama Helena dan Lilis.
"Hhhh... Seandainya Kak En juga sekolah di sini. Pasti diriku bisa melihatnya selalu...", Lilis mulai membayangkan orang itu.
"Memangnya dia di SMA bawah ya?" Tanya Anka. Lilis mengangguk, matanya tertutup membayangkan Kak En.
"Siapa sih nama aslinya Kak En itu?" Eka bertanya. Ia pernah melihat Kak En meskipun tidak mengenalnya seperti anak-anak asrama.
"Mmmm... En... Dang?" Helena memulai asumsi. Faktanya, mereka memang tidak tahu siapa nama pemuda itu. Mereka baru mengetahui nama panggilannya saat masuk asrama.
"Zulkarna... 'En?" Anka mencoba memberi pilihan jawaban.
"Iya, yah. Siapa ya namanya? En.. En.. En..." Lilis baru menyadari. "Ah, nanti tanya anak-anak asrama putra ajalah!"
"Tuh, tanya sama Hermas", Eka mengusulkan. Yang disebut namanya langsung menoleh. No, tentu saja tidak mungkin.
"Masih banyak anak asrama putra yang lain, ngapain tanya mereka? Kita bisa tanya yang lain koq!" Kata Helena.
"Eka, gimana? Masih naksir sama kakak kelas itu?" Anka mengalihkan pembicaraan. Gadis tomboy itu tersipu malu. Ia memang secara terbuka mengatakan perasaannya pada teman-teman sekelasnya. Sayangnya, ia tidak percaya diri untuk menyampaikan perasaannya pada yang bersangkutan.
"Mmm... Masih sih...", jawabnya.
"Helena naksir sama siapa?" Anka bertanya.
"Banyak. Semua cowok ganteng mah aku naksir... Kenapa juga harus satu aja yang ditaksir?" Jawabnya santai. Mulai dari idola pun, ia memiliki banyak. Baik itu pemain film, penyanyi, pesepak bola, atau pembalap.
"Kalau Anka?" Helena berbalik tanya.
"Hmmm... Kosong! Buat apa naksir kalau yang di tak stres malah cuek?" Jawabnya. "Ga mau ah menikmati yang namanya cinta bertepuk sebelah tangan!"
"Ah, Anka ini. Milih cowok untuk ditaksir aja kayak milih calon suami! Kan ga langsung nikah juga. Mumpung kita masih muda, pacaran aja dulu!" Eka menyenggol lengan teman sebangkunya.
"Ada koq yang naksir sama Anka!" Kata-kata Lilis membuat gadis lain terkejut dan bertanya-tanya. Dengan lirikan jahilnya ia menunjuk seorang pemuda di sudut kelas. Sosok tinggi dengan badan cukup "berisi". Ia sedang bercerita bersama dua orang temannya, itu Samsul. Agak canggung ketika mengetahui dirinya menjadi pusat perhatian empat gadis yang sedang berbisik.
Lilis mendekatkan tubuhnya ke arah Anka, "sejak kejadian matras itu lho!"
Anka masih mengingat kejadian itu. Pak Roy, guru penjaskes membawa materi tentang gerakan lompat harimau lalu melakukan roll ke arah depan di atas matras . Anka dan Helena dapat melakukannya dengan baik karena terbiasa berolahraga. Beberapa yang lain melakukannya dengan perlahan. Tapi yang terparah adalah Samsul. Ia memiliki badan tinggi besar, tapi setiap kali mencoba melakukan gerakan berguling ke depan, kepalanya menumbuk matras dengan sudut yang salah, alih-alih berguling tubuhnya malah kembali ke posisi semula.
Itu sebabnya Pak Roy menyuruh Anka melatihnya secara khusus. Hingga waktu pelajaran penjaskes berakhir, apapun yang Anka usahakan berakhir sia-sia.
Anka menatap pemuda itu, lalu pemuda itu langsung tertunduk tersipu malu. Cukup pemalu. Tidak sebanding dengan besarnya tubuhnya.
"Gak akan pernah cocok!" Itu komentar Anka.
"Kalau Haikal?" Helena menunjuk ke arah seorang teman sekelasnya dengan bibirnya yang dimiringkan. "Kalian suka kejar-kejaran kan?"
Haikal memiliki tubuh kecil dan ramping. Wajahnya pucat karena sering bergadang bermain game. Nilai pelajarannya kacau, kecuali mata pelajaran bahasa inggris.
"Hahaha... Terakhir kukejar dia karena rambutku digunting! Siapa yang mau dengan dia!" Komentar Anka lagi.
"Eh, ayo kita cari cowok yang bisa ditaksir sama Anka! Biar dia nikmati masa muda tuh! Jangan belajaaaarr aja setiap hari! Ga stres apa?!" Kata Lilis.
"Gampang! Tapi ga boleh dari daftar cowok gantengku lho yah!" Helena menanggapi.
"Cari kakak kelas juga! Nanti kukenalin yah!" Jawab Eka.
"Tapi harus ingat! Karat Devils tidak masuk hitungan! Pokoknya ga ada yang boleh pacaran dengan mereka. Oke?" Lilis mengusulkan. Suaranya agak berbisik, tidak ingin Karat Devils merasa bangga karena digosipkan. Baik Anka maupun Helena mengacungkan jempolnya.
Maka dimulailah misi tak penting itu. Hanya sekedar mengisi waktu luang disela kesibukan harian mereka. Untuk menikmati masa muda katanya. Ya, apa salahnya?
...
Hari kamis, berarti menu sup ayam untuk makan siang. Para Angels pulang agak terlambat dari yang lain. Sambil menikmati makan siang mereka di ruang makan, mereka melanjutkan obrolan.
"Endri Gumilang! Itu namanya", Lilis melaporkan hasil penyelidikan. Entah kapan dia mencari agen untuk mendapatkan informasi itu.
"Haha... Kirain Endang!" Anka menjawab. Wajahnya masih fokus dengan piringnya.
"Ga mungkin kali! Eh, kalau sama Artian gimana?" Lilis melanjutkan misi. Dia melirik Artian yang sedang makan di kursi yang berbeda.
"Ga boleh! Dia ada di daftarku!" Jawab Helena.
"Len, kalau semua cowok ganteng sudah masuk daftarmu, yang tersisa ya jelek semualah...", kali ini Anka bisa menatap lawan bicaranya.
"Biar aja! Tipemu kan beda sama tipeku!"
"Emang tipenya Anka gimana sih?" Tanya Lilis.
Sudah menyelesaikan makannya, Anka menjawab, "yang sopan aja. Wajah sih relatif, tapi sikapnya yang penting...".
Ketiganya terdiam. Mencari pemuda seperti itu tidak akan mudah. Misi ini akan butuh waktu, sementara ujian semester semakin dekat. Mereka akan mengalihkan fokusnya untuk belajar. Tapi sebagai seorang gadis, mereka menyadari menikmati drama romantis di usia mereka sangat menyenangkan. Mungkin pengaruh hormon. Siapa sangka menyukai lawan jenis akan begitu menyenangkan?
Percakapan ini akan terus berlanjut.
...